Risalah Kebohongan: BAB II — KECELAKAAN BESAR BAGI PARA PEMBOHONG

 

Kecelakaan Besar

Al-Mukadzdzibiin adalah mereka yang mendustakan. Dalam Surat Al-Mursalat, Al-Mukadzdzibiin muncul sepuluh kali dalam pengulangan frase sebagai berikut:

 وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ , wailun yaumaidzin lil mukadzdzibiin.

Yang diterjemahkan oleh DEPAG RI: Celakalah pada hari itu, bagi mereka yang mendustakan (kebenaran)”.

Wailun (waw ya lam), yang sering diterjemahkan dengan kata “kecelakaan” dalam bahasa Indonesia, juga berarti duka, kesedihan, musibah dan kesengsaraan, dalam al-Qur’an sering disandarkan kepada perilaku manusia. Selain disandarkan kepada perilaku dusta, dalam al-Qur’an “kecelakaan” ini ditemukan untuk perilaku:

1.      Mengada-adakan kitab yang ditulis dengan tangan mereka yang kemudian dikatakan mereka datangnya dari Allah Swt (QS 2: 79)

2.      Tindakan kufur (kaum kafirin) (QS 14: 2, 19: 37, 21: 97, 38: 27, 51: 60)

3.      Zhalim (43: 65, 21: 11-14, 46 dan 97; 25: 27-28)

4.      menyifati Allah dengan sifat-sifat yang tidak pantas bagi-Nya (21:18)

5.      Tidak menghiraukan al-Qur’an dan Rasul (25: 27-30)

6.      Tipologi qarun (hubbudunya, mencintai dunia dan melupakan kebaikan) (28: 80)

7.      Hatinya telah membatu untuk mengingat Allah. (QS 39: 22)

8.      Kemusyrikan (41:6)

 

Kecelakaan (waw ya lam) mempunyai makna dengan nuansa mengejutkan, mengagetkan atau tidak mereka sadari atau yakini. Hal ini dapat ditemukan ketika istri N. Yaqub mendapatkan kehamilan di masa tua, dengan mengatakan:  يَا وَيْلَتَىٰ أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَٰذَا بَعْلِي شَيْخًا (“Sungguh ajaib, mungkinkah aku akan melahirkan anak padahal aku sudah tua, dan suamiku ini sudah sangat tua? Ini benar-benar sesuatu yang ajaib.” (QS 11: 72)

Keterkejutan atas kecelakaan (wailun) juga ditemukan dalam bentuk pengakuan atas tindakan/perilaku mereka. Pengakuan yang diucapkan di dunia ataupun kelak di yaumul akhir, sebagaimana dijelaskan dalam ayat-ayat ini:

1.      Pengakuan qabil atas tindakan zhalim berupa pembunuhan (5: 31)

2.      Keterkejutan mereka, para orang kafir, atas catatan amal yang diperlihatkan kelak di yaumul akhir (18: 49)

3.      Keluhan mereka (kaum zhalim) yang berkepanjangan (21: 14-15) dan ketika mereka ditimpa sedikit azab dari Allah (21: 46), keterkejutan mereka ketika menyadari hari akhir akan tiba (21: 97)

4.      Keluhan ketika mereka lebih mengikuti “si fulan” daripada al-Qur’an dan Rasulullah. (25: 28)

5.      Kekagetan ketika mereka (kaum kafir) dibangkitkan di yaumul akhir (36: 52, 37: 20)

6.      Kekagetan orang-orang yang melampaui batas (68: 31)

 

Jenis Kebohongan dalam Surat Al-mursalat

Berikut ini, penulis menyampaikan terjemahan versi DEPAG RI ayat 1-15 Surat ke-77:

1)      Demi (malaikat-malaikat) yang diutus untuk membawa kebaikan,

2)      dan (malaikat-malaikat) yang terbang dengan kencangnya,

3)      dan (malaikat-malaikat) yang menyebarkan (rahmat Allah) dengan seluas-luasnya,

4)  dan (malaikat-malaikat) yang membedakan (antara yang baik dan yang buruk) dengan sejelas-jelasnya,

5)      dan (malaikat-malaikat) yang menyampaikan wahyu,

6)      untuk menolak alasan-alasan atau memberi peringatan.

7)      Sungguh, apa yang dijanjikan kepadamu pasti terjadi.

8)      Maka apabila bintang-bintang dihapuskan,

9)      dan apabila langit terbelah,

10   dan apabila gunung-gunung dihancurkan menjadi debu,

11   dan apabila rasul-rasul telah ditetapkan waktunya.

1   (Niscaya dikatakan kepada mereka), “Sampai hari apakah ditangguhkan (azab orang-orang kafir itu)?”

13   Sampai hari keputusan.

14   Dan tahukah kamu apakah hari ke-putusan itu?

15   Celakalah pada hari itu, bagi mereka yang mendustakan (kebenaran).

 

وَالْمُرْسَلَاتِ عُرْفًا (1)

Al-mursalat, dalam terjemahan Al-Qur’an yang dikeluarkan DEPAG RI, diberikan penjelasan sebagai para malaikat. Dalam qorpus.quran.com, wal-mursalat diterjemahkan sebagai “By the ones sent forth” yang berarti: Oleh orang-orang yang diutus, sementara The Holy Quran (Yusuf Ali) memberikan terjemahan: By (the winds) ones sent forth yang berarti Oleh (angin) yang dikirim, dalam judul suratnya disebutkan terjemahan al-mursalat sebagai those sent forth, (mereka) yang diutus. Muhammad Assad dalam karya terjemahan al-Quran: “The Message of The Quran”, menerjemahkan ayat pertama dari al-mursalat ini sebagai berikut: CONSIDER these [messages,] sent forth in waves atau PERTIMBANGKAN [pesan] ini yang dikirim secara bergelombang. Sementara Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah memberikan penjelasan mengenai al-Mursalat ini sebagai: Aku bersumpah demi ayat-ayat yang dikirim melalui Jibril kepada Muhammad (Shihab). Satu lagi terjemahan yang mengklaim sebagai terjemahan akademik dan rasional dari Aurangzaib Yousufzai, menyatakan: Pesan-pesan ilahi yang dikirim (al-Mursalaat - المُرسلات).

Perbandingan terjemahan ini sengaja penulis sampaikan sebagai wawasan bahwa pesan al-Qur’an dalam konteks terjemahan dan tafsir bisa berbeda-beda. Namun, tetap, menurut penulis mempunyai spirit yang sama. Satu kelompok penafsir, misalnya terkait dengan terjemahan al-mursalat di atas lebih menekankan kepada malaikat (termasuk secara langsung ditujukan kepada malaikat Jibril) satu kelompok lebih kepada pesan ilahi atau wahyu. Spirit, yang penulis maksud adalah dua kelompok penafsir di atas, mempunyai muara yang sama ketika malaikat (dalam hal ini Jibril) sebagai penyaampai pesan ilahi kepada para Nabi.

Demikian juga dalam memberikan penjelasan kepada kata ‘urfan, masih pada ayat pertama ada yang memberikan pengertian membawa keabaikan (DEPAG RI dan Quraish Shihab). Sebagian lagi memberikan penjelasan kepada metode penyampaan wahyu, yaitu satu demi satu (Yusuf Ali), bergelombang (Muhammad Assad). Lagi-lagi penulis memahaminya dalam spirit yang sama bahwa pesan (wahyu ilahi) yang disampaikan-Nya kepada para nabi melalui malaikat dilakukan secara bertahap untuk kebaikan manusia.

 Kembali kepada pokok bahasan Surat Al-Mursalat ini, bahwa sebelum sampai kepada frase pertama dari sebelas frase:وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ (wailul lil muakdzdzibiin), didahului dengan penjelasan mengenai wahyu terkait dengan bagaiamana wahyu disampaikan (al-mursalat sendiri secara bahasa berhubungan dengan risalah yaitu adanya peran malaikat dan rasul);  fungsi wahyu sebagai pesan kebaikan dan kebenaran, menaburkan hikmah dan petunjuk ke dalam hati alam semesta secara luas dan membedakan yang baik dan yang buruk dengan sejelas-jelasnya; serta peringatan agar manusia tidak dapat beralasan lagi terdapat pesan yang membawa kebaikan. Kemudian ayat berikutnya berbicara mengenai hari kiamat yang telah dijanjikan-Nya diikuti dengan serangkaian fenomena alam yang mengikutinya sampai kepada (kembali Allah Swt menjelaskan) hadirnya hari keputusan. Akhirnya, Allah tegaskan dalam frase: Pada hari itu, kebinasaan akan menimpa orang-orang yang mendustakan (kebenaran).

Dari ayat satu sampai dengan 15 ini, kebinasaaan atau kecelakaan dijelaskan akan menimpa mereka yang mendustakan, menolak dan mengelak dari kebenaran pesan ilahi yang disampaikan utusan-Nya juga diajarkan kepada manusia oleh para nabi dan rasul. Inilah bentuk kebohongan dari kaum yang disebut sebagai “pendusta”.

Tiga ayat berikutnya (16-18) sebelum kepada frase kedua dari wailul lil mukadzdzibiin, maka kita diminta untuk belajar sejarah dan mengambil ibrah dari perjalanan ummat di masa lampaui yang berbuat hal yang sama yaitu mendustakan kebenaran wahyu Ilahi sampai mereka tergolong sebagai al-mujrimiin (kaum pendosa). Sejarah adalah bagian dari fenomena alam dan sosial dan berlaku hukum-hukum-Nya. Dalam frase kedua ini jenis dusta adalah perilaku orang-orang yang mengingkari akan sejarah orang-orang lampau atau tidak mau mengambil pelajaran dari sejarah masa lampau.

Frase ke-3: Celakalah pada hari itu, bagi mereka yang mendustakan (kebenaran), yaitu pada ayat ke-24 didahului dengan uraian fakta dari keagungan penciptaan manusia yang dijelaskan pada ayat 20-23. Selanjutnya tiga ayat berikutnya (ayat 25-27) Allah menjelaskan mengenai bagaimana menjadikan bumi dan pengaturan-Nya atas kehidupan di bumi. Atas fakta ini pula sebagaimana sebelumnya, Allah kembali menegaskan kebinasaan besar bagi mereka para pendusta kebenaran (ayat 28). Inilah frase ke-4. Frase ke-3 dan ke-4 ini berhubungan dengan kebohongan terhada ayat-ayat Allah, yaitu fenomena alam (ayat-ayat kauniyah).

Frase ke-5 (ayat 34) dan ke-6 (ayat 37) almukadzdzibiin adalah mereka yang berhubungan dengan penolakan mereka atas kebenaran mengenai hari akhir dengan penjelasan mengenai api neraka yang tidak memberikan kebahagiaan dan perlindungan juga kondisi pada saat itu pembelaan sudah tidak berarti lagi. Selanjutnya frase ke-7 (ayat 40) menegaskan bagaimana hari perhitungan menjadi hari berkabung beagi mereka para pendusta kebenaran dimana tipu daya sudah tidak berlaku lagi.    Bagi mereka yang sadar (taqwa) kepada azab Allah akan memperoleh naungan yang meneduhkan, sebagai suatu bentuk penghormatan, diucapkan kepada mereka, “Makan dan minumlah kalian dengan nyaman sebagai ganjaran amal saleh yang kalian lakukan di dunia. Inilah balasan bagi perbuatan baik mereka (ayat 41-44). Kembali frase “celakalah di hari itu orang-orang yang mendustakan kenikmatan surga.” Allah sampaikan sebagai pengulangan yang ke-8 (ayat 45). Sebaliknya bagi mereka yang berdosa (al-mujrimuun) yang lebih mementingkan kesenangan yang tak abadi, maka kebinasaanlah buah dari kedustaan atas kebenaran (frase ke-9, ayat 47). Terakhir frase ke-10 (ayat 49), disampaikan bahwa akan menjadi hari berkabung bagi orang-orang yang menyangkal kebenaran karena ketika mereka diminta untuk tunduk (ruku’) pada perintah-perintah-Nya, mereka tidak mematuhinya.

Inilah 10 keterangan Al-Mukadzdzibiin di dalam surat (77) Al-Mursalat.

Ketika pembuka dalam surat ini dimulai dengan pesan ilahi yang membawa kebaikan, maka Allah menutupnya juga dengan memperingatkan manusia akan kebenaran pesan ilahi ini:

فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ

”Maka kepada perkataan apakah selain Al Quran ini mereka akan beriman?” (QS 77.50)

Secara skematik al-mukadzibin ini berhubungan dengan penentangan dan pemalsuan kepada Allah dan aspek-aspek ketentuan-Nya (Ad-diin) yang berlaku mulai daari aspek al-haq, ayat-ayat Allah, malaikat, rasul dan berbagai ketentuan yang dijelaskan dalam ayat-ayat-Nya termasuk perilaku lalai manusia dalam kehidupan:
Gambar Subjek yang Didustakan Manusia dalam Al-Mursalat
Objek Kebohongan Manusia Menurut Al-Qur'an

Bersambung ke Bab 3

Popular posts from this blog

Attitude, Aptitude dan Altitude

Al Fatihah dan AlFath: Membuka Kemenangan