Good Governance: Integrasi Konsep Rahmah, Amanah dan Taqwa
وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ
فِي الْأَرْضِ…
“…Sistem yang survive adalah system yang
memberikan kemanfaatan…”
(QS 13: 17)
Tata kelola
menjadi penting bagi sebuah organisasi baik itu pemerintahan, perusahaan ataupun
lembaga non profit ketika Tata kelola dapat menjaga dan memperkuat
kepercayaan pemangku kepentingan; memberikan landasan bagi organisasi
berkinerja tinggi; dan memastikan organisasi ditempatkan dengan baik untuk
menanggapi lingkungan eksternal yang berubah. Tata kelola yang baik (Good
Governance) sebagai praktik penyelenggaraan sebuah organisasi dalam rangka
memberikan jasa-pelayanan kepada stakeholders telah menjadi isu sentral,
di mana hadirnya era globalisasi menuntut good governance yang menjadi
prasyarat bagi setiap organisasi dengan semakin meningkatnya pengetahuan
masyarakat.
"Tata
kelola" (governance) dibedakan dari management, ketika governance
dinilai sebagai gambaran besar dari sekedar operasionalisasi dari tata
kelola itu sendiri sebagai domain manajemen. Tata kelola berkenaan adalah
hal-hal strategis yang dikeluarkan oleh sebuah organisasi dan dikeluarkan oleh
pihak pemutus kebijakan. Hal-hal strategis tersebut dapat meliputi struktur dan
proses dari pembuatan keputusan, akuntabilitas, serta kendali dan perilaku dari
manajemen puncak sebuah organisasi. Dengan demikian Tata kelola mempengaruhi
bagaimana objektif sebuah organisasi dirancang dan diwujudkan, bagaimana resiko
dimonitor dan dikelola serta kinerja dapat dioptimalkan. Sementara manajemen
merupakan alokasi sumber daya dan mengoperasionalisasi serta mengawasi aktivitas
sehari-hari organisasi.
Kepercayaan stakehoders dan Amanah
Organisasi
Dari outcome pertama good
governance, yaitu terjaga dan menguatnya kepercayaan ini sangat berkaitan
dengan amanah organisasi dalam menjalankan visi-misinya. Amanah dapat diartikan
sebagai kepercayaan, loyalitas, kejujuran, dan integritas. Amanah dalam
perspektif Qur’an ini berkaitan dengan tugas atau kewajiban (QS. 21: 72), hutang
atau janji yang harus ditunaikan (QS 2: 283), dan tugas yang harus disampaikan
pada yang berhak (QS 4: 58). Kata amanah sendiri mempunyai akar triliterasi yang
sama dengan kata imán, yaitu berasal dari susuna hurup hamzah mīm dan nūn
(أ م ن), sehingga dapat mudah difahami ketika imán berarti keyakinan hati, yang
sesuai dengan ucapan dan perilaku maka sikap amanah sebagaimana dijelaskan di
atas adalah perwujudan dari keimanan yang membuahkan hasil kepercayaan (trustworthy).
Amanah ini sangat terkait dengan
akuntabilitas dan transparansi, sebagaimana Allah Swt telah menggariskan
akuntabilitas (dan transparansi sebagai prasyarat untuk pelaksanaan prinsip
akuntabilitas, meskipun prinsip normatif berhubungan dengan persamaan) dalam
ayat-Nya:
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang
perbuatanmu itu (prinsip akuntabilitas, ed). Maka Allah mengampuni siapa yang
dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu.” (QS 2: 284)
Salah satu indikator keimanan seseorang
adalah ketika ia dapat memberikan jaminan keamanan bagi orang lain dan ini
diperoleh dari seorang yang mempunyai sikap amanah dalam perilakunya. Sebuah organisasi yang menanamkan sikap amanah maka outcome yang
akan diperoleh adalah kepercayaan dari stakeholders. Tidak ada satu pun yang
dapat mengalihkan perhatian organisasi kecuali harus berurusan dengan kelompok
pemangku kepentingan yang tidak puas yang disebabkan oleh kurangnya kepercayaan
pada pengelolanya. Sisi positifnya, basis dukungan pemangku kepentingan dapat
menghasilkan manfaat bagi organisasi dengan diperolehnya dukungan sosial dan
emosional, sebagai atribut tidak berwujud tetapi sangat berharga yang harus
diupayakan dan dipertahankan oleh semua organisasi.
Landasan bagi Organiasi untuk Optimasi
Kinerja dan Nilai “rahmah” sebuah Organisasi
Governance yang baik memberikan landasan bagi organisasi untuk mencapai kinerja
yang optimal. Inilai outcome berikutnya dari good governance. Pencapain
kinerja, dalam perspektif Qur’an adalah cerminan dari keimanan. Keyakinan bahwa
Allah sebagai Rabb yaitu Allah Swt sebagai pencipta, pemelihara, dan pendidik
bagi ‘alam, makhluk-Nya, maka untuk semua resources (Rezeki) yang telah
dianugerahkan-Nya kepada manusia, maka manusia mempunyai tugas pengelolaan,
pengendalian, pelestarian dan pemanfaatannya. Allah Swt dengan sifat Rahman-Nya
memberikan pengasuhan kepada manusia layaknya rahim seorang Ibu kepada janin
yang dikandungnya tanpa pamrih dan berkelimpahan. Rabb, sebagai Rabbul’alamiin,
memberikan pengasuhan kepada semesta a’alam inilah yang menjadi misi manusia yang
dijelaskan dalam Al-Quran: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS 21: 107)
Rahmat bagi alam semesta,
indikatornya adalah kemanfaatan. Alqur’an lebih lanjut menjelaskan bahwa hukum alam
bahwa sistem yang akan survive adalah system yang memberikan kemanfaatan
(QS 13: 17). Hal ini pula yang ditegaskan Nabiyullah Muhammad Saw bahwa,
sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang memberikan kemanfaatan kepada manusia
lainnya. Kemanfaatan sebuah organisasi ditunjukan dengan pencapaian kinerja
yang optimal bahkan maksimal dalam mengusung visi-misi organisasi-nya.
Raḥmah dapat berarti kelembutan,
kasih sayang, simpati, kasih sayang, dan kemurahan hati. Raḥmah adalah
kelembutan yang ingin berbuat baik kepada yang dicintai. Raḥmah selalu
dikaitkan dengan hal-hal yang baik, tentunya bermanfaat. Seseorang mendapatkan
rahmat Allah berupa kasih sayang, kekeluargaan, pertolongan orang lain,
keberuntungan, keadilan, keuntungan di dunia dan hubungan dengan orang lain.
Dalam aspek sosial, raḥmah akan terwujud ketika seseorang menganut hukum Allah
(ex: hukum sebab akibat). Ketika orang melakukan perbuatan baik kepada orang
lain, maka dia akan mendapatkan kebaikan orang lain juga, begitu pula
sebaliknya. Perbuatan baik juga mencakup relasi dan jaringan, berlaku adil,
berpikiran positif dan mengajarkan kebaikan kepada orang lain.
Pencapaian tujuan dan keberhasilan
yang berkelanjutan memerlukan masukan dan dukungan dari semua tingkatan
organisasi. Dewan Direksi atau Pengurus organisasi, meskipun dalam praktik tata
kelola yang baik, menyediakan kerangka kerja untuk perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan kinerja namun tanpa landasan untuk membangun kinerja tinggi,
pencapaian tujuan ini menjadi bermasalah ketika tidak mendapatkan dukungan staf
untuk menjadi “yang terbaik yang mereka bisa capai”.
Flexibility Dimulai dari Sikap
Awareness
Good Governance dijalankan untuk
mendapatkan outcome bagi organisasi yaitu dapat mengantisipasi segala
perubahan baik yang terjadi di dalam atau luar lingkungan organisasi. Perubahan
adalah keniscayaan. Ketika perubahan ditandai dengan pergerakan, maka inilah
menjadi ciri dari makhluk hidup. Konsep Tasbih dalam qur’an adalah bicara soal konsistensi
perubahan, pergerakan dan kreativitas. Allah Swt dengan segala kreasi-Nya,
semoga menginspirasi kita untuk senantiasa berkreativitas atas segala perubahan
yang terjadi. Allah yang mencipta dan Allah pula yang menyempurnakan (QS 87:
2), semoga menginspirasi kita dalam menyempurnakan setiap kebijakan tata kelola
dan manajemen operasionalnya. Allah pula
"yang menentukan kadar (masing-masing) dan
memberi petunjuk," (QS 87:3) menginspirasi kita dalam setiap
keputusan yang kita ambil dengan segala kejelasan prosedur dalam implementasinya.
Dasar kreativitas dimulai dari self
awareness dan God Conscious (taqwa). Ketundukan kita kepada Allah
dengan segala hukum-Nya, sebut saja hukum sebab akibat akan membawa kita kepada
tindakan visioner dalam mempersiapkan masa depan yang lebih cerah. Allah Swt
telah mendeklarasikan manusia sebagai makhluk mulia (QS 17: 70), ummat/bangsa
terbaik yang dengan keimanannya dapat menentukan mana yang terbaik dan jelek
(QS 3: 110).
“… Sesungguhnya Allah tidak merubah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri…” (QS 13: 11). Manusia yang
mendapatkan otoritas dalam enentukan masa depannya. Ayat ini menguatkan kita
akan perlunya kesadaran awal ketika
seiring dengan waktu segala sesuatu selalu berubah. Dalam kaitan inilah, good
governance mesti difahamisebagai kebijakan strategis dalam upaya
mengantisipasi setiap perubahan dan selanjutnya fleksibilitas organisasi
diperlukan.
Inilah perspektif good governance yang saya
temukan dalam alqur’an. Diwujudkan dalam bentuk raḥmah, amanah dan ketaqwaan,
dan dasar dari ke-tiganya adalah keimanan. Ditujukan guna mencapai kebaikan dan kebahagiaan
hidup di masa kini dan masa depan. Pemerintahan yang baik, misalnya, didasarkan pada iman akan membuat orang
merasa aman karena melakukan apa yang menjadi kewajiban mereka dan mereka akan
diminta pertanggunjawabannya.
Dalam
konteks good governance, Imān menjadi landasan penting dalam melihat
bagaimana aturan ditaati dan dilaksanakan oleh seseorang. Orang yang tidak
memiliki Imān, mereka tidak akan menunjukkan rasa syukur dalam perilakunya,
atau bahkan melawan aturan organisasi, membuat kebohongan terhadap organisasi
dan stakeholders terkait. Dengan demikian, orang yang melakukan penyimpangan
seperti korupsi, diskriminasi, penipuan, perbuatan melawan hukum dan lain
sebagainya merupakan tanda orang tersebut tidak beriman.
Penjelasan good
governance dalam alqur’an, yang saya cermati, dimulai dengan menjelaskan
fitrah manusia. Mereka diciptakan berbeda dan berpasangan (49:13). Dalam menaati aturan, ada yang beriman
(īmān) dan ada yang tidak (2:253; 4:55). Mereka yang beriman akan mematuhi
setiap aturan dan meninggalkan larangan atas dasar kepercayaan, loyalitas dan
komitmen penuh terhadap aturan tersebut. Sementara mereka yang munafik dan tidak
beriman, mereka akan lari serta melanggar aturan.
Menaati aturan
memang tidak mudah, namun membutuhkan hati yang dalam dan komitmen penuh. Inilah
pentinyan Imán. Tanggung jawab amanah organisasi adalah refleksi keimanan ketika
apa yang digariskan sebagai kebijakan diikuti semua anggota dalam organisasi secara
konsekuen; Kinerja yang diwujudkan dengan empati dan sikap konsisten berkarya
dalam kebaikan untuk memberikan kemanfaatan (rahmah) adalah manifestasi keimanan;
serta awareness dan ketaatan (taqwa) adalah tanda iman yang pasti,
sebagai peneguhan atas sikap amanah dan rahmah yang berorientasi ke depan.
Referensi:
·
Alquranul Kariim
·
Imam Taufiq, 2015, TRANSPARENCY AND
ACCOUNTABILITY IN THE QUR’AN AND ITS ROLE IN BUILDING GOOD GOVERNANCE,
International Journal of Business, Economics and Law, Vol. 6, Issue 4 (Apr.)
· Yahya, H., 2002, The basic concepts in the Qur’an, New Delhi: Goodword Books.
·
https://corpus.quran.com/qurandictionary.jsp?q=Amn#(2:3:2)
·
https://www.governancetoday.com/GT/Material/Governance__what_is_it_and_why_is_it_important_.aspx
·
https://askanydifference.com/difference-between-management-and-governance/