Tasbih, Optimalisasi segala Potensi dan Sumber Daya dengan Kreativitas Sebanyak-banyaknya

           Bagi orang yang beriman dan berilmu, tak ada ruang kemalasan dalam tatanan al-Islam (Ad-din). Ketika Surat Pembuka (Al-Fatihah), sudah memberikan ringkasan dari tatanan ilahi (Dinul Islam), yang dimulai dengan janji ketuhanan, dimana semua aktivitas kita disandarkan atas nama-Nya, kemudian mengimani dan mengimplementasikan konsep rubbubiyah Allah meliputi penciptaan, penyediaan rezeki, pemeliharaan dan pembinaan bagi ‘alam ini, kemudian menyadari akan adanya hukum pembalasan ad-diin, kelak, maka dimulailah komitmen pengabdian (ibadah) dengan pola ibadah bertauhid (konsep isti’anah dan isti’adzah), kemudian kita meminta pemeliharaan berada dalam hidayah-Nya yaitu dalam jalan yang lurus (Al-Islam), dengan berharap ridha dan nikmat-Nya sebagaimana Allah telah memberikan nikmat kepada orang-orang terdahulu, maka segala aktivitas hidup kita sudah diikat dalam janji dan komitmen menebar kebaikan (rahmatan lil’alamiin). Jadi, tak ada lagi ruang kemalasan.

 Satu konsep yang menguatkan ghairah seorang beriman dan berilmu dalam terus berkarya sepanjang hayat adalah konsep tasbihDalam risalah ini, izinkan saya untuk berbagi hasil taddabur alquran mengenai satu konsep tentang tasbih, yang secara implikasi, perintah ini adalah sama nilai dengan perintah-perintah-Nya yang lain, seperti halnya shalat.   

Akar triliteral dari sabaha adalah sīn bā ḥā (س ب ح) muncul 92 kali dalam alquran, yaitu dalam tujuh bentuk turunan/variasi, baik kata benda dan kata kerja[1]. Masih dalam referensi yang sama (corpus.quran.com), Kata kerja (bentuk I) - yasbaḥu (يَسْبَحُ)- berarti: berenang (swim in English), atau mengapung (float). Demikian juga dengan bantuan google terjemah, baik (يَسْبَحُ) atau (سَبَّحَ) diterjemahkan dengan kata “berenang”, terdapat contoh kalimat penjelas:

سَبَحَ في البَحْر yang berarti berenang di laut.

Bentuk kata kerja pertama yasbaḥu (يَسْبَحُ) ini ditemukan dalam 2 ayat, yaitu QS Al-Ahzab (21): 33 dan Surat Yasin (39): 40. Keduanya berbicara tentang fenomena alam, yaitu siang dan malam yang ditentukan oleh pergerakan matahari dan bulan. Kata “yasbahuun” dalam kedua ayat ini diterjemahkan dengan kata “beredar”[2]. Namun dalam terjemah Shahih internasional, kata “yasbahuun” ini diartikan sebagai berenang.

It is not allowable for the sun to reach the moon, nor does the night overtake the day, but each, in an orbit, is swimming[3].

Artinya: Matahari tidak boleh mencapai bulan, malam juga tidak boleh mendahului siang, tetapi masing-masing, dalam orbitnya, berenang.   

Kata sabbaha, kata kerja kedua, dapat ditemukan dalam alquran sebanyak 42 kali, dan dari kata-kata inilah perintah bertasbih muncul.  Sebagaimana dalam QS Alimran (3): 41, Allah berfirman:

Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” Allah berfirman, “Tanda bagimu, adalah bahwa engkau tidak berbicara dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (وَاذْكُرْ) Tuhanmu banyak-banyak, dan bertasbihlah (وَّسَبِّحْ) pada waktu malam dan pagi hari.” (QS 3:41)

Perintah bertasbih yang dikaitkan dengan waktu bertasbih, layaknya shalat, berulang dalam beberapa ayat, seperti dalam ayat tadi merujuk kepada: pagi (الْاِبْكَار) dan malam (بِالْعَشِيِّ)[4]; terbit dan terbenam matahari serta selama periode malam dan di ujung malam[5]; malam dan siang[6]; pagi dan malam[7]; sebagian malam[8]; dan bagian terpanjang dari malam[9].

Dengan mencermati ayat-ayat di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa waktu bertasbih ini berada di sepanjang waktu kita terjaga, kecuali sedang tidur. Dan, ini memahamkan kepada saya sendiri bahwa sulit bagi saya untuk menerima bahwa perintah bertasbih hanya sebatas dengan respon berucap: subhaanallah, yang berarti meninggikan-Nya.

Perintah bertasbihpun berlaku untuk segenap makluk-Nya. Semua Makhluk Taat terhadap Perintah Tasbih dengan Caranya Masing-masing. Langit dan bumi beserta isinya[10]. Tiga ayat yang menegaskan bahwa langit dan bumi beserta isinya bertasbih kepada Allah Swt ditempatkan dalam mengawali tiga surat dalam alquran, yaitu: Surat Ash-shaf (61), Al-jum’ah (62), dan Surat Ath-thagabun (64). Dalam QS 17: 44 disebutkan bahwa manusia tidak memahami cara mereka bertasbih, dengan mengambil contoh burung yang mengetahui cara bertasbih (QS 24: 41); ditegaskan-Nya juga tak ada sesuatu pun yang tidak bertasbih[11];  secara khusus alquran menyebutkan Malaikat bertasbih[12]; Guntur pun bertasbih[13]; cahaya bertasbih[14]; orang-orang beriman bertasbih[15]; gunung bertasbih[16]; burung bertasbih[17];  yang berada di sekeliling ‘Arsy juga bertasbih[18]; dan mereka yang dekat di sisi Tuhan[19].

Dari sekian banyak penjelasan mengenai wujud perintah bertasbih, ada satu penjelasan yang mudah bagi saya untuk memahami waktu bertasbih yaitu dari Aurangzaib Yousufzai, ulama kebangsaan Pakistan, dalam situsnya quranstruelight.com, ketika menjelaskan surat An-nasr ayat 1 s.d 3, beliau memberikan penjelasannya sebagai berikut:

“Ketika pertolongan Tuhan telah datang dan kemenangan besar telah dicapai, dan Anda telah menyaksikan orang-orang memasuki Sistem Perilaku ilahi (ad-diin) secara berbondong-bondong, Anda harus turun untuk mengerahkan semua sumber daya Anda (fa-sabbih) untuk menciptakan sebuah keadaan umum dalam masyarakat di mana pujian dan penghargaan Pemelihara Anda menjadi dekat (bi-hamdi Rabbi-ka); dan terus mencari perlindungan-Nya (astaghfir-hu). Sesungguhnya Dialah yang mengembalikan kepadamu dengan rahmat.” (QS An-nasr (110): 1-3)[20].

Dalam ayat ini, Aurangzaib Yousufzai memberikan pengertian perintah bertasbih dengan berperilaku turun dan mengerahkan segala sumber daya atau sederhananya adalah bekerja dengan segala kreativitas kita menggunakan semua potensi dan sumber daya yang kita miliki. Bagi saya, ini adalah penjelasan yang “menghidupkan” Alqur’an sebagai ad-diin, sistem berperilaku, atau the way of life. Demikian juga pengertian ucapan subhaanallah, dapat dijiwai sebagai kesadaran akan ketinggian, kesucian dan kemuliaan Allah dengan segala Kreasi yang telah diciptakan-Nya.

 Inilah penjelasan yang sebelumnya pernah diungkapkan oleh Syekh 'Abd al-Rahmaan ibn Sa'di, ketika tasbih bagiadari dzikir, maka beliau menyatkan bahwa frasa dzikir kepada Allah mencakup segala sesuatu yang dengannya seseorang dapat mendekatkan diri kepada Allah, seperti keyakinan ('aqidah), pikiran, tindakan hati, perbuatan fisik, memuji Allah, belajar dan mengajarkan ilmu yang bermanfaat, dan sebagainya. Semua itu adalah mengingat Allah Al-Riyaadh al-Nadrah, hal. 245 (sumber: https://www.askislampedia.com/en/wiki/-/wiki/English_wiki/Zikr+or+Dhikr)

Kembali kepada taddabur makna sabbaha dalam 42 pengulangan sebagaimana telah dibahas di atas, semoga ini dapat menguatkan bahwa kreativitas kita dalam mendayagunakan semua potensi dan sumber daya adalah penjelasan mengenai bertasbih. Perintah bertasbih mempunyai beberapa kondisi atau keterangan, sebagai berikut:

1.          Perintah Bertasbih Dimulai dengan Konsep Basmalah.

Terdapat dua ayat yang menjelaskan kondisi ini dan keduanya berada dalam surat yang sama, yaitu Surat Alwaqi’ah (56) ayat 74 dan 96, sebagaiman Firman-Nya:

فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ

Artinya: Maka bertasbihlan atas Nama Tuhan-Mu yang Maha Agung.

QS 56: 74, diawali dengan sarangkaian ayat yang menunjukkan kepada kita bagaimana Kreasi-Nya pada alam ini menegaskan tentang kekuasaan-Nya yang mustahil dilakukan oleh makhluk-Nya.

Disampaikan-Nya berupa pertanyaan-pertanyaan kepada kita, manusia, tentang segala penciptaan-Nya dan mengingatkan kepada manusia untuk selalu mengambil pelajaran dan bersyukur. Diajak-Nya kita untuk merenungkan mengenai apapun yang kita tanam sebagai benih dalam usaha pertanian kita, siapa yang menumbuhkannya dan mudah bagi Allah, ketika berkehendak, untuk menghancurkannya yang membuat manusia tercengang karena mengalami kerugian besar.  Demikian juga renungan mengenai rezeki-Nya, yaitu air yang kita minum. Siapa yang menurunkan-Nya? Dan sekiranya Allah berkehendak, bisa jadi air hujan itu berasa asin, sehingga kita tidak bisa langsung meminumnya. Demikian juga dengan kayu atau pepohonan yang tumbuh sebagai bahan renungan manusia[21].

 Dalam ayat yang kedua, QS 56: 96, perintah bertasbih yang harus dimulai atas nama-Nya, Allah mendahuluinya dengan serangkaian tanda-tanda kebesaran-Nya mengenai bintang-bintang yang beredar dalam garis orbitnya, tentang Al-quran yang seharusnya menjadi rahmat dan rezeki (perawatan) bagi manusia, alih-alih mengimaninya malah manusia mendustakannya; dan terakhir mengenai soal kematian yang pasti akan datang kepada manusia sehingga akan jelas siapa di antara manusia, kelak, yang beroleh rahmat-Nya atau siksa-Nya sebagai balasan ketika hidup di dunia[22].

Hal ini, bagi penulis, mengingatkan mengenai Surat Pembuka (Al-Fatihah) yang dimulai dengan kesadaran dan janji ketuhanan, bismillahirrahmaanirrahiim. Bukankah kita semua sudah memahami bahwa setiap pekerjaan kita sudah semestinya diatas-namakan kepada Allah yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang.

2.          Diikuti dengan Konsep Tahmid (hamd)  

Perintah bertasbih, dalam al-quran sering diikuti dengan kata “al-hamd”, sebagaimana contoh di bawah ini:

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ

Arrtinya: maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah engkau di antara orang yang bersujud (QS 15: 98).

Penulusuran saya sendiri, setidaknya terjadi pengulangan untuk kondisi ini (perintah bertasbih yang digandengakan dengan “alhmad”), di dalam Alquran terjadi sebanyak 14 kali.

Konsep Al-hamd, merujuk kepada penjelasan dari QS Al-Fatihah (1): 2, ini berkaitan dengan konsep Rubbubiyah Allah dalam hal penciptaan, penyediaan, pemeliharaan, dan pembinaan kepada ‘alam termasuk manusia. Dengan demikian, hal ini menguatkan pemahaman saya bahwa bertasbih dengan menggunakan segala potensi dan sumber daya adalah implementasi lebih lanjut dari ucapan tahmid atau pujian “alhamdulillah” yang juga dikenal sebagai konsep kesyukuran.

3.          Selain Digandengkan dengan Konsep Hamd juga dengan Konsep Istighfar (perlindungan).

Untuk kasus ini, QS An-nasr (110): 1-3, dapat diambil sebagai contohnya. Ketika Allah telah memberikan kemenangan kepada Nabi Muhammad Saw dan ummatnya, maka kita diminta untuk segera menyingsingkan lengan baju, bersiap dengan segala karya, mengisi kemerdekaan, dengan memaksimalkan segala potensi dan sumber daya bagi kesejahteraan masyarakat (Fasabbih), artinya membangun negeri sebagai tanda kesyukuran (al-hamd) kepada-Nya. Maka, perintah diteruskan dengan senantiasa tetap mencari perlindungan kepada-Nya (Istighfar).

Konsep ini relevan dengan makna ibadah bertauhid, ketika kita berkomitmen melakukan pengbdian (iyyaka na’budu), maka kita juga tetap bertauhid dengan meminta pertolongan dan perlindungan serta kembali kepada-Nya (wa iyya ka nasta’iin) manakala dalam program pembangunan terdapat rintangan bahkan berbuat kesalahan dan menyimpang jauh dari jalan atau rahmat-Nya.

Hal ini ditegaskan dalam kalimah-Nya:

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (QS An-nasr (110): 3)

Kondisi ini, tasbih diikut tahmid dan istighfar juga dilakukan oleh Malaikat[23].   

4.          Lakukan Tasbih Sebanyak-banyaknya

Kreativitas tanpa batas. Inilah konsep tasbih yang saya fahami. Dan ini pula yang dilakukan Nabi Musa a.s, ketika beliau meminta dihadirkan sumber daya lain, yaitu saudaranya N. Harus a.s untuk menemani perjuangannya. N. Musa a.s memohon sumber daya ini dengan tujuan meneguhkan kekutannya, menemani dalam urusannya, agar Nabi Musa dapat bertasbih sebanyak-banyaknya (berkreativitas tanpa batas) dan mengingat (berdzikir) sebanyak-banyaknya[24].

Allah berfirman : كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيْرًا ۙ yang artinya:  bertasbih sebanyak-banyaknya.

5.          Impact dari Tasbih Adalah Ketaatan.

Dalam QS 7: 206 dijelaskan bahwa orang-orang yang dekat dengan Allah Swt, mereka beribadah tidak diserta dengan bentuk arogansi (kesombongan), namun dengan meninggikan, mensucikan dan memuliakan-Nya (fasabbih) dan dengan ketaatan, ketundukan atau penyerahan diri (sujud). Sujud adalah bentuk ketaatan seorang manusia kepada Tuhannya, sebagaimana Allah firmankan dalam QS AlHijr (15): 29,” Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.”

Demikian juga, masih dalam Surat Al-Hijr (15) ayat 98 Allah Swt, berfirman:

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُن مِّنَ ٱلسَّـٰجِدِينَ

“…maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud.”

Inilah, Al-Islam sebagai sistem ketundukan. Menjelaskan sistem ketundukan dengan konsep tasbih yang berlaku bagi semua makhluk-Nya, berlaku untuk semua kondisi keculai manusia sedang tidur, terus berkarya dan berkreativitas dengan segala potensi dan sumber daya yang dimiliki, dimulai dengan penyerahan diri kepada Allah dengan berikrar atas nama-Nya. Ini semua dilakukan dalam upaya mengimplementasikan bentuk kesyukuran atas segala karunia-Nya, dan senantiasa melakukan ibadah atau pengabdian yang bertauhid, yaitu senantiasa meminta pertolongan, perlindungan dan kembali kepada jalan-Nya.

Sistem Al Islam, Dinul Islam, dimulai dengan penyerahan diri kepada-Nya, diisi dengan segala kreativitas yang membangun (amal shalihan) dan berakhir dalam kondisi ketaatan, semoga kita juga wafat dalam penyerahan diri.

Semoga bermanfaat[25].


[1] https://corpus.quran.com/qurandictionary.jsp?q=sbH#(110:3:1)

[2] https://quran.kemenag.go.id/sura/36/40

[3] https://corpus.quran.com/wordmorphology.jsp?location=(36:40:15)

[4] QS 3: 41; 19: 11; 33:42; 38: 18; 48: 9

[5] QS 20: 130; 50: 39

[6] QS 21: 20; 41: 38

[7] QS 24: 36

[8] QS 50: 40; 52: 49

[9] QS 76: 26

[10] Qs 17: 44; 24: 41; 59: 24; 61; 1; 62; 1; 64; 1

[11] ibid

[12] QS 2: 30; 17: 44; 39: 75 ; 42: 5

[13] QS 13: 13

[14] QS 24: 35-36

[15] QS 32: 15

[16] QS 38: 18

[17] QS: 24: 41

[18] QS 40: 7

[19] QS 41: 38

[20] https://quranstruelight.com/the-verses/chapter-110-an-nasr-triumph

[21] Silakan dicermati QS 56: 62-74

[22] Silakan dicermati QS 56: 75-95

[23] QS 42: 5

[24] Silakan dicermati QS 20: 29 -33

[25] Untuk masukan, dan diskusi lebih lanjut, saudara semua dapat menghubungi melalui email: Setiadi.ihsan@gmail.com

 

Popular posts from this blog

Risalah Kebohongan: BAB II — KECELAKAAN BESAR BAGI PARA PEMBOHONG

Attitude, Aptitude dan Altitude

Al Fatihah dan AlFath: Membuka Kemenangan