Pesan Al-Qur'an bagi Dunia
Pesan Alquran untuk Dunia
Taddabur ayat-ayat yang berhubungan dengan “seruan kepada manusia”
Oleh: Setiadi
Ihsan
A. Universalitas Qur’an?
Ketika ditanyakan apakah kitab suci kaum muslimin, maka jawabannya
adalah alquran, dan ini adalah jawaban yang tepat. Namun ketika ditanyakan,
apakah alquran merupakan kitab suci yang hanya berlaku bagi kaum muslimin?
Maka, tidaklah tepat ketika kita memebenarkannya. Hal ini mengacu kepada
penjelasan alquran itu sendiri, yaitu:
1. Alquran merupakan wahyu Ilahi yang menyatakan sebagai Tuhan Semesta Alam/Rabbul ’alamiin (QS 1: 2), artinya Allah bukan hanya Tuhan kaum muslimin saja.
2. Dalam QS Alqalam (68) ayat terakhir (ayat 52), menyatakan: “Padahal (Alquran) itu tidak lain adalah peringatan bagi seluruh alam.”
3. Demikian pula Nabi Muhammad Saw yang menjadi Nabi penerima amanah alquran diutus untuk seluruh alam (QS 21: 107).
4. Alquran sendiri, selain mejadi petunjuk (hudan) bagi kaum muslimin, Allah Swt telah menyatakan bahwa alquran pun berlaku sebagai petunjuk bagi manusia (QS 2: 185; 3: 4).
5. Terdapat, setidaknya 19 seruan Allah Swt yang ditujukan kepada manusia dengan kalimah pengantar: Yaa ayyuhannas, yang menunjukkan seruan kepada seluruh manusia dan dua ayat dengan pengantar: “yaa ayyuhal insan”.
6. Penggunaan tiga kata dalam bahasa Arab yang berarti manusia, yaitu kata “nas” (نَّاس , nūn wāw sīn -ن و س) terjadi 241 kali dalam bentuk kata benda, berikutnya “ins”, -hamzah nun sin (أ ن س)-, terjadi 123 kali dalam 11 bentuk turunannya, serta “basyar”, - bā shīn rā (ب ش ر)- terjadi 97 kali dalam 6 varisi bentuk kata[1]. Hal ini berarti ada 461 pengulangan kata manusia yang menunjukkan pembahasan mengenai tema-tema mengenai manusia melebihi penggunaan kata muslim (muslim, muslimiin, muslimuun, muslimaat) hanya 43 kali.
Dengan keterangan ayat-ayat Allah di atas, bagaimana kita dapat menyimpulkan
bahwa kitab suci alquran hanya berlaku untuk kaum muslimin saja? Namun, sebaliknya,
nilai-nilai alquran harus dan demikian adanya bersifat universal.
Selanjutnya adalah apa relevansi pesan Alquran dengan (masyarakat) dunia?
Bagaimana dunia, baik Muslim dan non-Muslim, sama-sama mendapat manfaat dari
pesan universal dari Tuhan yang universal? Dapatkah non-Muslim mempraktikkan
nilai-nilai yang diturunkan Allah sebagaimana dalam alquran tanpa mengakui
sumber aslinya dan tanpa mengikuti panggilan ilahi secara total?
Mari kita bertaddabur tentang ayat-ayat yang menunjukkan masa
turunnya alquran. Dimulai dari QS Ad-Dukhan (59). Setelah alquran dijelaskan
sebagai Kitab/Buku yang nyata (59:2), selanjutnya diFirmankan-Nya: “sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang
diberkahi (فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ). Sungguh, Kamilah yang memberi peringatan.” (59.3). Pada Malam yang diberkahi, itulah waktu
diturunkannya alquran. Selanjutnya dijelaskan: “Pada (malam
itu) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah (فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍۙ),”
Terma jahiliyah,
masa pra alquran diturunkan menjelaskan masa gelap atau suram dari masayarakat
dengan ketidakjelasan mengenai mana yang benar dan salah, sehingga kegelapan
total dari nilai yang berkembang saat ini dinamakan era jahiliyah. Inilah berkah Allah, pada malam diturunkannya alquran,
bahwa benar dan salah, kebenaran dan kepalsuan, apa yang diperbolehkan dan apa
yang tidak - semua ini telah dipisahkan sepenuhnya oleh Alquran.
Kondisi
umat manusia sangat suram dan hidup di zaman kegelapan - disebut sebagai لیل (Layl) dalam [97: 1] - pada saat Alquran
diturunkan. Seluruh dunia diselimuti kegelapan total pada saat itu.
Inilah era tanpa wacana beradab; tanpa norma budaya; dan inilah era
tanpa pengetahuan dan alasan untuk menyelesaikan masalah-masalah di masyarakat.
Istilah Alquran لیل (Layl) menggambarkan
keadaan kegelapan yang melayang-layang di atas umat manusia pada saat
itu. Tidak ada cahaya pengetahuan yang bersinar di mana pun. Para
utusan telah datang ke berbagai bangsa membawa pesan cahaya Ilahi [14: 5,
33:43], tetapi sepeninggal mereka, manusia kembali meninggalkan pesan cahaya-terang
itu dan kembali ke kegelapan [2: 257]. Oleh karena itu pada saat itu umat
manusia di manapun berada dalam kegelapan yang begitu banyak sehingga disebut
sebagai Periode Ketidaktahuan/kebodohan (Jahiliyyah). Sumber cahaya ilahi
Alquran dimulai dalam kegelapan ini untuk menghalau kegelapan yang menyelimuti
umat manusia (14: 1, 5:16, 57: 9, dan 65:11).[2]
Alquran
mengatakan: [44: 4] فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ
حَكِيمٍ - semua hal telah dipisahkan dengan jelas (dari yang
salah); kebenaran telah dipisahkan dari kepalsuan. Nilai relatif
telah dipisahkan dari Nilai Mutlak. Pemisahan nilai relatif dan absolut
ini tidak bersifat sementara tetapi permanen yang berlaku untuk seluruh umat
manusia selama-lamanya hingga selama-lamanya. Dalam QS 97: 1, Firman
Allah: إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
-Kami mengungkapkan Alquran ini dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang
permanen pada saat dunia diselimuti kegelapan, tanpa cahaya wahyu.
Karenanya, malam ketika wahyu dimulai memang merupakan awal dari sebuah era
baru; yang dengan jelas memisahkan nilai relatif materialistik fisik dari
nilai permanen humanistik. Hewan, sebagai lawan manusia, hidup murni pada
tingkat materi fisik. Mereka tidak membutuhkan nilai mutlak untuk
dijalani. Misalnya, hewan tidak memiliki kemampuan untuk membedakan
peternakan pemiliknya dari peternakan lain dalam hal mengisi perutnya.[3]
Insyaa
Allah, di bagian akhir, cahaya Ilahi yang menyinari dunia ini akan dibahas
sebagai permanent/absolute value berupa ide-ide ke-ilahi-an mengenai nilai-nilai
yang berlaku secara universal.
B. Taddabur Ayat-ayat Seruan kepada Manusia
Risalah ini ditulis sebagai bentuk berbagi atas hasil taddabur
terhadap alquran khususnya mengenai ayat-ayat yang berisikan seruan langsung
dan tidak langsung dari Allah kepada seluruh manusia.
Berbeda dengan seruan kepada orang-orang yang beriman (yaa
ayyuhalladziina aamanuu), di mana Allah secara langsung menyeru manusia,
maka seruan kepada manusia (yaa ayyuhannas), ada yang secara langsung
(kalimat langsung) disampaikan Allah Swt, ada juga yang disampaikan melalui
Nabi/Rasul dengan didahului kata “qul” yang merujuk kepada Nabi Muhammad, menjadi
qul yaa ayyuhannas yang berarti: katakanlah (wahai Muhammad), “Wahai
sekalian manusia…”, atau “faqul”, menjadi
faqul yaa ayyuhannas, yang berarti maka katakanlah (wahai Muhammad), “Wahai sekalian manusia…”.
Selain yaa ayuuhannas, ditemukan sebanyak 19 kali dalam
al-Qur’an[4] juga
terdapat dua ayat dengan menggunakan kata insan untuk menyeru manusia, menjadi yaa
ayyuhal insan.
Menurut Quraish Shihab[5],
term “al-nas” secara umum menggambarkan manusia universal netral tanpa
sifat. Sifat tertentu yang membatasi atau mewarnai keberadaannya, sedangkan
kata “insan” pada umumnya menggambarkan makhluk manusia dengan berbagai potensi
dan sifat. Kata insan, digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia dengan
seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang
dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan.
Selain al-naas dan al-ins/al-insan, dalam al-Qur’an juga digunakan
kata basyar dan baani (anak) Adam atau Dzuriyat (keturunan) Adam. Kata “Basyar”
digunakan untuk menunjuk manusia dari sudut lahiriahnya serta persamaannya
dengan manusia seluruhnya[6].
Berikut adalah pengenalan mengenai topik yang dibahas dalam
ayat-ayat yang dimulai dengan seruan kepada manusia.
1. Tuhan yang Benar Adalah Tuhan Yang Mengenalkan Diri-Nya bahwa
Dialah Tuhan dengan Segala Atribut Ketauhidan.
Delapan ayat
dari 21 ayat seruan kepada manusia, Allah Swt menjelaskan siapa diri-Nya dengan
mengungkapkan aspek ketuhanan (Tauhid), yang meliputi: Tauhid Ilahiyah,
rubbubiyah termasuk sebagai pencipta (al-khaliq), dan sifat-sifat atau nama
yang melekat pada Allah Swt yang biasa dikenal dengan Asmaul Husna.
Allah, sebagai
nama Tuhan, tiada tuhan selain Allah, inilah prinsip dari Tauhdi Ilahiyah.
Tauhid Ilahiyah inipun dikenalkan dalam beberapa ayat yang bertemakan seruan
kepada manusia, seperti pada QS Yunus (10) ayat 104, sebagaimana di bawah ini:
قُلْ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِن
كُنتُمْ فِى شَكٍّۢ مِّن دِينِى فَلَآ أَعْبُدُ ٱلَّذِينَ
تَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلَـٰكِنْ
أَعْبُدُ ٱللَّهَ ٱلَّذِى يَتَوَفَّىٰكُمْ ۖ
وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ
Katakanlah (Muhammad): "Hai manusia, jika kamu masih dalam
keragu-raguan tentang agamaku, maka (ketahuilah) aku tidak menyembah yang kamu
sembah selain Allah, tetapi aku menyembah Allah yang akan mematikan kamu dan
aku telah diperintah supaya termasuk orang-orang yang beriman".
Ayat ini,
adalah contoh seruan kepada manusia secara tidak langsung, artinya disampaikan
oleh Nabi Muhammad Saw. Ayat ini
menjelaskan mengenai identitas khas dari Dinul Islam, yaitu ad-diin dimana yang
disembah adalah Allah bukan tuhan lain, siapa Allah? dalam ayat ini dijelaskan
adalah Dzat yang Mewafatkan dan Dialah juga yang memerintahkan kepada Nabi
Muhammad untuk beriman. Inilah contoh pengenalan tauhid Ilahiyah, dan Allah
yang mewafatkan, ini adalah tauhid ilahiyah.
Dalam QS 35: 3, aspek tauhid Ilahiyah juga ditemukan: لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ
, tiada tuhan selain-Nya, yang merujuk kepada Allah, yang dijelaskan sebagai
Pencipta dan Penyedia Rezeki.
Allah adalah
Tuhan bagi semesta ‘alam sebagaimana yang kita kenal dengan istilah Rabbul
‘alamiin (QS 1: 2). Di beberapa ayat berikutnya, berbeda dengan ayat-ayat
sebelumnyamenggunakan nama Allah, untuk nama Tuhan menggunakan kata Rabb. Penggunaan Rabb, sebagai Tuhan, mengacu kepada
tauhid rubbubiyah, Allah sebagai Pencipta, Pemelihara, Pembina, Pengatur dan
Penyedia sumber daya dapat pembaca lihat pada QS 82: 6, misalnya, ketika Allah
Swt menyeru al-insan dengan kabar gembira bahwa mereka yang telah
bersungguh-sungguh bekerja menemui Tuhan (Rabb), maka kelak mereka akan
menemui-Nya. Demikian juga ketika ketika Allah Swt menyerukan kepada manusia
untuk menyembah-Nya (QS 2: 21), maka kata Rabb juga digunakan, (يَـٰٓأَيُّهَا
ٱلنَّاسُ ٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمُ). Penggunaan kata Rabb
yang lainnya dapat ditemukan dalam QS 4: 1, ketika Allah menyeru manjusia untuk
bertaqwa kepadanya: يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟
رَبَّكُمُ . Demikian juga pembaca
dapat menemukan pada QS 4: 170, 174; 10: 57, 108; 22: 1; 31: 33
Tauhid
rubbubiyah juga ditunjukkan dalam ayat-ayat di atas adalah ketika Allah
menjelaskan Rabb sebagai Zat yang Menciptakan manusia; sehingga berkembang biak
seperti yang kita saksikan saat ini (QS 2: 21; 4: 1; 22:5; 49:13; 35: 3), Menghidupkan
dan Mematikan (QS 7: 158) Melakukan Penyediaan sumber daya buat manusia di bumi
(QS 2: 168; 35: 3) dan apapun yang ada di bumi dan di langit adalah milik-Nya
(4: 170); Yang memiliki Kerajaan di langit dan Bumi (QS 7: 158), Melakukan
pembinaan kepada manusia dengan mengutus Rasul-Nya dengan membawa kebenaran (al-Qur’an)
seperti dalam QS 4: 170 dan 174; 10: 57 dan 108. Al-Qur’an sendiri adalah
dijelaskan sebagai bukti kebenaran dan cahaya nyata yang akan mengeluarkan
manusia dari kegelapan/kebodohan/ketidaktahuan, dengan memberikan sejumlah pelajaran
yang menjadi penawar dari segala kebingungan dan kegelisahan yang menyesakan
dada manusia (10: 57). Dari bukti-bukti kebenaran dalam Al-quran juga dari
Rasul-Nya, maka inilah petunjuk dan rahmat bagi manusia menuju jalan yang
lurus, jalan keselamatan dan perdamaian, Al-Islam (QS 7: 158; 10: 57). Mengikuti
petunjuk adalah untuk kebaikan manusia, sebaliknya ketika manusia tidak mau
mengikuti petunjuk mereka berada dalam kesesatan, dan kesesatan jelas merugikan
manusia itu sendiri (QS 10: 108). Inilah bukti Allah dalam memberikan pembinaan
dan pemeliharaan kepada manusia. Pemeliharaan juga dijelaskan dalam kabar Allah
yang menyelamatkan manusia (QS 10: 23), namun manusia diingatkan, alih-alih
bersyukur malah justru banyak yang berbalik atau berlaku aniaya (zhalim).
Tauhid
Rubbubiyah juga, dalam ayat-ayat seruan kepada manusia, menjelaskan
hukum-hukum-Nya, seperti proses kejadian manusia pertama dan berikutnya sampai
dengan kembali kepada Allah serta bagiamana Allah menumbuhkan tumbuhan di bumi
(QS 22: 5). Hukum-Nya juga bahwa semua yang dikerjakan manusia tidak luput dari
perhitungan dan kelak akan dipertanggungjawabkan (hukum requital-pembalasan) –
QS 10: 23-. Dalam QS 104, Allah Swt menyampaikan: إِن كُنتُمْ
فِى شَكٍّۢ مِّن دِينِى , jika kamu masih ragu
terhadap “din-Ku”. Dalam ad-din, terangkum makna aturan, ajaran, system dan
ketetapan atau hukum Allah yang menjadi “the way of life” manusia. Dalam ayat
ini dinyatakan “diinii”, ajaran-Ku, Hukum-Ku, maka ad-diin yang diistilahkan
dinul Islam, adalah dinullah.
Semantara penyampaian
mengenai asma’ul husna, atribut, sifat atau nama-nama yang melekat kepada Allah
dijelaskan dalam beberapa ayat di bawah ini:
No |
Asmaul
Husna |
Ayat
dalam Al-Qur’an |
1 |
Raaqib: Yang Maha Mengawasi |
QS 4: 1 |
2 |
‘Aliman: Maha Mengetahui |
QS 4: 170, 49: 13 |
3 |
Hakiiman: Maha Bijaksana |
QS 4: 170 |
4 |
Ghaniyun: Maha Kaya |
QS 35: 15 |
5 |
Hamid: Maha Terpuji |
QS 35: 15 |
6 |
Khabir: Maha Mengenal |
QS 49: 13 |
Atribut-atibut
Allah di atas berkaitan dengan konteks dari pesan yang disampaikan pada
masing-masing ayat. Misal, untuk Ar-Raaqib, Yang Maha Mengawasi, sehubungan
dengan perintahNya kepada manusia untuk bertaqwa, tunduk atas perintahnya,
yaitu untuk menggunakan hak sesame manusia, saling bergantung dan saling
mengenal dalam jalinan silaturahmi. Demikian juga ‘Aliman dan Hakiman
disampaikan dalam konteks keimanan manusia kepada Kitab dan Rasul-Nya. Allah
Maha Mengetahui di antara manusia siapa yang beriman dan kafir. Keimanan juga
didasari dari pelajaran yang berasal dari Rasul dengan Kitab-Nya. Inilah
Kebijaksanaan Allah.
Dari 21 ayat
yang berkenaan dengan seruan kepada manusia, Allah menyatakan diri-Nya aspek
ketauhidan, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Allah perkenalkan sebagai
edukasi nilai tauhid kepada seluruh manusia. Tauhid inilah sebagai nilai
universal (bukan relatif atau parsial yang hanya berlaku di satu bangsa yang
dipengaruhi oleh lingkungan budaya dan pemikiran lokal). Nilai ketauhidan Allah
diperkenalkan kepada manusia, supaya manusia memahami dan seterusnya menyembah
dan bertaqwa hanya kepada Allah. Salah satu argument yang disajikan oleh-Nya,
dalam ayat-ayat yang dimulai dengan seruan kepada manusia, adalah sebagai
berikut:
Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu
perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali
tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu
menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah
mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah
dan amat lemah (pulalah) yang disembah.
(QS 22: 73)
Inilah argumen kuat dari-Nya sekaligus
melemahkan argument-argumen manusia yang menjadikan tuhan selain Allah Swt. Argumen
lainnya sebagaimana dalam QS 22: 5 di atas, disajikan-Nya untuk manusia yang
masih meragukan akan tibanya hari akhir dengan menunjukan proses kejadian
manusia dengan segala proses pemeliharaan-Nya termasuk bagaimana Allah Swt
menumbuhkan tanaman, sebagai bahan perenungan bagi manusia.
Demikian pula,
untuk manusia yang masih ragu akan dinullah, maka melalui rasul-Nya,
Allah sampaikan pembeda dinullah dengan ajran lainnya, bahwa dalam dinulllah,
aspek ketauhidan (hanya menyembah kepada Allah yang didahului dengan
keimanan) menjadi hal yang utama:
“Katakanlah: "Hai manusia, jika kamu masih dalam keragu-raguan
tentang agamaku, maka (ketahuilah) aku tidak menyembah yang kamu sembah
selain Allah, tetapi aku menyembah Allah yang akan mematikan kamu
dan aku telah diperintah supaya termasuk orang-orang yang beriman"
(QS 10: 104)
2. Seruan untuk Beriman kepada
Allah, Hari Akhir, Alquran dan Nabi/Rasul.
Setelah Allah
mendekalrasikan dirinya, memberikan edukasi dengan bukti ke-Esa-an dan
Rubbubiyah-Nya, maka Allah menyeru kepada manusia untuk beriman kepada-Nya:
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu
kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu,
itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak
merugikan Allah sedikitpun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi
itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. (QS 4: 170)
Dalam ayat ini
disampaikan kepada manusia bahwa Allah telah mengutus Rasul yang membawa
kebenaran (Alquran). Rasul ditugaskan
sebagai pemberi peringatan juga pengajaran mengenai Kitab yang dibawanya, dan
atas pengajaran ini, maka manusia diperintah untuk beriman dengan satu
kebebasan untuk memilih. Ketika mereka tidak beriman (kafir), tak ada kerugian
sedikitpun bagi-Nya. Dan, lagi-lagi Allah menguatkan akal manusia untuk
cenderung kepada keimanan kepadaNya dnegan menyampaikan nilai tauhid: sesungguhnya
apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini pun
sekaligus menyeruka keimanan kepada Rasul dan Alquran. Di ayat lain, masih
dalam kelompok 21 ayat yang berhubung dengan seruan kepada manusia, Allah
menyampaikan seruan untuk beriman kepada alquran sebagaimana terjemahan
firman-Nya di bawah ini:
Katakanlah: "Hai manusia, sesungguhnya teIah datang kepadamu
kebenaran (Alquran) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk
maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan
barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya
sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu". (QS 10: 108)
Demikian pula
perintah untuk mengimani Rasul:.
Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka
berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada
Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia,
supaya kamu mendapat petunjuk".
(QS 7: 158)
Ayat ini
disampaikan oleh Rasul atas perintah Allah Swt untuk menegaskan seruan-Nya
sebagaimana telah dituliskan sebelumnya pada QS 4: 170.
Mengenai hari
akhir, setidaknya terdapat 5 ayat dari 19 ayat yang menyeru kepada manusia
menceritakan bagaimana Allah mengenalkan adanya hari akhir untuk diimani oleh
manusia.
Dalam QS 10:
23, Allah mengingatkan manusia agar tidak hanya terjebak dalam kesenangan
duniawi, karena apapun yang dikerjakan kelak akan diperlihatkan dan
dipertanggungjawabkan. Demikian juga dalam QS 22: 1 dan 31: 33, setelah Allah
menyeru manusia kepada ketaqwaan, maka Allah mengingatkan akan tibanya hari
akhir, “…sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang
sangat besar (dahsyat).” (QS 22:1). “…takutilah suatu hari yang (pada
hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak
dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun.” (QS 31: 33). Demikian juga
dalam QS 22: 5, sebagaimana telah dibahas sebelumnya mengenai penguatan
ayat-ayat-Nya bagi manusia yang masih meragukan akan tibanya hari akhir.
Dalam QS 84: 6,
dengan seruan yaa ayyuhal insan, Allah memberikan kabar gembira, bahwa manusia
yang telah bekerja keras menuju Tuhan-Nya, maka Allah janjikan kepada mereka,
bahwa mereka akan bertemu dengan-Nya, kelak di yaumul akhir.
3. Seruan untuk beribadah dan bertaqwa kepada Allah Swt
Mengenai hal
ini dalam pembahasan sebelumnya sudah disampaikan beberapa contoh ayat-Nya.
Selanjutnya, pembaca dapat memeriksa kembali dalam ayat-ayat berikut ini: QS 2:
21, 168; 4: 1; 22: 1, 73; 31: 33; dan 49: 13.
Ke-semua ayat
di atas mempunyai pesan berupa perintah ibadah dan seruan untuk bertaqwa dan dilengkapi
dengan penjelasan (hujjah) mengenai aspek ketauhidan, termasuk janji dan
ancaman serta kabar gembira mengenai yaumul akhir.
Penulis melihat
bahwa seruan untuk beribadah adalah konsekuensi dalam menjalani kehidupan bagi
mereka yang telah memahami edukasi dari Allah mengenai Allah dengan segala
atribut-Nya. Sebagai konsekuensi,
maksudnya adalah ketika memahami bahwa Allah yang Menghidupkan dan Mematikan,
Allah yang menyediaakan sumber daya dan pemeliharaan, Allah yang melakukan
pembinaan juga Allah yang menyediakan aturan dan pembelajaran, maka kita
sebagai makhluk mestinya dapat mengimani (QS 4: 174), menyembah-Nya (QS 2: 21)
dan taqwa, tunduk akan hukum-hukum-Nya (4: 1; 22: 1; 31: 33; 49: 13). Sementara
ketaqwaan adalah kelanjutaan dari konsekuensi peribadatan melalui proses
ketundukan atau ketaatan yang bertauhid dan selanjutnya ber-ouput kepada penyerahan
diri (islam). Contoh ketaqwaan, dalam QS
4: 1 yang harus dijalankan manusia adalah dengan menggunakan hak secara equal
antar sesama manusia, dengan mempergunakan nama-Nya dalam jalinan hubungan
silaturrahim. Dalam QS 49:13, aspek ketaqwaan ini ditemukan, sama dengan QS 4:
1, terdapat tugas bagi manusia untuk bersilaturahmi, saling mengenal antar suku
bangsa.
4. Panduan dalam Bermuamalah
Selain
beribadah yang bertauhid serta ketaqwaan, dengan menyembah hanya Kepada-Nya, maka
manusia pun dibekali panduan bermuamalah dalam menjalani kehidupan dalam
keseharaiannya. Dalam QS 4: 1, manusia diberikan penjelasan sekaligus panduan,
yaitu: tentang awal penciptaan manusia, dengan
jenis kelamin wanita dan laki-laki, serta dari pada keduanya inilah akan
berkembang biak; Inilah prinsip awal dari kesetaraan manusia, kemudian Allah
memandu manusia bahwa dengan
(mempergunakan) nama-Nya manusia akan saling bergantung, saling meminta satu
sama lain, menggunakan hak-nya secara equal dan proporsional, serta untuk
itulah hubungan silaturrahim perlu
dipelihara. Hal ini ditegaskan dalam QS 49: 13, bahwa Allah menciptakan manusia
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan mereka
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya mereka saling kenal-mengenal.
Selanjutnya
dalam QS 2: 168, setelah, dalam ayat lainnya Allah menyampaikan mengenai aspek
rubbuniyah Allah baik untuk manusia, alam serta penyediaan rezeki buat manusia,
maka Allah memberikan panduan kepada sekalian manusia untuk memanfaatkan
nikmat-Nya itu dengan cara memakan yang halal lagi baik, dengan satu peringatan
jangan sampai mengikuti langkah-langkah syaitan; “…karena sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Dalam QS 31: 33
dan 35: 5 Allah mengingatkan untuk semua karunia dan nikmat yang telah Allah
anuegerahkan jangan sampai hidup di dunia dengan segala perhiasannya memperdaya
manusia tanpa menyadari bahwa segala sesuatunya akan dipertanggung jawabkan
kelak di yaumul akhir. Hal ini bisa terjadi karena tipu daya syaithan.
Dalam QS 35:
15, Allah mengingatkan kepada manusia, dengan panduan itu bahwa sesungguhnya
manusialah yang berkehendak kepada Allah, bukan sebaliknya. Untuk itu seruan
beribadah dan bertaqwa adalah sesuai dengan kebutuhan manusia kepada Tuhan
mereka. Hal ini dapat diperjelas dalam ayat
lainnya, dalam alquran, yang menjelaskan bahwa fitrah Allah berlaku
dalam kejadian manusia demikian juga dinullah -panduan Allah, dinul qoyyim-
adalah panduan yang selaras dengan fitrah kejadian manusia (QS 30: 30).
5. Perintah untuk bersyukur
Allah, tiada
tuhan selain Allah. Allah adalah Rabb: Pencipta, Pengatur, Pemelihara, penyedia
dan Pembina bagi makhluk-Nya termasuk manusia serta dengan segala sifat
ketuhanana-Nya, telah memberikan sejumlah anugerah dan kenikmatan bagi manusia.
Mulai dari tubuh yang sempurna, pendidikan serta pengasuhan melalui sumber daya
yang telah disediakan di bumi, maka kewajiban manusia adalah memanfaatkannya
sesuai dengan harapan-Nya dan jangan lupa untuk senantiasa bersyukur.
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta
selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi?
Tidak ada Tuhan selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?”
(QS 35:3)
Sangat jelas
dalam ayat ini, Allah memperingatkan manusia untuk senantiasa bersyukur atas
apa yang telah Allah limpahkan sebagai kenikmatan, bukan malah menjadi
berpaling dari ketauhidan. Syukur ini, bersamaan dengan penyerahan diri (ouput
dari ibadah dan taqwa) menjadi capaian atau keluaran dalam kehidupan manusia.
6. Waspada dengan Tipu Daya Syaithan
Telah dibahas dalam
ayat-ayat sebelumnya, mengenai peringatan Allah kepada manusia dengan melarang
manusia mengikuti langkah-langkah syaithan sehingga menyelewengkan manusia dari
keimanan, peribadatan, panduan-Nya dalam bermuamalh dan ketaqwaan serta
kesyukuran. Satu ayat yang diserukan bagi al-insan, berhubungan dengan tipu
daya ini Allah berfirman:
Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan
kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Mahamulia, (QS 82: 6).
Syaithan adalah penipu, pekerjaan
mereka adalah memperdaya manusia (QS 35:5). Alih-alih mendapatkan petunjuk,
maka manusia akan tersesat.
7. Pernyataan bahwa Janji Allah adalah benar termasuk Kabar
Gembira
Ayat-ayat yang
berhubungan dengan seruan kepada manusia, juga berisikan mengenai janji Allah
yang benar adanya, termasuk akan tibanya satu masa yang disebut dengan yaumul
akhir. Allah pemilik kerajaan di langit dan di bumi (QS 7: 158), Allah lah
yang memeiliki aturan, dan ini berkesesuaian dengan Allah sebagai Raja di yaumuddin
(hari pemabalasan ad-diin, QS 1: 3), hari perhitungan (yaumul fashl),
untuk segala sesuatu yang dikerjakan manusia (QS 10: 23). Hal ini juga telah
dijelaskan dalam beberapa keterangan sebelumnya.
Mengenai kabar gembira,
Allah tegaskan bahwa untuk siapa saja manusia
yang telah bekerja keras menuju Tuhan, maka manusia akan menemui-Nya, kelak di yaumul
akhir (84: 6). Inilah prinsip dari hukum pembalasan (requital).
8. Peringkat tertinggi manusia adalah Mereka yang paling
bertaqwa
Akhirnya, dari
semua pembahasan di atas, mengenai ketauhidan, mengenai kehidupan, prinsip
kesetaraan manusia, dan konsep hari akhir, maka tibalah kepada pemberitahuan
dari Allah Swt kepada manusia tentang prinsip keunggulan manusia.
Dari proses
kejadian, difahami bahwa manusia pada awalnya dari satu diri/jiwa, maka kemudian berkembang,
mempunyai haq yang sama, maka berikutnya yang membedakan di sisi Allah adalah
mereka yang berserah diri sebagai proses ketaqwaan mereka. Di sisi Allah
manusia super, manusia hebat dan manusia dengan kelas/peringkat tertinggi
adalah mereka yang paling bertaqwa (QS 49: 13).
Untuk memudahkan pembaca mengenai pokok-pokok fikiran dari 22 ayat yang dimulai dengan seruan kepada manusia, berikut adalah tabel yang merangkum topik mengenai ayat-ayat alquran di atas.
No |
|
Topik |
Ayat dalam
Al-Qur’an |
1 |
Dikatakan secara langsung: |
|
|
A |
Mengenalkan diri sebagai Tuhan: ·
Maha Pencipta
(Khaliq) ·
Rubbubiyah ·
Ilahiyah ·
Asmaul Husan |
QS 2: 21, 4: 1, 170, 174; 10: 23,
57, 104, 108; 22: 1, 5, 73: 31: 33: 35: 3; 5, 15; 49: 13: 82: 6; 84: 6 |
|
B |
Perintah beriman kepada Allah |
QS 4: 170 |
|
C |
Perintah Beriman kepada Hari Akhir |
QS 10: 23; 22: 1, 5; 31: 33 |
|
D |
Perintah untuk mengimani
al-Qur’an/Kitabulah |
QS 4: 170, 174; 10: 57, 108 |
|
E |
Perintah untuk Mengimani Rasul |
QS 4: 170, 174 |
|
F |
Perintah untuk beribadah kepada
Allah sebagai Rabb |
QS 2: 21, 168; 4: 1; 22: 73 |
|
G |
Seruan untuk bertaqwa kepada Allah
Swt |
QS 2: 21; 4: 1; 22: 1; 31: 33; 49:
13 |
|
H |
Larangan mengikuti langkah-langkah
syaithan |
QS 2: 168; 31: 33; 35: 5; 82: 6 |
|
I |
Panduan dalam muamalah |
QS 4: 1, 2: 168; 31: 33; 35: 5; 35:
15; 49: 13; 84: 6 |
|
J |
Perintah untuk bersyukur |
35: 3 |
|
K |
Pernyataan bahwa Janji Allah adalah
benar |
QS 35: 5; 84: 6 |
|
L |
Pernyataan peringkat tertinggi
manusia: yang paling bertaqwa |
QS 49: 13 |
|
2 |
Dikatakan melalui Nabi/Rasul |
|
|
A |
Deklarasi sebagai Rasul kepada
Manusia |
QS 7: 158; 22: 49 |
|
B |
Mengonfirmasi aspek tauhid kepada
manusia |
QS 7: 158; 10: 23 |
|
C |
Menyeru manusia untuk beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya, dan Kitab Allah. |
QS 7: 158; 10 108 |
|
D |
Menyeru manusia untuk menyembah kepada
Allah. |
QS 10: 104 |
|
E |
Meminta untuk mengikutinya |
QS 7: 158 |
C. Relevansi pesan Ayat-ayat Seruan kepada Manusia dengan Ulumul
Qur’an
Dalam Buku penulis, Al-Fatihah: Model kehidupan Seorang Muslim,
digambarkan bagaiman surat Al-Fatihah secara skematis dengan memanfaatkan
pengetahuan mengenai model dan system merupakan sistem linear kehidupan,
sebagaiman dalam gambar di bawah ini:
Gambar 1.1 Al-Fatihah: Model
sistem kehidupan seorang muslim
Dari penjelasan mengenai pesan
ayat-ayat yang berhubungan dengan seruan kepada manusia, maka topik-topik
tersebut berkorelasi dengan model system Al-Fatihah di atas.
Pengenalan nilai-nilai tauhid adalah hal pertama dan utama dalam
Dinul Islam. Bagaimana manusia diberikan petunjuk berupa akal/qabun/af’idah
dapat memahami mengenai konsep tauhid, sehingga mereka berkehendak kepada Allah
dengan janji dan motivasi dalam mengangungkan-Nya serta dengan keimanan akan
Allah dengan segala atribut serta koneskuensi dari penciptaan manusia. Inilah INPUT
dalam model system seperti dalam Gambar 1.1 di atas. Kemudia seruan untuk
beribaha dan ketaqwaan serta panduan (nilai-nilai ad-diin) yang disampaikan
dalam ayat-ayat yang telah dibahas adalah proses yang mesti diijalani oleh kaum
beriman, termasuk komitmen yang dinyatakan dalam surat Al-Fatihah, termask
komitmen isti’anah (permohonan pertolongan) dan isti’adzah (perlindungan) hanya
kepada Allah Swt ketika mendapatkan sejumlah gangguan dalam mengemban tugas
beribadah dan menjalankan fungsi kekhalifahan di muka bumi. Dan, selanjutnya
janji dan kabar gembira dari Allah untuk memberikan keselamatan, perdamaian dan
bahkan bertemu dengan-Nya, adalah relevan dengan output dan outcome dari model system
kehidupan seorang yang berserah diri.
Demikian
juga mengenai pokok-pokok pesan dari ayat-ayat seruan kepada manusia memenuhi
juga unsur-unsur al-Fatihah sebagau induk dari alquran, sebagaimana dijelaskan
dalam gambar di bawah ini:
Gambar 1.2 Lima Tahapan Kehidupan Muslim didasarkan kepada
Pokok-pokok Ajaran Alquran
Penjelasan:
1.
Kelima
tahapan mulai dari motivasi sampai dengan harapan harus berlandasakan Keimanan
dan ilmu pengetahuan; hal ini dijelaskan dengan ayat-ayat yang berisikan
penjelasan mengenai aspek-aspek tauhid termasuk beberapa argument dari Allah
Swt mengenai ketauhidan.
2.
Motivasi
selain sebagai niat juga merupakan janji; hal ini berakitan dengan ayat-ayat
berhubungan dengan QS 35: 15 bahwa manusialah yang berkehendak kepada Allah,
motivasi, ikrar dan janji sebagaimana dalam QS 1: 1-3, adalah atas kesadaran
manusia ketika telah mengetahui dan memahami seruan-Nya.
3.
Ketundukan
merupakan refleksi atas keimanan kepada Allah dalam fungsi Rubbubiyah dan
mulkiyah termasuk ketundukan kepada aturan (ad-din) dengan kesadaran bahwa kelak
akan dipertanggungjawabkan.
4.
Komitmen
dalam menjalankan ibadah (termasuk fungsi kekhalifahan di bumi) harus
didasarkan kepada Tauhid, termasuk komitmen dalam dalam ber-isti’anah dan
beristi’adzah.
5.
Do’a
yang dipanjatkan adalah do’a dalam memelihara ibadah yang bertauhid yaitu dalam
koridor terbimbing dalam Shiraathal mustaqiim yaitu dinullah atau dinul
Islam.
6.
Harapan
yang dituju adalah beroleh kenikmatan (sebagai kabar gembira) dan terhindar
dari ancaman berupa kemurkaan-Nya.
D. Universalitas adalah Nilai Fundamental dari Alquran
Kembali kepada pertanyaan di bagian pertama: Apa relevansi pesan Alquran
dengan dunia? Bagaimana dunia, baik Muslim dan non-Muslim, sama-sama mendapat
manfaat dari pesan universal dari Tuhan yang universal? Dapatkah non-Muslim
mempraktikkan nilai-nilai yang diturunkan Allah sebagaimana dalam alquran tanpa
mengakui sumber aslinya dan tanpa mengikuti panggilan ilahi secara total?
Bagi seorang muslim, kiranya sudah final dari aspek keimanan
mengenai Alquran sebagai wasiat terakhir yang diturunkan Allah Swt untuk
manusia melalui Nabi Muhammad. Kaum muslimin juga, dengan demikian percaya akan
apapun yang diturunkan-Nya kepada semua utusan sebelum N. Muhammas Saw di masa
lalu, termasuk Nabi Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, Musa, dan Nabi Isa. Alquran,
sebagaiman dijelaskan-Nya adalah haq dan membenarkan kitab-kitab sebelumnya (QS
2: 97). Alquran juga mengakui bahwa pesan ilahi telah dikirim ke semua dalam
semua bahasa dan Quran menegaskan kesinambungan pesan ilahi. "Wahai orang-orang yang telah diberi Kitab! Berimanlah
kamu kepada apa yang telah Kami turunkan (Alquran) yang membenarkan Kitab yang
ada pada kamu, sebelum Kami mengubah wajah-wajah(mu), lalu Kami putar ke
belakang atau Kami laknat mereka sebagaimana Kami melaknat orang-orang (yang
berbuat maksiat) pada hari Sabat (Sabtu). Dan ketetapan Allah pasti berlaku."
(QS 4:47)
Alquran mengakui benang merah dalam semua pesan ilahi ketika
dikatakan: "diwasiatkan-Nya kepada Nuh
dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan
ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya. Sangat berat bagi
orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka.
Allah memilih orang yang Dia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petunjuk
kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS 42:13)
1.
Benang Merah pandangan Dunia adalah “agama tauhid”
Diinullah,
al-Islam, sebagai “agama” tauhid, menjadi benang merah, merupakan tatanan Ilahi
yang sesuai dengan fitrah kejadian manusia inilah di mana universalitas
nilai-nilainya telah menjadi apa yang disebut oleh G.A Parwea sebagai
“permanent value”.
Berikut
gambaran Ad-diin dengan segala dentitas yang menyertainya:
Gambar 1.3 Identitas Dinul Islam
Keterangan:
1. Allah
telah memilihkan Dinul Islam untuk manusia[7]. Dinul Islam inilah
merupakan The Way of Life yang tidak
semua orang mendapatkan tiket untuk bergabung.
2. Dinul
Islam adalah “The way of life” dengan identitas sebagai agama yang sesuai
fitrah Allah dan kejadian manusia[8], lurus (qayyim), khalish (bersih dari syirik)[9], sempurna[10], diridhai-Nya[11], dan benar (haq)[12].
3. Sebagai
agama yang sesuai dengan fitrah Allah, segala potensi manusia sudah disiapkan
untuk mengikuti sistem ketundukan (dinul Islam) ini.
4. Namun
demikian, tidak semua orang dapat memasuki sistem ketundukan, hanya mereka yang
dibukakan hatinya oleh Allah yang dapat memasukinya[13].
5. Maka
seseorang dimulai dengan condong dan terus memperjuangkan kebenaran (hanif), tidak musyrik, disertai ketundukan
sebagaimana makna Al-Islam, maka merekalah yang berpotensi mendapatkan tiket
dari-Nya untuk bergabung secara kaffah.
6. Akhir
dari system ketundukan adalah penyerahan diri secara total[14].
Dalam QS 30:30, Dalam Tafsir
Al Misbah, Jilid 11, dijelaskan bahwa Allah yang telah menciptakan manusia atas
fitrah itu, maka
ini berarti bahwa “tatanan” yang benar, yaiti dinul Islam mengandung
ajaran-ajaran yang sejalan dengan fitrah manusia., dan sikap manusia seharusnya
dibarengi dengan sikap hanif, yaitu
condong/lurus (tidak bengkok) kepada “agama” tauhid. Allah telah menyiapkan
kelengkapan manusia baik material dan immaterial
yang dapat menjalankan konsep dan sistem ketundukan ini.
Izin Allah untuk memasuki
dinul Islam, hal ini adalah prinsip yang sama dalam hidayah menuju shirathal mustaqiim. Untuk itu, sebagian
ulama tafsir, menerjemahkan “shirathal mustaqiim” dengan dinul Islam. Memasuki
dinul Islam harus dilakukan secara kaffah[15]
dengan tetap memurnikan ajaran tauhid (mukhlishina
lahuddin)[16]
sejalan dengan identitas dinul Islam sebagai ajaran yang terbebas dari syirik (khalish). Selanjutnya seseorang yang
sudah masuk dalam Al-Islam maka dia harus istiqamah dan ‘itisham. Istiqamah
dari triliterasi: qaf waw
mim,
berarti: berdiri tegak. Dalam QS 41:30 dan 46: 13, seorang yang beristiqamah
adalah mereka yang teguh pendirian dalam bertauhid.
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan
kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka
malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu
merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (QS 41: 30)
Orang yang telah
beriman dengan proklamasi “Tuhan kami adalah Allah” dan konsisten dengan
ucapan tersebut, maka para malaikat akan menguatkan dengan kabar untuk tidak
takut dan bersedih dan kabar gembira dengan pahala yang dijanjikan kepada mereka.
Kondisi ini sama dengan kondisi orang-orang beriman dan beramal shaleh.
Dalam QS 9:7 sikap teguh pendirian
(dalam sebuah perjanjian) termasuk ciri orang yang bertaqwa (lihat juga dalam
QS 72:16). Dalam QS 42: 13, teguh pendirian disandarkan kepada penegakkan agama
dan tidak memecah belahnya dan di ayat 15 surat yang sama, teguh pendirian
diartikan sebagai ketaatan dalam menjalankan perintah-Nya, hal yang sama dalam
QS 11:112. Pada akhirnya, seorang mustaqim
yang berada dalam jalan lurus lah yang dapat mengambil pelajaran dari alquran
(QS 81: 28).
Kata istiqamah ini juga satu
akar kata dengan “aqama/aqamuu/yuqimu/yuqimuuna” yang berarti menegakkan.
Menegakkan shalat mempunyai kedekatan makna dengan sikap istiqamah dalam
menjaga keimanan dan selanjutnya memelihara kebaikan (amalan shalihan),
yang telah disebut sebagai bentuk keterhubungan dalam menegakan dinullah.
Demikian juga kata istiqamah
mempunyai akar kata yang sama dengan mustaqiim, misal dalam frase “Shirathal
mustaqim”. Shirathal mustaqiim adalah dinul Islam[17],
dan akhir dari sistem ketundukan adalah ketundukan itu sendiri, yaitu kondisi
ber-Islam, penyerahan diri secara total kepada Allah, maka ini pula yang
diucapkan Nabiyullah Ibrahim dalam wasiatnya kepada anak-anaknya bahwa Islam
telah dipilihkan oleh Allah dan jangan sampai wafat tidak dalam ber-Islam.[18]
Sementara itu kata ‘itisham (‘ain
shad mim), I’tashimu berarti memegang
kuat/teguh. I’tisham ini biasa
disandarkan kepada (tali) Allah. Memegang kuat ketauhidan dan dinullah (3: 101,
103, 22: 78), lawannya adalah memecah belah (faraqu) dinullah (3: 103, 6: 159, 30:32).
Telah dibahas bahwa model manusia
yang beriman[19]
adalah mereka yang secara konsisten menegakkan shalat. Sudah difahami pula
bahwa shalat merupakan upaya penegakkan ad-diin. Dengan demikian bahwa sikap
istiqamah, ‘itisham, khalis, kaffah dan hanif yang berhubungan dengan ad-diin
adalah sikap-sikap para mushalliin. Dan kebaikan-kebaikan musholliin, dalam
menegakkan dinullah telah dibahas, seperti: berbuat baik melalui sedekah, infak
dan harta mereka kepada yang membutuhkan, memelihara kehormatan diri, menjaga
amanat dan janji. Demikian juga kebaikan dari setiap pembicaraan mereka
dipenuhi dengan kebaikan-kebaikan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup
manusia, menjunjung kebenaran dan perdamaian di antara manusia[20].
Dalam QS 13: 17, disebutkan:
وَاَمَّا
مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِى الْاَرْضِۗ…bahwa
manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya, akan tetap survive di bumi
ini. Inlah profil sebaik-baiknya ciptaan Allah dan sebaik-baiknya
manusia. Kemanfaatan dari seseorang dalam lingkungannya ini, dalam bahasan
sebelumnya mereka yang paling bertaqwa di pandangan Allah Swt.
2.
Permanent
Value sebagai Nilai Universal[21]
Nilai-nilai
yang tidak berubah atau
permanent value
Ide-ide ini secara konstan
memberikan panduan bagi para reformis dan idealis tanpa memandang latar
belakang agama atau etnis mereka di seluruh dunia selama berabad-abad.
Ironisnya, meski mengakui supremasi ide-ide ini, banyak kelompok dan pemimpin
Muslim di dunia Muslim yang sering menegasikannya melalui tulisan atau tindakan
mereka. Tidak ada masyarakat manusia yang dapat hidup dalam keadaan stabil dan
berkembang tanpa menerima ide-ide ini dan berusaha untuk menjalaninya.
Berikut permanent value yang
dinyatakan dalam alquran:
Kemanusiaan
Alquran menekankan pada keesaan
manusia. Ini memperkenalkan gagasan tentang asal mula manusia dan nenek moyang
yang sama di empat tempat berbeda dan mengatakan bahwa manusia berasal dari
satu sel atau jiwa.
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri (satu jiwa), dan dari padanya Allah
menciptakan pasangan-nya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang tak terhitung jumlahnya. Dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta (hak/rignts)
satu sama lain (mutual);, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS
4: 1)
Ayat yang telah dibahas dalam bagian
sebelumnya ini, dijelaskan dalam 3 tempat lainnya, yaitu:
"Dan Dia-lah yang telah menciptakan kamu dari satu jiwa (diri
yang satu): di sini adalah tempat persinggahan dan tempat keberangkatan: Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda
(kebesaran Kami) kepada orang-orang yang mengetahui/mengerti." (QS
6:98)
Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu
(Adam) dan daripadanya Dia menciptakan pasangannya, agar dia merasa senang
kepadanya. Maka setelah mereka bersatu, (istrinya) mengandung kandungan yang
ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian ketika dia
merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhan Mereka
(seraya berkata), “Jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami akan
selalu bersyukur.” (QS 7: 189)
Dia menciptakan kamu dari diri/jiwa yang satu
kemudian darinya Dia jadikan pasangannya dan Dia menurunkan delapan pasang
hewan ternak untukmu. Dia menjadikan kamu dalam perut/rahim ibumu kejadian demi
kejadian dalam tiga selubung kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah
Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang memiliki kerajaan/kekuasaan. Tidak ada tuhan
selain Dia; maka mengapa kamu dapat dipalingkan? (QS 39: 6)
Dengan demikian tujuannya adalah
untuk memastikan bahwa persatuan umat manusia tidak pernah dikompromikan dan
perbedaan yang ada di antara manusia diselesaikan melalui proses saling
pengertian atas dasar gagasan yang diturunkan ilahi di atas.
Prinsip ini berarti terdapat
kesetaraan saat kita lahir begitu juga saat kita mati. Semua manusia, menurut Alquran,
adalah anggota dari satu persaudaraan/komunitas dan cabang-cabang pohon yang
sama. Alquran menyatakan: ‘Manusia adalah
umat/bangsa yang satu...’ (QS 2: 213).
Perbedaan ras atau mengelompokkan
manusia ke dalam kompartemen yang berbeda dari masyarakat dan bangsa dengan
menggambar garis di dunia adalah bertentangan dengan gagasan tentang manusia
sebagai satu kesatuan, dan bertentangan dengan maksud dan tujuan alam itu
sendiri. Hanya ada satu kriteria untuk kelompok dan tidak ada yang lainnya -
bahwa mereka yang percaya (beriman) pada ketetapan Allah, dan satu golongan
lagi adalah mereka yang tidak peduli dan menjalani kehidupan mereka dengan menentang
kesatuan tersebut, seperti yang dikatakan dalam Al Qur'an: Dia-lah yang menciptakan kamu (sebagai manusia), tetapi salah satu dari
kamu menolak dan yang lain percaya (QS. 64: 2).
Alquran mengakui keragaman dalam
umat manusia tetapi menggambarkannya sebagai aspek eksistensi fungsional dan
bukan struktural.
Dalam alquran
disebutkan bahwa, untuk
setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang (sir’atan
wa minhajan)
mudah bagi Allah untuk menjadikan manusia ini dalam satu bangsa yang utuh (ummatin
wahidan). Namun justru perbedaan inilah yang Allah jadikan sebagai ujian,
dan kebaikan di antara ummat itulah menjadi pembeda yang mendasar, maka Allah
menyerukan kompetisi dalam perjuangan kebaikan (fastabiqul khairaat). Tujuan manusia semuanya semua adalah kepada Allah. Dialah yang akan
menunjukkan kebenaran hal-hal yang Anda perselisihkan [23].
Penegasan Alquran tentang keesaan
umat atau kesetraaan manusia adalah pesan yang kuat bagi semua orang yang masih
ingin hidup dalam kepompong suku, nasional dan etnis mereka sendiri tanpa rasa
hormat dan menghargai yang lain. Alquran tidak ingin seseorang membatalkan
identitasnya sejak lahir tetapi ingin identitas itu meningkatkan inklusivitas
daripada eksklusif.
Hal ini ditegaskan dalam QS 49: 13, sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Allah menciptakan manusia dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan mereka berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya mereka saling kenal-mengenal (bukan agar kamu membenci
(satu sama lain).
Gagasan bahwa terlepas dari
perbedaan dalam DNA dan sidik jari kita, kita semua memiliki asal mula yang
sama dan dapat berhubungan satu sama lain menerima setiap manusia sebagai
bagian dari keluarga besar kita apakah kita dapat melacak garis keturunan kita
atau tidak dengan sendirinya merupakan ide pemersatu yang kuat, sebuah ide yang
waktunya akhirnya tiba di dunia yang menyusut setiap hari.
Martabat
Manusia
Sejak
lahir kita dikarunia kepribadian yang masing-masing, unik sifatnya, entitas
yang sama dalam respek dan penghargaan. Perbedaan di antara kita tidak
mengurangi hal itu semua, baik dalam kelahiran, keluarga, ras, suku, jenis
kelamin, kebangsaan, agama warna, bahasa, budaya, tradisi dan lainnya. Alquran
sangat menekankan pada martabat manusia, sebagaimana difirmankan-Nya:
"Kami
telah menganugerahkan martabat kepada anak-anak Adam; memberi mereka
transportasi di darat dan laut; memberi mereka untuk makanan hal-hal yang baik
dan murni; dan menganugerahkan kepada mereka nikmat khusus, di atas sebagian
besar ciptaan kami." (QS 17:70)
Martabat
terdiri dari hak dan kewajiban. Ini berarti bahwa semua manusia diciptakan
sederajat oleh Satu Pencipta, dan tidak ada yang lebih tinggi dari yang lain
atas dasar kelahiran atau keluarga atau sukunya. Hanya Allah sendiri hakim yang
memutuskan siapa yang hidup sesuai dengan status martabatnya dan menerima
martabat orang lain. Martabat juga berarti bahwa manusia memiliki hak untuk
hidup, hak kebebasan beragama, hak atas kebebasan gaya hidup, hak untuk
bekerja, hak atas keamanan dan hak untuk berkeluarga terjamin, bahkan jika itu
berarti manusia tidak menerima bimbingan ketuhanan.
Alquran tidak ingin orang merampas
hak-hak orang lain karena warna kulit, jenis kelamin atau bahkan agama. Alquran
tidak mengutamakan yang satu atas yang lain. Alquran tidak mengatakan bahwa
hanya Muslim atau yang beriman kepada Tuhan yang berhak atas martabat atau hak
yang terkait dengan martabat. Ini berbicara dalam istilah yang lebih luas dan
menyatakan bahwa tidak ada yang memiliki hak untuk menyangkal martabat manusia
yang merupakan hak yang diberikan Tuhan.
Belum lama berselang, dunia mengalami
kesulitan dalam menyadari validitas pesan Alquran ini. Orang-orang
didiskriminasi berdasarkan etnis atau jenis kelamin atau status mereka dan para
ulama dan pakar politik memberikan pembenaran untuk diskriminasi ini. Kasus
klasik penolakan martabat ini dapat ditemukan di India di mana menurut kitab
suci agama sekelompok orang dikategorikan sebagai kasta rendah atau tak
tersentuh karena kelahiran mereka dalam kelompok sosial tertentu. Meskipun
India telah melarang hal itu dalam konstitusinya dan secara hukum diskriminasi
semacam itu dapat dihukum, namun masih dipraktikkan secara luas di negara
tersebut. Di Amerika Serikat, menurut sumber artikel: “Quran's Message for
Humanity” memiliki kata "N" untuk orang Afrika-Amerika yang populer
selama beberapa abad dan masih diucapkan dalam beberapa sesi pribadi. Tetapi
tidak ada seorang pun di dunia saat ini yang dapat membantah pemisahan dan
diskriminasi atas dasar ras, agama, jenis kelamin, dll. Dunia telah mulai
menyadari dan menerapkan pesan Alquran tentang martabat umat manusia. Pesan ini
relevan di zaman kita lebih dari sebelumnya, terlepas dari apakah Muslim
mempraktikkannya atau tidak karena pasti dapat menginspirasi orang dari semua
agama untuk berdiri bersama dalam membela martabat manusia semua.
Kebebasan
dan Toleransi
Kebebasan
Karena setiap manusia dilahirkan
merdeka, maka dia harus tetap bebas. Terlepas dari kenyataan bahwa kita hidup
di dunia yang bebas, kita sering menjumpai undang-undang yang mengatur
kebebasan orang. Penjelasan yang diberikan dalam hal ini adalah bahwa
undang-undang ini sangat diperlukan untuk menjaga hukum dan ketertiban serta
melindungi hak asasi manusia. Namun, lebih dari itu mereka disalahgunakan untuk
menindas kelas orang tertentu. Alquran menawarkan solusi untuk situasi rumit
ini, tetapi pertama-tama ia menekankan fakta bahwa tidak lain adalah Allah yang
memenuhi syarat untuk membatasi umat manusia,
Menurut Alquran, kebebasan berarti
tidak ada yang bisa memeras ketaatan dari manusia lain. Hanya Nilai-Nilai
Alquran yang harus diikuti karena hanya dengan beroperasi dalam batasan
Nilai-nilai inilah diri dapat berkembang. Lihat QS 3:78 di bawah ini:
Dan sungguh, di antara mereka niscaya ada
segolongan yang memutarbalikkan lidahnya membaca Kitab, agar kamu menyangka
(yang mereka baca) itu sebagian dari Kitab, padahal itu bukan dari Kitab dan
mereka berkata, “Itu dari Allah,” padahal itu bukan dari Allah. Mereka
mengatakan hal yang dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui. (3: 78)
Ini berarti:
(Prinsip dasar Dinullah adalah) bahwa tidak ada manusia - meskipun Allah
mungkin telah memberinya kode hukum (Code of Law) atau kekuatan untuk
menegakkannya atau bahkan Nubuwwat - memiliki hak untuk mengatakan kepada
orang-orang, “Kamu harus menaati saya bukan kepad Allah”.
Untuk itu dalam QS
5: 44, dinyatakan:
…Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia,
(tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga
murah. Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itulah orang-orang kafir.(QS 5: 44)
Berikutnya adalah Kebebasan untuk
memilih (tanpa paksaan).
Tanggung jawab atas tindakan seorang manusia
ditentukan oleh kemauan dan niatnya sendiri. Itu adalah pilihan kita dalam
hidup yang menentukan kita. Alquran mengundang kita untuk menggunakan kekuatan
akal dan nalar kita untuk memperoleh bukti untuk kemudian membuat keputusan
yang tepat. “dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat
Tuhan mereka, mereka tidak bersikap sebagai orang-orang yang tuli dan buta”.
(QS 25:73) atau dalam QS 17: 36:
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak
kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan
diminta pertanggungjawabannya.”
Ini adalah dasar
dari konsep empiris dalam ilmu pengetahuan. Bahwa apapun yang kita pilih
sebagai keputusan harus berdasarkan kekuatan akal dan nalar.
Toleransi
Kebebasan untuk memilih berarti kita
perlu bersikap toleran dan menerima pilihan yang dibuat oleh orang lain dalam
hidup mereka. Alquran meminta kita untuk memahami hal ini pada tingkat
fundamental yaitu dengan memiliki diri dengan kebebasan untuk memilih, kita
perlu mengakui keadaan ini ada pada orang lain dan menerimanya. (Lihat QS 2:
256 dan 22:40).
Kebenaran sebagai kriteria
Nilai intrinsik
setiap individu manusia adalah sama dengan keseragaman, tetapi kriteria untuk
menentukan posisi dan status relatif setiap individu terletak pada pribadi dan
karakter yang dimilikinya: Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang
telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan)
pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan. (QS 46:19),
Tingkat perkembangan diri dan
perilaku individu harus menjadi kriteria untuk tanggung jawab yang lebih tinggi
dalam masyarakat. Alquran menyatakan: “Yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah adalah yang terbaik dalam kebenaran (taqwa)”. (49:13)
Universalisasi
Sumber Daya Alam
Pesan Alquran lain yang relevan bagi
umat manusia pada umumnya adalah penekanannya pada universalitas sumber daya
alam. Bumi, lautan, air langit, dan angin adalah untuk kepentingan semua orang.
Tidak ada yang bisa memonopoli mereka untuk penggunaan eksklusif mereka. Tidak
ada yang dapat menggunakan akses mereka ke sumber daya ini untuk menyangkal hak
orang lain yang diberikan kepada mereka. Demikianlah Alquran menyatakan, "Dialah
yang telah menciptakan untukmu segala sesuatu yang ada di
bumi; terlebih lagi rancangan-Nya memahami langit, karena Dia memberikan
ketertiban dan kesempurnaan pada tujuh cakrawala; dan dari semua hal Dia
memiliki pengetahuan yang sempurna." (QS 2:29)
Distribusi sumber daya manusia
dengan cara yang menjamin martabat dan kesatuan umat manusia merupakan
tantangan besar bagi umat manusia. Telah terjadi peperangan untuk memperebutkan
tanah dan akses ke sumber daya alam seperti air, tanah atau gas tanpa disadari
bahwa tidak satupun dari kekayaan alam tersebut diciptakan oleh manusia, namun
manusia selalu memperebutkan keserakahan mereka untuk mengontrolnya.
Alquran menjelaskan bahwa tujuan
menyediakan sumber daya ini adalah untuk memastikan bahwa manusia tidak
kehilangan kebutuhan dasarnya untuk bertahan hidup. Ia meminta manusia untuk
tidak menggunakannya untuk mengeksploitasi sesama manusia. Dunia kita saat ini
memiliki sekitar 1,6 miliar orang yang tidur dalam keadaan lapar setiap malam.
Dunia kita memiliki lebih dari 60 persen populasi yang berpenghasilan kurang
dari satu dolar sehari. Malnutrisi biasa terjadi dan begitu pula tunawisma.
Orang-orang kehilangan air minum meskipun ada banyak sumber air tawar.
Masyarakat masih terpaksa hidup di jalanan dan di bawah langit terbuka meski
ada banyak lahan untuk menyediakan perumahan bagi semua orang.
Dalam lingkungan agama, setiap orang
berbicara tentang pengentasan kemiskinan atau setidaknya memastikan bahwa
kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi. Pesan Alquran tentu memberikan petunjuk
dalam hal ini dan mengajak orang untuk bekerja sama untuk memastikan bahwa
tidak ada yang tidur dalam keadaan lapar dan tidak ada yang tunawisma. Alquran
membahas masalah kebutuhan dasar manusia dengan sangat rinci dalam QS 90: 12 –
18 ketika menjelaskan apakah jalan mendaki lagi curam ini? Siapa lagi yang bisa
memberitahumu lebih baik dari Yang Mahakuasa? Jadi dengarkan: Pendakian yang
menanjak adalah bahwa manusia seharusnya tidak hanya menjaga dirinya sendiri.
Di mana pun dia melihat leher manusia terjebak dalam segala jenis penaklukan
atau perbudakan, dia harus membebaskannya. Artinya, hal pertama dan terpenting
yang harus dilakukan adalah membangun sistem di mana tidak ada orang yang
ditundukkan atau ditundukkan oleh orang lain. Setiap orang berjalan dengan dagu
terangkat, dengan kebebasan fisik dan mental total. (Dia tidak harus mengikuti
dan menaati hukum apapun kecuali hukum Allah Yang Maha Kuasa.) Dan selama
periode ketika beberapa orang mengambil alih semua sumber utama penghidupan dan
menciptakan keadaan kesusahan dan kelaparan umum, sistem ini harus
memperhatikan kebutuhan. dari mereka yang, meski tinggal di antara orang lain,
merasa kesepian dan tidak berdaya; atau kebutuhan mereka yang harus bekerja
keras untuk mendapatkan sepotong makanan. Mereka adalah orang-orang yang
beruntung dan makmur di jalan yang benar, menikmati kesenangan hidup.
Keadilan
bagi Semua
Alquran tidak hanya menekankan
keadilan tetapi juga merekomendasikan langkah menuju keadilan, yaitu bekerja
untuk kebaikan orang lain dengan mengorbankan kepentingan seseorang, memberikan
keadilan, tidak ada perbedaan yang dibolehkan antara teman dan musuh, kami dan
orang lain (mereka):
“…Jadilah
kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil.
Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa.
Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu
kerjakan.” (QS 5: 8)
Senada dengan ayat ini dapat dilihat
dalam QS 4: 105, 135:
Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi
saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak
dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah
lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan
(kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti
terhadap segala apa yang kamu kerjakan.
(QS 4: 105)
Di sisi lain adalah mereka yang juga
setia pada keyakinannya. Mereka selalu mengutamakan kebutuhan para pendatang
baru, bahkan jika mereka sendiri fakir dan menjalani kehidupan yang sulit (QS59:
9). Alquran mengingatkan bahwa orang yang cenderung mencapai kemakmuran adalah
mereka yang mengubah kepribadiannya dan tidak lagi mengesampingkan orang lain
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri secara egois. Menyadari bahwa kebutuhan
orang lain lebih menuntut, mereka secara sukarela mengizinkan mereka untuk
memenuhinya terlebih dahulu.
Setiap masyarakat manusia menerima keadilan
sebagai nilai intinya, namun kami menemukan bahwa setiap masyarakat manusia
melanggar nilai-nilai yang dinyatakannya sendiri dan mempromosikan
ketidakadilan atas dasar perpecahan yang telah diciptakan orang di antara
mereka sendiri. Begitu banyak ketidaksetaraan, penghinaan dan penolakan hak
asasi manusia terjadi di dunia kita hanya karena orang cenderung melihat
keadilan bagi orang lain sebagai tidak mengikat. Namun, tanpa berpegang pada
keadilan, mustahil untuk memikirkan martabat, persatuan atau universalitas kemanusiaan.
Perubahan hukum Allah dinyatakan sebagai ketidakadilan oleh Alquran (50:29).
Perdamaian
adalah tujuannya
Tujuan akhir manusia di dunia ini
adalah untuk mengamankan masyarakat manusia yang damai sehingga keluarga yang
damai dapat melindungi kepentingan individu yang damai untuk mencapai potensi
sejatinya dalam berunding tentang tujuan hidup ini dan mempersiapkan kehidupan
yang abadi dalam segala arti istilah. Persatuan kemanusiaan, martabat, keadilan
dan universalitas sumber daya manusia membuka jalan bagi perdamaian. Mereka
membebaskan manusia dari duniawi dan profan serta membawa mereka ke alam luhur
dan sakral. Mereka memastikan bahwa manusia mendamaikan antara keserakahan dan
kebutuhan mereka.
Mendefinisikan tujuan dari
bimbingannya, Alquran mengatakan bahwa "Dengan
Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya
menuju jalan keselamatan/kedamaian, dan (dengan Kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang itu dari gelap gulita menuju cahaya dengan izin-Nya, dan
menunjukkan mereka ke jalan yang lurus.
(QS 5:16)
Alquran mengulangi pesan beberapa
kali bahwa tujuan dari upaya manusia adalah untuk memungkinkan manusia untuk
tinggal di tempat tinggal yang damai, "Bagi
mereka akan menjadi tempat yang damai (daarussalam) di sisi Tuhannya. Dan
Dialah pelindung mereka karena amal kebajikan yang mereka kerjakan.” (QS
6: 127). Ayat ini setelah Allah memberikan jalan kedamaian, jalan lurus yaitu
al-Islam melalui bimbinganNya. (Lihat QS 6: 125-126). Juga dapat disimak dalam
QS 10: 25:
"Dan [ketahuilah bahwa] Tuhan mengundang [manusia] ke
kediaman damai (daarussalam), dan membimbing dia yang berkehendak [untuk
dibimbing] ke jalan yang lurus."
Dengan demikian, pesan Alquran
bersifat universal dan abadi. Ketuhanan menetapkan standar melalui pesan yang
disampaikan kepada manusia. Terserah individu untuk mencari jalan persatuan,
martabat, universalitas, keadilan dan perdamaian bukan jalan untuk berdebat
dengan masing-masing siapa yang lebih baik dari yang lain atau siapa yang
memenuhi syarat untuk mendapatkan rahmat Tuhan dan siapa yang tidak. Biarlah
dunia tidak merampas manfaat dari petunjuk ilahi karena perilaku sektarian,
rabun dan sering arogan di pihak beberapa kelompok Muslim. Biarlah dunia
memanfaatkan nilai-nilai yang universal ini dan akan membantu semua orang. Seorang
Muslim juga tidak boleh segan bergabung dengan mereka yang bekerja untuk
nilai-nilai ini bahkan jika pendukung mereka kebetulan adalah mereka yang
menganut agama lain atau tidak beragama.
Alhamdulillah.
Semoga bermanfaat.
Garut, 2 Januari 2021
[1]
https://corpus.quran.com/wordbyword.jsp
[2]
https://www.islamicity.org/15570/the-quran-provides-universal-absolute-values-for-humankind/
[3]
ibid
[4]
Dapat dilihat dalam Tabel di halaman berikutnya.
[5]
Wawasan Al-Qur’an, Cetakan ke-13, Mizan, 1996
[6]
ibid
[7]
QS 2:132
[8]
QS 30: 30
[9]
39: 3
[10]
QS: 5: 3
[11]
ibid
[12]
QS 48: 28
[13]
QS 6: 125, 39: 22
[14]
QS
2:132, 3: 102
[15]
QS 2: 208
[16]
QS 98: 5
[17]
QS 6: 161, 10: 2
[18]
QS 2:132, 3: 102
[20]
QS 4: 114
[21]
Sumber utama bagian ini penulis kutip dari dua artikel Qur’ans Message for
Humanity dan Permanent Value
[22]
Quran's Message for Humanity, https://www.islamicity.org/6509/qurans-message-for-humanity/
[23]
QS 5: 48, juga 2: 148