Pesan Al-Qur'an bagi Dunia

 

Pesan Alquran untuk Dunia

Taddabur ayat-ayat yang berhubungan dengan “seruan kepada manusia”

Oleh: Setiadi Ihsan

 

A.   Universalitas Qur’an?

Ketika ditanyakan apakah kitab suci kaum muslimin, maka jawabannya adalah alquran, dan ini adalah jawaban yang tepat. Namun ketika ditanyakan, apakah alquran merupakan kitab suci yang hanya berlaku bagi kaum muslimin? Maka, tidaklah tepat ketika kita memebenarkannya. Hal ini mengacu kepada penjelasan alquran itu sendiri, yaitu:

1.   Alquran merupakan wahyu Ilahi yang menyatakan sebagai Tuhan Semesta Alam/Rabbul ’alamiin (QS 1: 2), artinya Allah bukan hanya Tuhan kaum muslimin saja.

2.    Dalam QS Alqalam (68) ayat terakhir (ayat 52), menyatakan: “Padahal (Alquran) itu tidak lain adalah peringatan bagi seluruh alam.”

3.     Demikian pula Nabi Muhammad Saw yang menjadi Nabi penerima amanah alquran diutus untuk seluruh alam (QS 21: 107).

4.  Alquran sendiri, selain mejadi petunjuk (hudan) bagi kaum muslimin, Allah Swt telah menyatakan bahwa alquran pun berlaku sebagai petunjuk bagi manusia (QS 2: 185; 3: 4).

5.  Terdapat, setidaknya 19 seruan Allah Swt yang ditujukan kepada manusia dengan kalimah pengantar: Yaa ayyuhannas, yang menunjukkan seruan kepada seluruh manusia dan dua ayat dengan pengantar: “yaa ayyuhal insan”.

6.     Penggunaan tiga kata dalam bahasa Arab yang berarti manusia, yaitu kata “nas” (نَّاس , nūn wāw sīn -ن و س) terjadi 241 kali dalam bentuk kata benda, berikutnya “ins”, -hamzah nun sin (أ ن س)-, terjadi 123 kali dalam 11 bentuk turunannya, serta “basyar”, - bā shīn rā (ب ش ر)-  terjadi 97 kali dalam 6 varisi bentuk kata[1]. Hal ini berarti ada 461 pengulangan kata manusia yang menunjukkan pembahasan mengenai tema-tema mengenai manusia melebihi penggunaan kata muslim (muslim, muslimiin, muslimuun, muslimaat) hanya 43 kali.

Dengan keterangan ayat-ayat Allah di atas, bagaimana kita dapat menyimpulkan bahwa kitab suci alquran hanya berlaku untuk kaum muslimin saja? Namun, sebaliknya, nilai-nilai alquran harus dan demikian adanya bersifat universal.

Selanjutnya adalah apa relevansi pesan Alquran dengan (masyarakat) dunia? Bagaimana dunia, baik Muslim dan non-Muslim, sama-sama mendapat manfaat dari pesan universal dari Tuhan yang universal? Dapatkah non-Muslim mempraktikkan nilai-nilai yang diturunkan Allah sebagaimana dalam alquran tanpa mengakui sumber aslinya dan tanpa mengikuti panggilan ilahi secara total?

Mari kita bertaddabur tentang ayat-ayat yang menunjukkan masa turunnya alquran. Dimulai dari QS Ad-Dukhan (59). Setelah alquran dijelaskan sebagai Kitab/Buku yang nyata (59:2), selanjutnya diFirmankan-Nya: “sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi (فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ).  Sungguh, Kamilah yang memberi peringatan.” (59.3). Pada Malam yang diberkahi, itulah waktu diturunkannya alquran. Selanjutnya dijelaskan: Pada (malam itu) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah (فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍۙ),”

Terma jahiliyah, masa pra alquran diturunkan menjelaskan masa gelap atau suram dari masayarakat dengan ketidakjelasan mengenai mana yang benar dan salah, sehingga kegelapan total dari nilai yang berkembang saat ini dinamakan era jahiliyah. Inilah berkah Allah, pada malam diturunkannya alquran, bahwa benar dan salah, kebenaran dan kepalsuan, apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak - semua ini telah dipisahkan sepenuhnya oleh Alquran. 

Kondisi umat manusia sangat suram dan hidup di zaman kegelapan - disebut sebagai لیل (Layl) dalam [97: 1] - pada saat Alquran diturunkan.  Seluruh dunia diselimuti kegelapan total pada saat itu.  Inilah era tanpa wacana beradab; tanpa norma budaya; dan inilah era tanpa pengetahuan dan alasan untuk menyelesaikan masalah-masalah di masyarakat.  Istilah Alquran لیل (Layl) menggambarkan keadaan kegelapan yang melayang-layang di atas umat manusia pada saat itu.  Tidak ada cahaya pengetahuan yang bersinar di mana pun.  Para utusan telah datang ke berbagai bangsa membawa pesan cahaya Ilahi [14: 5, 33:43], tetapi sepeninggal mereka, manusia kembali meninggalkan pesan cahaya-terang itu dan kembali ke kegelapan [2: 257].  Oleh karena itu pada saat itu umat manusia di manapun berada dalam kegelapan yang begitu banyak sehingga disebut sebagai Periode Ketidaktahuan/kebodohan (Jahiliyyah).  Sumber cahaya ilahi Alquran dimulai dalam kegelapan ini untuk menghalau kegelapan yang menyelimuti umat manusia (14: 1, 5:16, 57: 9, dan 65:11).[2]

Alquran mengatakan: [44: 4] فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ - semua hal telah dipisahkan dengan jelas (dari yang salah);  kebenaran telah dipisahkan dari kepalsuan.  Nilai relatif telah dipisahkan dari Nilai Mutlak.  Pemisahan nilai relatif dan absolut ini tidak bersifat sementara tetapi permanen yang berlaku untuk seluruh umat manusia selama-lamanya hingga selama-lamanya.  Dalam QS 97: 1, Firman Allah: إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ -Kami mengungkapkan Alquran ini dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang permanen pada saat dunia diselimuti kegelapan, tanpa cahaya wahyu.  Karenanya, malam ketika wahyu dimulai memang merupakan awal dari sebuah era baru; yang dengan jelas memisahkan nilai relatif materialistik fisik dari nilai permanen humanistik.  Hewan, sebagai lawan manusia, hidup murni pada tingkat materi fisik.  Mereka tidak membutuhkan nilai mutlak untuk dijalani.  Misalnya, hewan tidak memiliki kemampuan untuk membedakan peternakan pemiliknya dari peternakan lain dalam hal mengisi perutnya.[3]

Insyaa Allah, di bagian akhir, cahaya Ilahi yang menyinari dunia ini akan dibahas sebagai permanent/absolute value berupa ide-ide ke-ilahi-an mengenai nilai-nilai yang berlaku secara universal.

B.   Taddabur Ayat-ayat Seruan kepada Manusia

Risalah ini ditulis sebagai bentuk berbagi atas hasil taddabur terhadap alquran khususnya mengenai ayat-ayat yang berisikan seruan langsung dan tidak langsung dari Allah kepada seluruh manusia.

Berbeda dengan seruan kepada orang-orang yang beriman (yaa ayyuhalladziina aamanuu), di mana Allah secara langsung menyeru manusia, maka seruan kepada manusia (yaa ayyuhannas), ada yang secara langsung (kalimat langsung) disampaikan Allah Swt, ada juga yang disampaikan melalui Nabi/Rasul dengan didahului kata “qul” yang merujuk kepada Nabi Muhammad, menjadi qul yaa ayyuhannas yang berarti: katakanlah (wahai Muhammad), “Wahai sekalian manusia…”, atau “faqul”, menjadi  faqul yaa ayyuhannas, yang berarti  maka katakanlah (wahai  Muhammad), “Wahai sekalian manusia…”.

Selain yaa ayuuhannas, ditemukan sebanyak 19 kali dalam al-Qur’an[4] juga terdapat dua ayat dengan menggunakan kata insan untuk menyeru manusia, menjadi yaa ayyuhal insan.

Menurut Quraish Shihab[5], term “al-nas” secara umum menggambarkan manusia universal netral tanpa sifat. Sifat tertentu yang membatasi atau mewarnai keberadaannya, sedangkan kata “insan” pada umumnya menggambarkan makhluk manusia dengan berbagai potensi dan sifat. Kata insan, digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan.

Selain al-naas dan al-ins/al-insan, dalam al-Qur’an juga digunakan kata basyar dan baani (anak) Adam atau Dzuriyat (keturunan) Adam. Kata “Basyar” digunakan untuk menunjuk manusia dari sudut lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya[6].   

Berikut adalah pengenalan mengenai topik yang dibahas dalam ayat-ayat yang dimulai dengan seruan kepada manusia.

1.  Tuhan yang Benar Adalah Tuhan Yang Mengenalkan Diri-Nya bahwa Dialah Tuhan dengan Segala Atribut Ketauhidan.

Delapan ayat dari 21 ayat seruan kepada manusia, Allah Swt menjelaskan siapa diri-Nya dengan mengungkapkan aspek ketuhanan (Tauhid), yang meliputi: Tauhid Ilahiyah, rubbubiyah termasuk sebagai pencipta (al-khaliq), dan sifat-sifat atau nama yang melekat pada Allah Swt yang biasa dikenal dengan Asmaul Husna.

Allah, sebagai nama Tuhan, tiada tuhan selain Allah, inilah prinsip dari Tauhdi Ilahiyah. Tauhid Ilahiyah inipun dikenalkan dalam beberapa ayat yang bertemakan seruan kepada manusia, seperti pada QS Yunus (10) ayat 104, sebagaimana di bawah ini:

قُلْ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِن كُنتُمْ فِى شَكٍّۢ مِّن دِينِى فَلَآ أَعْبُدُ ٱلَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلَـٰكِنْ أَعْبُدُ ٱللَّهَ ٱلَّذِى يَتَوَفَّىٰكُمْ ۖ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ

Katakanlah (Muhammad): "Hai manusia, jika kamu masih dalam keragu-raguan tentang agamaku, maka (ketahuilah) aku tidak menyembah yang kamu sembah selain Allah, tetapi aku menyembah Allah yang akan mematikan kamu dan aku telah diperintah supaya termasuk orang-orang yang beriman".

Ayat ini, adalah contoh seruan kepada manusia secara tidak langsung, artinya disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw.  Ayat ini menjelaskan mengenai identitas khas dari Dinul Islam, yaitu ad-diin dimana yang disembah adalah Allah bukan tuhan lain, siapa Allah? dalam ayat ini dijelaskan adalah Dzat yang Mewafatkan dan Dialah juga yang memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk beriman. Inilah contoh pengenalan tauhid Ilahiyah, dan Allah yang mewafatkan, ini adalah tauhid ilahiyah.   Dalam QS 35: 3, aspek tauhid Ilahiyah juga ditemukan: لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ , tiada tuhan selain-Nya, yang merujuk kepada Allah, yang dijelaskan sebagai Pencipta dan Penyedia Rezeki.

Allah adalah Tuhan bagi semesta ‘alam sebagaimana yang kita kenal dengan istilah Rabbul ‘alamiin (QS 1: 2). Di beberapa ayat berikutnya, berbeda dengan ayat-ayat sebelumnyamenggunakan nama Allah, untuk nama Tuhan menggunakan kata Rabb.  Penggunaan Rabb, sebagai Tuhan, mengacu kepada tauhid rubbubiyah, Allah sebagai Pencipta, Pemelihara, Pembina, Pengatur dan Penyedia sumber daya dapat pembaca lihat pada QS 82: 6, misalnya, ketika Allah Swt menyeru al-insan dengan kabar gembira bahwa mereka yang telah bersungguh-sungguh bekerja menemui Tuhan (Rabb), maka kelak mereka akan menemui-Nya. Demikian juga ketika ketika Allah Swt menyerukan kepada manusia untuk menyembah-Nya (QS 2: 21), maka kata Rabb juga digunakan, (يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمُ). Penggunaan kata Rabb yang lainnya dapat ditemukan dalam QS 4: 1, ketika Allah menyeru manjusia untuk bertaqwa kepadanya: يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ . Demikian juga pembaca dapat menemukan pada QS 4: 170, 174; 10: 57, 108; 22: 1; 31: 33

Tauhid rubbubiyah juga ditunjukkan dalam ayat-ayat di atas adalah ketika Allah menjelaskan Rabb sebagai Zat yang Menciptakan manusia; sehingga berkembang biak seperti yang kita saksikan saat ini (QS 2: 21; 4: 1; 22:5; 49:13; 35: 3), Menghidupkan dan Mematikan (QS 7: 158) Melakukan Penyediaan sumber daya buat manusia di bumi (QS 2: 168; 35: 3) dan apapun yang ada di bumi dan di langit adalah milik-Nya (4: 170); Yang memiliki Kerajaan di langit dan Bumi (QS 7: 158), Melakukan pembinaan kepada manusia dengan mengutus Rasul-Nya dengan membawa kebenaran (al-Qur’an) seperti dalam QS 4: 170 dan 174; 10: 57 dan 108. Al-Qur’an sendiri adalah dijelaskan sebagai bukti kebenaran dan cahaya nyata yang akan mengeluarkan manusia dari kegelapan/kebodohan/ketidaktahuan, dengan memberikan sejumlah pelajaran yang menjadi penawar dari segala kebingungan dan kegelisahan yang menyesakan dada manusia (10: 57). Dari bukti-bukti kebenaran dalam Al-quran juga dari Rasul-Nya, maka inilah petunjuk dan rahmat bagi manusia menuju jalan yang lurus, jalan keselamatan dan perdamaian, Al-Islam (QS 7: 158; 10: 57). Mengikuti petunjuk adalah untuk kebaikan manusia, sebaliknya ketika manusia tidak mau mengikuti petunjuk mereka berada dalam kesesatan, dan kesesatan jelas merugikan manusia itu sendiri (QS 10: 108). Inilah bukti Allah dalam memberikan pembinaan dan pemeliharaan kepada manusia. Pemeliharaan juga dijelaskan dalam kabar Allah yang menyelamatkan manusia (QS 10: 23), namun manusia diingatkan, alih-alih bersyukur malah justru banyak yang berbalik atau berlaku aniaya (zhalim).

Tauhid Rubbubiyah juga, dalam ayat-ayat seruan kepada manusia, menjelaskan hukum-hukum-Nya, seperti proses kejadian manusia pertama dan berikutnya sampai dengan kembali kepada Allah serta bagiamana Allah menumbuhkan tumbuhan di bumi (QS 22: 5). Hukum-Nya juga bahwa semua yang dikerjakan manusia tidak luput dari perhitungan dan kelak akan dipertanggungjawabkan (hukum requital-pembalasan) – QS 10: 23-. Dalam QS 104, Allah Swt menyampaikan: إِن كُنتُمْ فِى شَكٍّۢ مِّن دِينِى , jika kamu masih ragu terhadap “din-Ku”. Dalam ad-din, terangkum makna aturan, ajaran, system dan ketetapan atau hukum Allah yang menjadi “the way of life” manusia. Dalam ayat ini dinyatakan “diinii”, ajaran-Ku, Hukum-Ku, maka ad-diin yang diistilahkan dinul Islam, adalah dinullah.   

Semantara penyampaian mengenai asma’ul husna, atribut, sifat atau nama-nama yang melekat kepada Allah dijelaskan dalam beberapa ayat di bawah ini:

No

Asmaul Husna

Ayat dalam Al-Qur’an

1

Raaqib: Yang Maha Mengawasi

QS 4: 1

2

‘Aliman: Maha Mengetahui

QS 4: 170, 49: 13

3

Hakiiman: Maha Bijaksana

QS 4: 170

4

Ghaniyun: Maha Kaya

QS 35: 15

5

Hamid: Maha Terpuji

QS 35: 15

6

Khabir: Maha Mengenal

QS 49: 13

 

Atribut-atibut Allah di atas berkaitan dengan konteks dari pesan yang disampaikan pada masing-masing ayat. Misal, untuk Ar-Raaqib, Yang Maha Mengawasi, sehubungan dengan perintahNya kepada manusia untuk bertaqwa, tunduk atas perintahnya, yaitu untuk menggunakan hak sesame manusia, saling bergantung dan saling mengenal dalam jalinan silaturahmi. Demikian juga ‘Aliman dan Hakiman disampaikan dalam konteks keimanan manusia kepada Kitab dan Rasul-Nya. Allah Maha Mengetahui di antara manusia siapa yang beriman dan kafir. Keimanan juga didasari dari pelajaran yang berasal dari Rasul dengan Kitab-Nya. Inilah Kebijaksanaan Allah. 

Dari 21 ayat yang berkenaan dengan seruan kepada manusia, Allah menyatakan diri-Nya aspek ketauhidan, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Allah perkenalkan sebagai edukasi nilai tauhid kepada seluruh manusia. Tauhid inilah sebagai nilai universal (bukan relatif atau parsial yang hanya berlaku di satu bangsa yang dipengaruhi oleh lingkungan budaya dan pemikiran lokal). Nilai ketauhidan Allah diperkenalkan kepada manusia, supaya manusia memahami dan seterusnya menyembah dan bertaqwa hanya kepada Allah. Salah satu argument yang disajikan oleh-Nya, dalam ayat-ayat yang dimulai dengan seruan kepada manusia, adalah sebagai berikut:

Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. (QS 22: 73)

  Inilah argumen kuat dari-Nya sekaligus melemahkan argument-argumen manusia yang menjadikan tuhan selain Allah Swt. Argumen lainnya sebagaimana dalam QS 22: 5 di atas, disajikan-Nya untuk manusia yang masih meragukan akan tibanya hari akhir dengan menunjukan proses kejadian manusia dengan segala proses pemeliharaan-Nya termasuk bagaimana Allah Swt menumbuhkan tanaman, sebagai bahan perenungan bagi manusia.

Demikian pula, untuk manusia yang masih ragu akan dinullah, maka melalui rasul-Nya, Allah sampaikan pembeda dinullah dengan ajran lainnya, bahwa dalam dinulllah, aspek ketauhidan (hanya menyembah kepada Allah yang didahului dengan keimanan) menjadi hal yang utama:

“Katakanlah: "Hai manusia, jika kamu masih dalam keragu-raguan tentang agamaku, maka (ketahuilah) aku tidak menyembah yang kamu sembah selain Allah, tetapi aku menyembah Allah yang akan mematikan kamu dan aku telah diperintah supaya termasuk orang-orang yang beriman" (QS 10: 104)

2.     Seruan untuk Beriman kepada Allah, Hari Akhir, Alquran dan Nabi/Rasul.

Setelah Allah mendekalrasikan dirinya, memberikan edukasi dengan bukti ke-Esa-an dan Rubbubiyah-Nya, maka Allah menyeru kepada manusia untuk beriman kepada-Nya:

Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS 4: 170)

Dalam ayat ini disampaikan kepada manusia bahwa Allah telah mengutus Rasul yang membawa kebenaran (Alquran).  Rasul ditugaskan sebagai pemberi peringatan juga pengajaran mengenai Kitab yang dibawanya, dan atas pengajaran ini, maka manusia diperintah untuk beriman dengan satu kebebasan untuk memilih. Ketika mereka tidak beriman (kafir), tak ada kerugian sedikitpun bagi-Nya. Dan, lagi-lagi Allah menguatkan akal manusia untuk cenderung kepada keimanan kepadaNya dnegan menyampaikan nilai tauhid: sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Ayat ini pun sekaligus menyeruka keimanan kepada Rasul dan Alquran. Di ayat lain, masih dalam kelompok 21 ayat yang berhubung dengan seruan kepada manusia, Allah menyampaikan seruan untuk beriman kepada alquran sebagaimana terjemahan firman-Nya di bawah ini:

Katakanlah: "Hai manusia, sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran (Alquran) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu". (QS 10: 108)

Demikian pula perintah untuk mengimani Rasul:.

Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (QS 7: 158)

Ayat ini disampaikan oleh Rasul atas perintah Allah Swt untuk menegaskan seruan-Nya sebagaimana telah dituliskan sebelumnya pada QS 4: 170.

Mengenai hari akhir, setidaknya terdapat 5 ayat dari 19 ayat yang menyeru kepada manusia menceritakan bagaimana Allah mengenalkan adanya hari akhir untuk diimani oleh manusia.

Dalam QS 10: 23, Allah mengingatkan manusia agar tidak hanya terjebak dalam kesenangan duniawi, karena apapun yang dikerjakan kelak akan diperlihatkan dan dipertanggungjawabkan. Demikian juga dalam QS 22: 1 dan 31: 33, setelah Allah menyeru manusia kepada ketaqwaan, maka Allah mengingatkan akan tibanya hari akhir, “…sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).” (QS 22:1). “…takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun.” (QS 31: 33). Demikian juga dalam QS 22: 5, sebagaimana telah dibahas sebelumnya mengenai penguatan ayat-ayat-Nya bagi manusia yang masih meragukan akan tibanya hari akhir.

Dalam QS 84: 6, dengan seruan yaa ayyuhal insan, Allah memberikan kabar gembira, bahwa manusia yang telah bekerja keras menuju Tuhan-Nya, maka Allah janjikan kepada mereka, bahwa mereka akan bertemu dengan-Nya, kelak di yaumul akhir.

3.     Seruan untuk beribadah dan bertaqwa kepada Allah Swt

Mengenai hal ini dalam pembahasan sebelumnya sudah disampaikan beberapa contoh ayat-Nya. Selanjutnya, pembaca dapat memeriksa kembali dalam ayat-ayat berikut ini: QS 2: 21, 168; 4: 1; 22: 1, 73; 31: 33; dan 49: 13.

Ke-semua ayat di atas mempunyai pesan berupa perintah ibadah dan seruan untuk bertaqwa dan dilengkapi dengan penjelasan (hujjah) mengenai aspek ketauhidan, termasuk janji dan ancaman serta kabar gembira mengenai yaumul akhir.

Penulis melihat bahwa seruan untuk beribadah adalah konsekuensi dalam menjalani kehidupan bagi mereka yang telah memahami edukasi dari Allah mengenai Allah dengan segala atribut-Nya.  Sebagai konsekuensi, maksudnya adalah ketika memahami bahwa Allah yang Menghidupkan dan Mematikan, Allah yang menyediaakan sumber daya dan pemeliharaan, Allah yang melakukan pembinaan juga Allah yang menyediakan aturan dan pembelajaran, maka kita sebagai makhluk mestinya dapat mengimani (QS 4: 174), menyembah-Nya (QS 2: 21) dan taqwa, tunduk akan hukum-hukum-Nya (4: 1; 22: 1; 31: 33; 49: 13). Sementara ketaqwaan adalah kelanjutaan dari konsekuensi peribadatan melalui proses ketundukan atau ketaatan yang bertauhid dan selanjutnya ber-ouput kepada penyerahan diri (islam). Contoh ketaqwaan,  dalam QS 4: 1 yang harus dijalankan manusia adalah dengan menggunakan hak secara equal antar sesama manusia, dengan mempergunakan nama-Nya dalam jalinan hubungan silaturrahim. Dalam QS 49:13, aspek ketaqwaan ini ditemukan, sama dengan QS 4: 1, terdapat tugas bagi manusia untuk bersilaturahmi, saling mengenal antar suku bangsa.  

4.     Panduan dalam Bermuamalah

Selain beribadah yang bertauhid serta ketaqwaan, dengan menyembah hanya Kepada-Nya, maka manusia pun dibekali panduan bermuamalah dalam menjalani kehidupan dalam keseharaiannya. Dalam QS 4: 1, manusia diberikan penjelasan sekaligus panduan, yaitu: tentang awal penciptaan manusia, dengan  jenis kelamin wanita dan laki-laki, serta dari pada keduanya inilah akan berkembang biak; Inilah prinsip awal dari kesetaraan manusia, kemudian Allah memandu manusia bahwa  dengan (mempergunakan) nama-Nya manusia akan saling bergantung, saling meminta satu sama lain, menggunakan hak-nya secara equal dan proporsional, serta untuk itulah  hubungan silaturrahim perlu dipelihara. Hal ini ditegaskan dalam QS 49: 13, bahwa Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan mereka berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya mereka saling kenal-mengenal.

Selanjutnya dalam QS 2: 168, setelah, dalam ayat lainnya Allah menyampaikan mengenai aspek rubbuniyah Allah baik untuk manusia, alam serta penyediaan rezeki buat manusia, maka Allah memberikan panduan kepada sekalian manusia untuk memanfaatkan nikmat-Nya itu dengan cara memakan yang halal lagi baik, dengan satu peringatan jangan sampai mengikuti langkah-langkah syaitan; “…karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. 

Dalam QS 31: 33 dan 35: 5 Allah mengingatkan untuk semua karunia dan nikmat yang telah Allah anuegerahkan jangan sampai hidup di dunia dengan segala perhiasannya memperdaya manusia tanpa menyadari bahwa segala sesuatunya akan dipertanggung jawabkan kelak di yaumul akhir. Hal ini bisa terjadi karena tipu daya syaithan.

Dalam QS 35: 15, Allah mengingatkan kepada manusia, dengan panduan itu bahwa sesungguhnya manusialah yang berkehendak kepada Allah, bukan sebaliknya. Untuk itu seruan beribadah dan bertaqwa adalah sesuai dengan kebutuhan manusia kepada Tuhan mereka. Hal ini dapat diperjelas dalam ayat  lainnya, dalam alquran, yang menjelaskan bahwa fitrah Allah berlaku dalam kejadian manusia demikian juga dinullah -panduan Allah, dinul qoyyim- adalah panduan yang selaras dengan fitrah kejadian manusia (QS 30: 30).

5.     Perintah untuk bersyukur

Allah, tiada tuhan selain Allah. Allah adalah Rabb: Pencipta, Pengatur, Pemelihara, penyedia dan Pembina bagi makhluk-Nya termasuk manusia serta dengan segala sifat ketuhanana-Nya, telah memberikan sejumlah anugerah dan kenikmatan bagi manusia. Mulai dari tubuh yang sempurna, pendidikan serta pengasuhan melalui sumber daya yang telah disediakan di bumi, maka kewajiban manusia adalah memanfaatkannya sesuai dengan harapan-Nya dan jangan lupa untuk senantiasa bersyukur.

“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?” (QS 35:3)

Sangat jelas dalam ayat ini, Allah memperingatkan manusia untuk senantiasa bersyukur atas apa yang telah Allah limpahkan sebagai kenikmatan, bukan malah menjadi berpaling dari ketauhidan. Syukur ini, bersamaan dengan penyerahan diri (ouput dari ibadah dan taqwa) menjadi capaian atau keluaran dalam kehidupan manusia.

6.     Waspada dengan Tipu Daya Syaithan

Telah dibahas dalam ayat-ayat sebelumnya, mengenai peringatan Allah kepada manusia dengan melarang manusia mengikuti langkah-langkah syaithan sehingga menyelewengkan manusia dari keimanan, peribadatan, panduan-Nya dalam bermuamalh dan ketaqwaan serta kesyukuran. Satu ayat yang diserukan bagi al-insan, berhubungan dengan tipu daya ini Allah berfirman:

Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Mahamulia, (QS 82: 6).

Syaithan adalah penipu, pekerjaan mereka adalah memperdaya manusia (QS 35:5). Alih-alih mendapatkan petunjuk, maka manusia akan tersesat. 

7.     Pernyataan bahwa Janji Allah adalah benar termasuk Kabar Gembira

Ayat-ayat yang berhubungan dengan seruan kepada manusia, juga berisikan mengenai janji Allah yang benar adanya, termasuk akan tibanya satu masa yang disebut dengan yaumul akhir. Allah pemilik kerajaan di langit dan di bumi (QS 7: 158), Allah lah yang memeiliki aturan, dan ini berkesesuaian dengan Allah sebagai Raja di yaumuddin (hari pemabalasan ad-diin, QS 1: 3), hari perhitungan (yaumul fashl), untuk segala sesuatu yang dikerjakan manusia (QS 10: 23). Hal ini juga telah dijelaskan dalam beberapa keterangan sebelumnya.

Mengenai kabar gembira, Allah tegaskan bahwa untuk siapa saja manusia yang telah bekerja keras menuju Tuhan, maka manusia akan menemui-Nya, kelak di yaumul akhir (84: 6). Inilah prinsip dari hukum pembalasan (requital).

8.     Peringkat tertinggi manusia adalah Mereka yang paling bertaqwa

Akhirnya, dari semua pembahasan di atas, mengenai ketauhidan, mengenai kehidupan, prinsip kesetaraan manusia, dan konsep hari akhir, maka tibalah kepada pemberitahuan dari Allah Swt kepada manusia tentang prinsip keunggulan manusia.

Dari proses kejadian, difahami bahwa manusia pada awalnya dari  satu diri/jiwa, maka kemudian berkembang, mempunyai haq yang sama, maka berikutnya yang membedakan di sisi Allah adalah mereka yang berserah diri sebagai proses ketaqwaan mereka. Di sisi Allah manusia super, manusia hebat dan manusia dengan kelas/peringkat tertinggi adalah mereka yang paling bertaqwa (QS 49: 13).

Untuk memudahkan pembaca mengenai pokok-pokok fikiran dari 22 ayat yang  dimulai dengan seruan kepada manusia, berikut adalah tabel yang merangkum topik mengenai ayat-ayat alquran di atas.

No

 

Topik

Ayat dalam Al-Qur’an

1

Dikatakan secara langsung:

 

A

Mengenalkan diri sebagai Tuhan:

·      Maha Pencipta (Khaliq)

·      Rubbubiyah

·      Ilahiyah

·      Asmaul Husan

QS 2: 21, 4: 1, 170, 174; 10: 23, 57, 104, 108; 22: 1, 5, 73: 31: 33: 35: 3; 5, 15; 49: 13: 82: 6; 84: 6

B

Perintah beriman kepada Allah

QS 4: 170

C

Perintah Beriman kepada Hari Akhir

QS 10: 23; 22: 1, 5; 31: 33

D

Perintah untuk mengimani al-Qur’an/Kitabulah

QS 4: 170, 174; 10: 57, 108

E

Perintah untuk Mengimani Rasul

QS 4: 170, 174

F

Perintah untuk beribadah kepada Allah sebagai Rabb

QS 2: 21, 168; 4: 1; 22: 73

G

Seruan untuk bertaqwa kepada Allah Swt

QS 2: 21; 4: 1; 22: 1; 31: 33; 49: 13

H

Larangan mengikuti langkah-langkah syaithan

QS 2: 168; 31: 33; 35: 5; 82: 6

I

Panduan dalam muamalah

QS 4: 1, 2: 168; 31: 33; 35: 5; 35: 15; 49: 13; 84: 6

J

Perintah untuk bersyukur

35: 3

K

Pernyataan bahwa Janji Allah adalah benar

QS 35: 5; 84: 6

L

Pernyataan peringkat tertinggi manusia: yang paling bertaqwa

QS 49: 13

2

Dikatakan melalui Nabi/Rasul

 

A

Deklarasi sebagai Rasul kepada Manusia

QS 7: 158; 22: 49

B

Mengonfirmasi aspek tauhid kepada manusia

QS 7: 158; 10: 23

C

Menyeru manusia untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan Kitab Allah.

QS 7: 158; 10 108

D

Menyeru manusia untuk menyembah kepada Allah.

QS 10: 104

E

Meminta untuk mengikutinya

QS 7: 158

C.   Relevansi pesan Ayat-ayat Seruan kepada Manusia dengan Ulumul Qur’an

Dalam Buku penulis, Al-Fatihah: Model kehidupan Seorang Muslim, digambarkan bagaiman surat Al-Fatihah secara skematis dengan memanfaatkan pengetahuan mengenai model dan system merupakan sistem linear kehidupan, sebagaiman dalam gambar di bawah ini:


Gambar 1.1  Al-Fatihah: Model sistem kehidupan seorang muslim

 Dari penjelasan mengenai pesan ayat-ayat yang berhubungan dengan seruan kepada manusia, maka topik-topik tersebut berkorelasi dengan model system Al-Fatihah di atas.

Pengenalan nilai-nilai tauhid adalah hal pertama dan utama dalam Dinul Islam. Bagaimana manusia diberikan petunjuk berupa akal/qabun/af’idah dapat memahami mengenai konsep tauhid, sehingga mereka berkehendak kepada Allah dengan janji dan motivasi dalam mengangungkan-Nya serta dengan keimanan akan Allah dengan segala atribut serta koneskuensi dari penciptaan manusia. Inilah INPUT dalam model system seperti dalam Gambar 1.1 di atas. Kemudia seruan untuk beribaha dan ketaqwaan serta panduan (nilai-nilai ad-diin) yang disampaikan dalam ayat-ayat yang telah dibahas adalah proses yang mesti diijalani oleh kaum beriman, termasuk komitmen yang dinyatakan dalam surat Al-Fatihah, termask komitmen isti’anah (permohonan pertolongan) dan isti’adzah (perlindungan) hanya kepada Allah Swt ketika mendapatkan sejumlah gangguan dalam mengemban tugas beribadah dan menjalankan fungsi kekhalifahan di muka bumi. Dan, selanjutnya janji dan kabar gembira dari Allah untuk memberikan keselamatan, perdamaian dan bahkan bertemu dengan-Nya, adalah relevan dengan output dan outcome dari model system kehidupan seorang yang berserah diri.

Demikian juga mengenai pokok-pokok pesan dari ayat-ayat seruan kepada manusia memenuhi juga unsur-unsur al-Fatihah sebagau induk dari alquran, sebagaimana dijelaskan dalam gambar di bawah ini:


Gambar 1.2 Lima Tahapan Kehidupan Muslim didasarkan kepada Pokok-pokok Ajaran Alquran

Penjelasan:

1.      Kelima tahapan mulai dari motivasi sampai dengan harapan harus berlandasakan Keimanan dan ilmu pengetahuan; hal ini dijelaskan dengan ayat-ayat yang berisikan penjelasan mengenai aspek-aspek tauhid termasuk beberapa argument dari Allah Swt mengenai ketauhidan.

2.      Motivasi selain sebagai niat juga merupakan janji; hal ini berakitan dengan ayat-ayat berhubungan dengan QS 35: 15 bahwa manusialah yang berkehendak kepada Allah, motivasi, ikrar dan janji sebagaimana dalam QS 1: 1-3, adalah atas kesadaran manusia ketika telah mengetahui dan memahami seruan-Nya.

3.      Ketundukan merupakan refleksi atas keimanan kepada Allah dalam fungsi Rubbubiyah dan mulkiyah termasuk ketundukan kepada aturan (ad-din) dengan kesadaran bahwa kelak akan dipertanggungjawabkan.

4.      Komitmen dalam menjalankan ibadah (termasuk fungsi kekhalifahan di bumi) harus didasarkan kepada Tauhid, termasuk komitmen dalam dalam ber-isti’anah dan beristi’adzah.

5.      Do’a yang dipanjatkan adalah do’a dalam memelihara ibadah yang bertauhid yaitu dalam koridor terbimbing dalam Shiraathal mustaqiim yaitu dinullah atau dinul Islam.

6.      Harapan yang dituju adalah beroleh kenikmatan (sebagai kabar gembira) dan terhindar dari ancaman berupa kemurkaan-Nya.

 

D.   Universalitas adalah Nilai Fundamental dari Alquran

Kembali kepada pertanyaan di bagian pertama: Apa relevansi pesan Alquran dengan dunia? Bagaimana dunia, baik Muslim dan non-Muslim, sama-sama mendapat manfaat dari pesan universal dari Tuhan yang universal? Dapatkah non-Muslim mempraktikkan nilai-nilai yang diturunkan Allah sebagaimana dalam alquran tanpa mengakui sumber aslinya dan tanpa mengikuti panggilan ilahi secara total?

Bagi seorang muslim, kiranya sudah final dari aspek keimanan mengenai Alquran sebagai wasiat terakhir yang diturunkan Allah Swt untuk manusia melalui Nabi Muhammad. Kaum muslimin juga, dengan demikian percaya akan apapun yang diturunkan-Nya kepada semua utusan sebelum N. Muhammas Saw di masa lalu, termasuk Nabi Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, Musa, dan Nabi Isa. Alquran, sebagaiman dijelaskan-Nya adalah haq dan membenarkan kitab-kitab sebelumnya (QS 2: 97). Alquran juga mengakui bahwa pesan ilahi telah dikirim ke semua dalam semua bahasa dan Quran menegaskan kesinambungan pesan ilahi. "Wahai orang-orang yang telah diberi Kitab! Berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan (Alquran) yang membenarkan Kitab yang ada pada kamu, sebelum Kami mengubah wajah-wajah(mu), lalu Kami putar ke belakang atau Kami laknat mereka sebagaimana Kami melaknat orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabat (Sabtu). Dan ketetapan Allah pasti berlaku." (QS 4:47)

Alquran mengakui benang merah dalam semua pesan ilahi ketika dikatakan: "diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Dia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS 42:13)

1.   Benang Merah pandangan Dunia adalah “agama tauhid”

Diinullah, al-Islam, sebagai “agama” tauhid, menjadi benang merah, merupakan tatanan Ilahi yang sesuai dengan fitrah kejadian manusia inilah di mana universalitas nilai-nilainya telah menjadi apa yang disebut oleh G.A Parwea sebagai “permanent value”.

Berikut gambaran Ad-diin dengan segala dentitas yang menyertainya:

Gambar 1.3 Identitas Dinul Islam

Keterangan:

1.   Allah telah memilihkan Dinul Islam untuk manusia[7]. Dinul Islam inilah merupakan The Way of Life yang tidak semua orang mendapatkan tiket untuk bergabung.

2.   Dinul Islam adalah “The way of life” dengan identitas sebagai agama yang sesuai fitrah Allah dan kejadian manusia[8], lurus (qayyim), khalish (bersih dari syirik)[9], sempurna[10], diridhai-Nya[11], dan benar (haq)[12].

3.  Sebagai agama yang sesuai dengan fitrah Allah, segala potensi manusia sudah disiapkan untuk mengikuti sistem ketundukan (dinul Islam) ini.

4.  Namun demikian, tidak semua orang dapat memasuki sistem ketundukan, hanya mereka yang dibukakan hatinya oleh Allah yang dapat memasukinya[13].

5.  Maka seseorang dimulai dengan condong dan terus memperjuangkan kebenaran (hanif), tidak musyrik, disertai ketundukan sebagaimana makna Al-Islam, maka merekalah yang berpotensi mendapatkan tiket dari-Nya untuk bergabung secara kaffah.

6.      Akhir dari system ketundukan adalah penyerahan diri secara total[14].

 

Dalam QS 30:30, Dalam Tafsir Al Misbah, Jilid 11, dijelaskan bahwa Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah itu, maka ini berarti bahwa “tatanan” yang benar, yaiti dinul Islam mengandung ajaran-ajaran yang sejalan dengan fitrah manusia., dan sikap manusia seharusnya dibarengi dengan sikap hanif, yaitu condong/lurus (tidak bengkok) kepada “agama” tauhid. Allah telah menyiapkan kelengkapan manusia baik material dan immaterial yang dapat menjalankan konsep dan sistem ketundukan ini. 

Izin Allah untuk memasuki dinul Islam, hal ini adalah prinsip yang sama dalam hidayah menuju shirathal mustaqiim. Untuk itu, sebagian ulama tafsir, menerjemahkan “shirathal mustaqiim” dengan dinul Islam. Memasuki dinul Islam harus dilakukan secara kaffah[15] dengan tetap memurnikan ajaran tauhid (mukhlishina lahuddin)[16] sejalan dengan identitas dinul Islam sebagai ajaran yang terbebas dari syirik (khalish). Selanjutnya seseorang yang sudah masuk dalam Al-Islam maka dia harus istiqamah dan ‘itisham. Istiqamah dari triliterasi: qaf waw mim, berarti: berdiri tegak. Dalam QS 41:30 dan 46: 13, seorang yang beristiqamah adalah mereka yang teguh pendirian dalam bertauhid.

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (QS 41: 30)

Orang yang telah beriman dengan proklamasi “Tuhan kami adalah Allah” dan konsisten dengan ucapan tersebut, maka para malaikat akan menguatkan dengan kabar untuk tidak takut dan bersedih dan kabar gembira dengan pahala yang dijanjikan kepada mereka. Kondisi ini sama dengan kondisi orang-orang beriman dan beramal shaleh.

Dalam QS 9:7 sikap teguh pendirian (dalam sebuah perjanjian) termasuk ciri orang yang bertaqwa (lihat juga dalam QS 72:16). Dalam QS 42: 13, teguh pendirian disandarkan kepada penegakkan agama dan tidak memecah belahnya dan di ayat 15 surat yang sama, teguh pendirian diartikan sebagai ketaatan dalam menjalankan perintah-Nya, hal yang sama dalam QS 11:112. Pada akhirnya, seorang mustaqim yang berada dalam jalan lurus lah yang dapat mengambil pelajaran dari alquran (QS 81: 28).

Kata istiqamah ini juga satu akar kata dengan “aqama/aqamuu/yuqimu/yuqimuuna” yang berarti menegakkan. Menegakkan shalat mempunyai kedekatan makna dengan sikap istiqamah dalam menjaga keimanan dan selanjutnya memelihara kebaikan (amalan shalihan), yang telah disebut sebagai bentuk keterhubungan dalam menegakan dinullah.

Demikian juga kata istiqamah mempunyai akar kata yang sama dengan mustaqiim, misal dalam frase “Shirathal mustaqim”. Shirathal mustaqiim adalah dinul Islam[17], dan akhir dari sistem ketundukan adalah ketundukan itu sendiri, yaitu kondisi ber-Islam, penyerahan diri secara total kepada Allah, maka ini pula yang diucapkan Nabiyullah Ibrahim dalam wasiatnya kepada anak-anaknya bahwa Islam telah dipilihkan oleh Allah dan jangan sampai wafat tidak dalam ber-Islam.[18]

Sementara itu kata ‘itisham (‘ain shad mim), I’tashimu berarti memegang kuat/teguh. I’tisham ini biasa disandarkan kepada (tali) Allah. Memegang kuat ketauhidan dan dinullah (3: 101, 103, 22: 78), lawannya adalah memecah belah (faraqu) dinullah (3: 103, 6: 159, 30:32).

Telah dibahas bahwa model manusia yang beriman[19] adalah mereka yang secara konsisten menegakkan shalat. Sudah difahami pula bahwa shalat merupakan upaya penegakkan ad-diin. Dengan demikian bahwa sikap istiqamah, ‘itisham, khalis, kaffah dan hanif yang berhubungan dengan ad-diin adalah sikap-sikap para mushalliin. Dan kebaikan-kebaikan musholliin, dalam menegakkan dinullah telah dibahas, seperti: berbuat baik melalui sedekah, infak dan harta mereka kepada yang membutuhkan, memelihara kehormatan diri, menjaga amanat dan janji. Demikian juga kebaikan dari setiap pembicaraan mereka dipenuhi dengan kebaikan-kebaikan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup manusia, menjunjung kebenaran dan perdamaian di antara manusia[20]. 

Dalam QS 13: 17, disebutkan:

وَاَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِى الْاَرْضِۗ…bahwa manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya, akan tetap survive di bumi ini. Inlah profil sebaik-baiknya ciptaan Allah dan sebaik-baiknya manusia. Kemanfaatan dari seseorang dalam lingkungannya ini, dalam bahasan sebelumnya mereka yang paling bertaqwa di pandangan Allah Swt.

 

2.      Permanent Value sebagai Nilai Universal[21]

Nilai-nilai yang tidak berubah  atau permanent value  (Parwez G. , The Life in The Here After, 2015) dalam Alquran, merupakan ide Ketuhanan[22] sebagai perwujudan sunnatullah, menjadi dasar dalam kehidupan.

Ide-ide ini secara konstan memberikan panduan bagi para reformis dan idealis tanpa memandang latar belakang agama atau etnis mereka di seluruh dunia selama berabad-abad. Ironisnya, meski mengakui supremasi ide-ide ini, banyak kelompok dan pemimpin Muslim di dunia Muslim yang sering menegasikannya melalui tulisan atau tindakan mereka. Tidak ada masyarakat manusia yang dapat hidup dalam keadaan stabil dan berkembang tanpa menerima ide-ide ini dan berusaha untuk menjalaninya.

Berikut permanent value yang dinyatakan dalam alquran:

 

Kemanusiaan

Alquran menekankan pada keesaan manusia. Ini memperkenalkan gagasan tentang asal mula manusia dan nenek moyang yang sama di empat tempat berbeda dan mengatakan bahwa manusia berasal dari satu sel atau jiwa.

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri (satu jiwa), dan dari padanya Allah menciptakan pasangan-nya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang tak terhitung jumlahnya. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta (hak/rignts) satu sama lain (mutual);, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS 4: 1)

 

Ayat yang telah dibahas dalam bagian sebelumnya ini, dijelaskan dalam 3 tempat lainnya, yaitu:

"Dan Dia-lah yang telah menciptakan kamu dari satu jiwa (diri yang satu): di sini adalah tempat persinggahan dan tempat keberangkatan: Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda (kebesaran Kami) kepada orang-orang yang mengetahui/mengerti." (QS 6:98)

 

Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan daripadanya Dia menciptakan pasangannya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah mereka bersatu, (istrinya) mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian ketika dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhan Mereka (seraya berkata), “Jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami akan selalu bersyukur.” (QS 7: 189)

 

Dia menciptakan kamu dari diri/jiwa yang satu kemudian darinya Dia jadikan pasangannya dan Dia menurunkan delapan pasang hewan ternak untukmu. Dia menjadikan kamu dalam perut/rahim ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga selubung kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang memiliki kerajaan/kekuasaan. Tidak ada tuhan selain Dia; maka mengapa kamu dapat dipalingkan? (QS 39: 6)

 

Dengan demikian tujuannya adalah untuk memastikan bahwa persatuan umat manusia tidak pernah dikompromikan dan perbedaan yang ada di antara manusia diselesaikan melalui proses saling pengertian atas dasar gagasan yang diturunkan ilahi di atas.

Prinsip ini berarti terdapat kesetaraan saat kita lahir begitu juga saat kita mati. Semua manusia, menurut Alquran, adalah anggota dari satu persaudaraan/komunitas dan cabang-cabang pohon yang sama. Alquran menyatakan: ‘Manusia adalah umat/bangsa yang satu...’ (QS 2: 213).

Perbedaan ras atau mengelompokkan manusia ke dalam kompartemen yang berbeda dari masyarakat dan bangsa dengan menggambar garis di dunia adalah bertentangan dengan gagasan tentang manusia sebagai satu kesatuan, dan bertentangan dengan maksud dan tujuan alam itu sendiri. Hanya ada satu kriteria untuk kelompok dan tidak ada yang lainnya - bahwa mereka yang percaya (beriman) pada ketetapan Allah, dan satu golongan lagi adalah mereka yang tidak peduli dan menjalani kehidupan mereka dengan menentang kesatuan tersebut, seperti yang dikatakan dalam Al Qur'an: Dia-lah yang menciptakan kamu (sebagai manusia), tetapi salah satu dari kamu menolak dan yang lain percaya (QS. 64: 2).

Alquran mengakui keragaman dalam umat manusia tetapi menggambarkannya sebagai aspek eksistensi fungsional dan bukan struktural.

Dalam alquran disebutkan bahwa, untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang (sir’atan wa minhajan) mudah bagi Allah untuk menjadikan manusia ini dalam satu bangsa yang utuh (ummatin wahidan). Namun justru perbedaan inilah yang Allah jadikan sebagai ujian, dan kebaikan di antara ummat itulah menjadi pembeda yang mendasar, maka Allah menyerukan kompetisi dalam perjuangan kebaikan (fastabiqul khairaat). Tujuan manusia semuanya semua adalah kepada Allah. Dialah yang akan menunjukkan kebenaran hal-hal yang Anda perselisihkan [23].

Penegasan Alquran tentang keesaan umat atau kesetraaan manusia adalah pesan yang kuat bagi semua orang yang masih ingin hidup dalam kepompong suku, nasional dan etnis mereka sendiri tanpa rasa hormat dan menghargai yang lain. Alquran tidak ingin seseorang membatalkan identitasnya sejak lahir tetapi ingin identitas itu meningkatkan inklusivitas daripada eksklusif.

Hal ini ditegaskan dalam QS 49: 13, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan mereka berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya mereka saling kenal-mengenal (bukan agar kamu membenci (satu sama lain).

Gagasan bahwa terlepas dari perbedaan dalam DNA dan sidik jari kita, kita semua memiliki asal mula yang sama dan dapat berhubungan satu sama lain menerima setiap manusia sebagai bagian dari keluarga besar kita apakah kita dapat melacak garis keturunan kita atau tidak dengan sendirinya merupakan ide pemersatu yang kuat, sebuah ide yang waktunya akhirnya tiba di dunia yang menyusut setiap hari.

 

Martabat Manusia

Sejak lahir kita dikarunia kepribadian yang masing-masing, unik sifatnya, entitas yang sama dalam respek dan penghargaan. Perbedaan di antara kita tidak mengurangi hal itu semua, baik dalam kelahiran, keluarga, ras, suku, jenis kelamin, kebangsaan, agama warna, bahasa, budaya, tradisi dan lainnya. Alquran sangat menekankan pada martabat manusia, sebagaimana difirmankan-Nya:

"Kami telah menganugerahkan martabat kepada anak-anak Adam; memberi mereka transportasi di darat dan laut; memberi mereka untuk makanan hal-hal yang baik dan murni; dan menganugerahkan kepada mereka nikmat khusus, di atas sebagian besar ciptaan kami." (QS 17:70)

 

Martabat terdiri dari hak dan kewajiban. Ini berarti bahwa semua manusia diciptakan sederajat oleh Satu Pencipta, dan tidak ada yang lebih tinggi dari yang lain atas dasar kelahiran atau keluarga atau sukunya. Hanya Allah sendiri hakim yang memutuskan siapa yang hidup sesuai dengan status martabatnya dan menerima martabat orang lain. Martabat juga berarti bahwa manusia memiliki hak untuk hidup, hak kebebasan beragama, hak atas kebebasan gaya hidup, hak untuk bekerja, hak atas keamanan dan hak untuk berkeluarga terjamin, bahkan jika itu berarti manusia tidak menerima bimbingan ketuhanan.

Alquran tidak ingin orang merampas hak-hak orang lain karena warna kulit, jenis kelamin atau bahkan agama. Alquran tidak mengutamakan yang satu atas yang lain. Alquran tidak mengatakan bahwa hanya Muslim atau yang beriman kepada Tuhan yang berhak atas martabat atau hak yang terkait dengan martabat. Ini berbicara dalam istilah yang lebih luas dan menyatakan bahwa tidak ada yang memiliki hak untuk menyangkal martabat manusia yang merupakan hak yang diberikan Tuhan.

 Belum lama berselang, dunia mengalami kesulitan dalam menyadari validitas pesan Alquran ini. Orang-orang didiskriminasi berdasarkan etnis atau jenis kelamin atau status mereka dan para ulama dan pakar politik memberikan pembenaran untuk diskriminasi ini. Kasus klasik penolakan martabat ini dapat ditemukan di India di mana menurut kitab suci agama sekelompok orang dikategorikan sebagai kasta rendah atau tak tersentuh karena kelahiran mereka dalam kelompok sosial tertentu. Meskipun India telah melarang hal itu dalam konstitusinya dan secara hukum diskriminasi semacam itu dapat dihukum, namun masih dipraktikkan secara luas di negara tersebut. Di Amerika Serikat, menurut sumber artikel: “Quran's Message for Humanity” memiliki kata "N" untuk orang Afrika-Amerika yang populer selama beberapa abad dan masih diucapkan dalam beberapa sesi pribadi. Tetapi tidak ada seorang pun di dunia saat ini yang dapat membantah pemisahan dan diskriminasi atas dasar ras, agama, jenis kelamin, dll. Dunia telah mulai menyadari dan menerapkan pesan Alquran tentang martabat umat manusia. Pesan ini relevan di zaman kita lebih dari sebelumnya, terlepas dari apakah Muslim mempraktikkannya atau tidak karena pasti dapat menginspirasi orang dari semua agama untuk berdiri bersama dalam membela martabat manusia semua.

 

Kebebasan dan Toleransi

Kebebasan

Karena setiap manusia dilahirkan merdeka, maka dia harus tetap bebas. Terlepas dari kenyataan bahwa kita hidup di dunia yang bebas, kita sering menjumpai undang-undang yang mengatur kebebasan orang. Penjelasan yang diberikan dalam hal ini adalah bahwa undang-undang ini sangat diperlukan untuk menjaga hukum dan ketertiban serta melindungi hak asasi manusia. Namun, lebih dari itu mereka disalahgunakan untuk menindas kelas orang tertentu. Alquran menawarkan solusi untuk situasi rumit ini, tetapi pertama-tama ia menekankan fakta bahwa tidak lain adalah Allah yang memenuhi syarat untuk membatasi umat manusia,

Menurut Alquran, kebebasan berarti tidak ada yang bisa memeras ketaatan dari manusia lain. Hanya Nilai-Nilai Alquran yang harus diikuti karena hanya dengan beroperasi dalam batasan Nilai-nilai inilah diri dapat berkembang. Lihat QS 3:78 di bawah ini:

Dan sungguh, di antara mereka niscaya ada segolongan yang memutarbalikkan lidahnya membaca Kitab, agar kamu menyangka (yang mereka baca) itu sebagian dari Kitab, padahal itu bukan dari Kitab dan mereka berkata, “Itu dari Allah,” padahal itu bukan dari Allah. Mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui. (3: 78)

 

Ini berarti: (Prinsip dasar Dinullah adalah) bahwa tidak ada manusia - meskipun Allah mungkin telah memberinya kode hukum (Code of Law) atau kekuatan untuk menegakkannya atau bahkan Nubuwwat - memiliki hak untuk mengatakan kepada orang-orang, “Kamu harus menaati saya bukan kepad Allah”.

Untuk itu dalam QS 5: 44, dinyatakan:

…Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.(QS 5: 44)

 

Berikutnya adalah Kebebasan untuk memilih (tanpa paksaan).

 Tanggung jawab atas tindakan seorang manusia ditentukan oleh kemauan dan niatnya sendiri. Itu adalah pilihan kita dalam hidup yang menentukan kita. Alquran mengundang kita untuk menggunakan kekuatan akal dan nalar kita untuk memperoleh bukti untuk kemudian membuat keputusan yang tepat. “dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidak bersikap sebagai orang-orang yang tuli dan buta”. (QS 25:73) atau dalam QS 17: 36:

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.”

 

Ini adalah dasar dari konsep empiris dalam ilmu pengetahuan. Bahwa apapun yang kita pilih sebagai keputusan harus berdasarkan kekuatan akal dan nalar.

 

Toleransi

Kebebasan untuk memilih berarti kita perlu bersikap toleran dan menerima pilihan yang dibuat oleh orang lain dalam hidup mereka. Alquran meminta kita untuk memahami hal ini pada tingkat fundamental yaitu dengan memiliki diri dengan kebebasan untuk memilih, kita perlu mengakui keadaan ini ada pada orang lain dan menerimanya. (Lihat QS 2: 256 dan 22:40).

 

Kebenaran sebagai kriteria

Nilai intrinsik setiap individu manusia adalah sama dengan keseragaman, tetapi kriteria untuk menentukan posisi dan status relatif setiap individu terletak pada pribadi dan karakter yang dimilikinya: Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan. (QS 46:19),

Tingkat perkembangan diri dan perilaku individu harus menjadi kriteria untuk tanggung jawab yang lebih tinggi dalam masyarakat. Alquran menyatakan: “Yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang terbaik dalam kebenaran (taqwa)”. (49:13)

 

Universalisasi Sumber Daya Alam

Pesan Alquran lain yang relevan bagi umat manusia pada umumnya adalah penekanannya pada universalitas sumber daya alam. Bumi, lautan, air langit, dan angin adalah untuk kepentingan semua orang. Tidak ada yang bisa memonopoli mereka untuk penggunaan eksklusif mereka. Tidak ada yang dapat menggunakan akses mereka ke sumber daya ini untuk menyangkal hak orang lain yang diberikan kepada mereka. Demikianlah Alquran menyatakan, "Dialah yang telah menciptakan untukmu segala sesuatu yang ada di bumi; terlebih lagi rancangan-Nya memahami langit, karena Dia memberikan ketertiban dan kesempurnaan pada tujuh cakrawala; dan dari semua hal Dia memiliki pengetahuan yang sempurna." (QS 2:29)

Distribusi sumber daya manusia dengan cara yang menjamin martabat dan kesatuan umat manusia merupakan tantangan besar bagi umat manusia. Telah terjadi peperangan untuk memperebutkan tanah dan akses ke sumber daya alam seperti air, tanah atau gas tanpa disadari bahwa tidak satupun dari kekayaan alam tersebut diciptakan oleh manusia, namun manusia selalu memperebutkan keserakahan mereka untuk mengontrolnya.

Alquran menjelaskan bahwa tujuan menyediakan sumber daya ini adalah untuk memastikan bahwa manusia tidak kehilangan kebutuhan dasarnya untuk bertahan hidup. Ia meminta manusia untuk tidak menggunakannya untuk mengeksploitasi sesama manusia. Dunia kita saat ini memiliki sekitar 1,6 miliar orang yang tidur dalam keadaan lapar setiap malam. Dunia kita memiliki lebih dari 60 persen populasi yang berpenghasilan kurang dari satu dolar sehari. Malnutrisi biasa terjadi dan begitu pula tunawisma. Orang-orang kehilangan air minum meskipun ada banyak sumber air tawar. Masyarakat masih terpaksa hidup di jalanan dan di bawah langit terbuka meski ada banyak lahan untuk menyediakan perumahan bagi semua orang.

Dalam lingkungan agama, setiap orang berbicara tentang pengentasan kemiskinan atau setidaknya memastikan bahwa kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi. Pesan Alquran tentu memberikan petunjuk dalam hal ini dan mengajak orang untuk bekerja sama untuk memastikan bahwa tidak ada yang tidur dalam keadaan lapar dan tidak ada yang tunawisma. Alquran membahas masalah kebutuhan dasar manusia dengan sangat rinci dalam QS 90: 12 – 18 ketika menjelaskan apakah jalan mendaki lagi curam ini? Siapa lagi yang bisa memberitahumu lebih baik dari Yang Mahakuasa? Jadi dengarkan: Pendakian yang menanjak adalah bahwa manusia seharusnya tidak hanya menjaga dirinya sendiri. Di mana pun dia melihat leher manusia terjebak dalam segala jenis penaklukan atau perbudakan, dia harus membebaskannya. Artinya, hal pertama dan terpenting yang harus dilakukan adalah membangun sistem di mana tidak ada orang yang ditundukkan atau ditundukkan oleh orang lain. Setiap orang berjalan dengan dagu terangkat, dengan kebebasan fisik dan mental total. (Dia tidak harus mengikuti dan menaati hukum apapun kecuali hukum Allah Yang Maha Kuasa.) Dan selama periode ketika beberapa orang mengambil alih semua sumber utama penghidupan dan menciptakan keadaan kesusahan dan kelaparan umum, sistem ini harus memperhatikan kebutuhan. dari mereka yang, meski tinggal di antara orang lain, merasa kesepian dan tidak berdaya; atau kebutuhan mereka yang harus bekerja keras untuk mendapatkan sepotong makanan. Mereka adalah orang-orang yang beruntung dan makmur di jalan yang benar, menikmati kesenangan hidup.

 

Keadilan bagi Semua

Alquran tidak hanya menekankan keadilan tetapi juga merekomendasikan langkah menuju keadilan, yaitu bekerja untuk kebaikan orang lain dengan mengorbankan kepentingan seseorang, memberikan keadilan, tidak ada perbedaan yang dibolehkan antara teman dan musuh, kami dan orang lain (mereka):

“…Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS 5: 8)

 

Senada dengan ayat ini dapat dilihat dalam QS 4: 105, 135:

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan. (QS 4: 105)

 

Di sisi lain adalah mereka yang juga setia pada keyakinannya. Mereka selalu mengutamakan kebutuhan para pendatang baru, bahkan jika mereka sendiri fakir dan menjalani kehidupan yang sulit (QS59: 9). Alquran mengingatkan bahwa orang yang cenderung mencapai kemakmuran adalah mereka yang mengubah kepribadiannya dan tidak lagi mengesampingkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya sendiri secara egois. Menyadari bahwa kebutuhan orang lain lebih menuntut, mereka secara sukarela mengizinkan mereka untuk memenuhinya terlebih dahulu.

 Setiap masyarakat manusia menerima keadilan sebagai nilai intinya, namun kami menemukan bahwa setiap masyarakat manusia melanggar nilai-nilai yang dinyatakannya sendiri dan mempromosikan ketidakadilan atas dasar perpecahan yang telah diciptakan orang di antara mereka sendiri. Begitu banyak ketidaksetaraan, penghinaan dan penolakan hak asasi manusia terjadi di dunia kita hanya karena orang cenderung melihat keadilan bagi orang lain sebagai tidak mengikat. Namun, tanpa berpegang pada keadilan, mustahil untuk memikirkan martabat, persatuan atau universalitas kemanusiaan. Perubahan hukum Allah dinyatakan sebagai ketidakadilan oleh Alquran (50:29).

 

Perdamaian adalah tujuannya

Tujuan akhir manusia di dunia ini adalah untuk mengamankan masyarakat manusia yang damai sehingga keluarga yang damai dapat melindungi kepentingan individu yang damai untuk mencapai potensi sejatinya dalam berunding tentang tujuan hidup ini dan mempersiapkan kehidupan yang abadi dalam segala arti istilah. Persatuan kemanusiaan, martabat, keadilan dan universalitas sumber daya manusia membuka jalan bagi perdamaian. Mereka membebaskan manusia dari duniawi dan profan serta membawa mereka ke alam luhur dan sakral. Mereka memastikan bahwa manusia mendamaikan antara keserakahan dan kebutuhan mereka.

Mendefinisikan tujuan dari bimbingannya, Alquran mengatakan bahwa "Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya menuju jalan keselamatan/kedamaian, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita menuju cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan mereka ke jalan yang lurus. (QS 5:16)

Alquran mengulangi pesan beberapa kali bahwa tujuan dari upaya manusia adalah untuk memungkinkan manusia untuk tinggal di tempat tinggal yang damai, "Bagi mereka akan menjadi tempat yang damai (daarussalam) di sisi Tuhannya. Dan Dialah pelindung mereka karena amal kebajikan yang mereka kerjakan.” (QS 6: 127). Ayat ini setelah Allah memberikan jalan kedamaian, jalan lurus yaitu al-Islam melalui bimbinganNya. (Lihat QS 6: 125-126). Juga dapat disimak dalam QS 10: 25:

"Dan [ketahuilah bahwa] Tuhan mengundang [manusia] ke kediaman damai (daarussalam), dan membimbing dia yang berkehendak [untuk dibimbing] ke jalan yang lurus."

 

Dengan demikian, pesan Alquran bersifat universal dan abadi. Ketuhanan menetapkan standar melalui pesan yang disampaikan kepada manusia. Terserah individu untuk mencari jalan persatuan, martabat, universalitas, keadilan dan perdamaian bukan jalan untuk berdebat dengan masing-masing siapa yang lebih baik dari yang lain atau siapa yang memenuhi syarat untuk mendapatkan rahmat Tuhan dan siapa yang tidak. Biarlah dunia tidak merampas manfaat dari petunjuk ilahi karena perilaku sektarian, rabun dan sering arogan di pihak beberapa kelompok Muslim. Biarlah dunia memanfaatkan nilai-nilai yang universal ini dan akan membantu semua orang. Seorang Muslim juga tidak boleh segan bergabung dengan mereka yang bekerja untuk nilai-nilai ini bahkan jika pendukung mereka kebetulan adalah mereka yang menganut agama lain atau tidak beragama.

Alhamdulillah.

Semoga bermanfaat.

 

Garut, 2 Januari 2021



[1] https://corpus.quran.com/wordbyword.jsp

[2] https://www.islamicity.org/15570/the-quran-provides-universal-absolute-values-for-humankind/

[3] ibid

[4] Dapat dilihat dalam Tabel di halaman berikutnya.

[5] Wawasan Al-Qur’an, Cetakan ke-13, Mizan, 1996

[6] ibid

[7] QS 2:132

[8] QS 30: 30

[9] 39: 3

[10] QS: 5: 3

[11] ibid

[12] QS 48: 28

[13] QS 6: 125, 39: 22

[14] QS 2:132, 3: 102

[15] QS 2: 208

[16] QS 98: 5

[17] QS 6: 161, 10: 2

[18] QS 2:132, 3: 102

 [19] Dapat dilihat dalam tulisa saya yang lain: Orang-Orang Beriman Menurut Al-Qur’an

[20] QS 4: 114

[21] Sumber utama bagian ini penulis kutip dari dua artikel Qur’ans Message for Humanity dan Permanent Value

[22] Quran's Message for Humanity, https://www.islamicity.org/6509/qurans-message-for-humanity/

[23] QS 5: 48, juga 2: 148

Popular posts from this blog

Risalah Kebohongan: BAB II — KECELAKAAN BESAR BAGI PARA PEMBOHONG

Attitude, Aptitude dan Altitude

Al Fatihah dan AlFath: Membuka Kemenangan