Mencari Hubungan As-shiyam dan Puasa

 “Sasih siyam” adalah istilah dalam bahasa Sunda. Istilah ini, sejak kecil saya dapatkan sebagai padanan dari istilah “bulan puasa”. “Siyam” sendiri adalah kata serapan dari bahasa Arab (ص و م), yaitu shiyam (صِيَام) -9 kali ditemukan dalam alquran- atau shaum (صَوْم) –satu kali dalam alquran-. Keduanya adalah kata benda (noun), yang berarti menahan diri. Sementara puasa dalam satu literatur yang penulis temukan berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu: "upavasa" berasal dari kata benda 'vas' yang berarti hidup, dan 'upa' yang berarti dekat. Secara terminologi Upavasa ini diartikan sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dalam menjalan hidup.

Mendekatkan diri kepada Tuhan (taqarub illallah, istilah  dlm bahasaArab), sebagaimana dalam alquran surat 39 ayat 3 di bawah ini:

  ...) وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ)

“...Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya...".

Al-muqarrabiin atau al-muqarrabuun, merujuk kepada ayat-ayat alquran, adalah mereka yang didekatkan atau dekat dengan Allah. Dalam QS 3:45, Isa putera Maryam, adalah sosok yang didekatkan dengan Allah (وَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ). Isa putera Maryam sebagai hamba Allah yang taat kepada-Nya laksana malaikat yang didekatkan kepada Allah: 

(لَنْ يَسْتَنْكِفَ الْمَسِيحُ أَنْ يَكُونَ عَبْدًا لِلَّهِ وَلَا الْمَلَائِكَةُ الْمُقَرَّبُونَ ۚ) -QS 4: 172-. 

Dalam QS 56: 11, al-muqarrabuun merujuk kepada orang-orang yang beriman paling dahulu (وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ). Kemudian dalam QS 56: 88, Al-muqarrabiin merujuk kepada orang-orang yang meninggal dan memperoleh ketenteraman dan rezeki serta jannah kenikmatan (QS 56: 89). Dalam Ayat sebelumnya (QS 56: 74-81), Almuqarrabiin berkaitan dengan mereka yang bertasbih, mengimani quran dan  tidak menganggap remeh alquran dengan segala kandungannya yang mulia, serta mereka yang tidak mendustkan rezeki-Nya. Demikian pula al-muqarrabuun dalam QS 83: 28, dijelaskan dengan frasa: “mata air yang minum daripadanya orang-orang yang didekatkan kepada Allah.”  

(عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُونَ), dan ini merujuk kepada ayat-ayat sebelumnya, yaitu mereka yang mengimani al-quran.

Dari penjelasan mengenai siapa yang mendekatakan diri kepada Allah di atas, kita dapat memahami bahwa keterkaitan puasa dengan ibadah shaum Ramadhan adalah mereka hamba Allah yang beriman, taat kepada Allah, mengimani dan  menjadikan alquran sebagai tuntunan, serta tidak mendustakan berbagai kenimatan/rezeki yang telah dianugerahkanNya.

Inilah mengapa dalam ibadah shaum Ramadhan, kaum beriman selalu dihimbau kepada upaya-upaya mendekatkan diri kepada Allah, seperti: taddarus dan taddabur alqur’an, banyak bertasbih atau berdzikir atau bergerak dengan kesadaran kepada Allah, termasuk ‘itikaf, serta banyak berinfaq dengan harta benda sebagai bentuk kesyukuran atas nikmat-Nya.  Inilah pelatihan/training program yang harus dilakukan oleh segenap kaum muminin dalam menjalankan ibadah shaum Ramadhan.

Tiga Larangan yang menandakan mereka sedang melakukan kegiatan menahan diri (shiyam) adalah makan, minum dan berhubungan badan suami-istri. Ketiga hal ini adalah aktivitas halal yang sering kali melupakan manusia dari upaya mendekatkan diri kepada Allah.

Dengan demikian, ibadah di bulan suci Ramadhan adalah bentuk Training Program yang berisikan upaya menahan diri (shiyam) atas segala hal yang menjauhkan diri kepada Allah, sebaliknya diisi dengan kegiatan-kegiatan yang mendekatkan diri kepada-Nya, seharisnya membuahkan hasil sebagai orang-orang yang menyandang gelar “muttaqiin”.   

Siapa Muttaqiin? Sungguh banyak penjelasan kata ini dalam alquran. Penulis mengambil satu ayat dalam QS 2: 177, dinyatakan mereka yang bertaqwa adalah mereka yang menjadikan kebajikan sebagai kiblat/ideologi mereka, yaitu:

  • Benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi.
  • Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta;
  • (Memerdekakan) hamba sahaya,
  • Mendirikan shalat,
  • Menunaikan zakat;
  • Menepati janjinya apabila ia berjanji,
  • Bersabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.  

Auto-kritik, terhadap kita yang terbiasa menjalankan shiyam atau puasa di bulan Ramadhan adalah, alih-alih mendapatkan label ketaqwaan atau ketundukan, namun pasca bulan Ramadhan kita kembali kepada kemungkaran, jauh dari tuntunan alquran dan mendustakan segala nikmat-Nya.  

Apa yang salah dengan aktivitas puasa kita? 

Inilah pekerjaan rumah sekaligus tantangan besar bagi setiap insan mukmin yang menjalankan shiyam atau puasa di bulan Ramadhan. Sudah sharusnya kita melakukan evaluasi sebagai insan muttaqiin yang melekat sejumlah kriteria sebagaimana dalam QS 2: 177 di atas.

Menjadi seorang yang berkiblat kepada kebaikan (al-birru), bukan sekedar ritual, bahkan keyakinan semata, namun harus dimunculkan dalam rangkaian tindakan, amalan shalihan. Inilah puncak kebaikan seorang muttaqiin.

Semoga bermanfaat.

Popular posts from this blog

Risalah Kebohongan: BAB II — KECELAKAAN BESAR BAGI PARA PEMBOHONG

Attitude, Aptitude dan Altitude

Al Fatihah dan AlFath: Membuka Kemenangan