Ga nembus Kang Wimar...

Gara-gara mau ngomentarin tulisan yang ada di prespektif on line ya udah saya putuskan nulis di blog sendiri. Tulisan pertama yang saya mau komentarin adalah mengenai malu,salah satu cuplikan tulisannya adalah,"... Orang yang punya nilai etika rendah tidak bisa merasakan malu." terus, "...Orang yang berperasaan halus, berbudaya tinggi, gampang malu." Dengan kata lain kita bisa menangkap kriteria orang yang masih mempunyai rasa malu atau tidak.

Sebagai manusia biasa yang terlanjur dikenal sebagai manusia yang diluar biasanya manusia, dengan berbagai kelebihannya, Kang Wimar menyajikan beberapa contoh (peristiwa)mengenai orang yang punya malu dan kurang (tidak), tentunya sambil menunjuk tokoh-tokoh kita. Sampai di sini saya berfikir bahwa malu selalu ditautkan dengan suatu tindakan atau malu adalah respon dari suatu tindakan. Kalau benar, dengan kriteria di atas saya jadi fikir-fikir lagi. Kalau begitu malu sebagai suatu rasa ya... relatif. Ibarat 'pedas' ada yang tahan ada yang tidak. Yang lebih ekstrim adalah tidak berasa pedas. Ugh... bisa gitu...? Orang korup harusnya malu telah merugikan keuangan negara atau memperkaya sendiri. Bagaimana kalau dia ga berasa malu? Menurut kriteria Kang Wimar dia mempunyai nilai etika yang rendah atau tidak berperasaan halus atau berbudaya rendah. Kalau dia dengan tindakan korupnyanya tidak sadar telah memperkaya sendiri atau merugikan keuangan negara? Ini persoalannya... kayanya harus tambah satu kriteria lagi, dia seorang yang bodoh! tapi apa mungkin orang bodoh bisa korup? hmhmhhh... bagaimana lagi ini? forget it.. he..he...

Soal Poligami?
Waduh jangan ditanya, ini mah soal yang pelik. Salah satu komentator prespektif, mudah-mudahan bukan cerminan frustasi, soal ini tidak akan berakhir. Selalu ada polemik dan pro-kontra. Sebagai manusia atau orang biasa, kata kang Wimar mah, gak apa-apa ikutan nimbrung pendapat. Satu-satunya solusi (gagah, kan?) mengentaskan poligami adalah menyingkirkan makhluk yang namanya wanita atau laki-laki. Lho mengapa demikian? Lho, selama masih ada wanita yang mau (rela, terpaksa, bodoh, dll) menjadi istri kedua ya, poligami pasti ada. Sama aja dengan pelacuran (mengapa lagi topik ini tidak diusung oleh kalangan feminis, genderis dan selevel) selama ada wanita yang suka menjajakan 'anu' nya ya... tetap langgeng. Atau bisa dibalik selama masih banyak hidung belang yang suka silaturahim ke sana, ya langgeng...

Yang ingin saya komentarin adalah, poligami ini ada dalam bahasan agama, Islam, misalnya. Ya... mohon maaf kita harus hati-hati. Walau para penentang poligami justru dari muslim dan muslimah sendiri, toch itu soal keyakinan. Dan dalam Islam itu tidak diharamkan. Mengapa kita mau mengusik keyakinan orang? Bukankah kita mempunyai kebebebasan beragama (berkeyakinan). Apakah dengan Poligami yang menjadi sunah Nabi Muhammad, Beliau bermaksud melecehkan atau merendahkan kaum hawa? atau melakukan plecehan seksual bahakan dekat dengan perilaku korup? Ya... wajar ada yang membela poligami sebagai konsekuensi suatu keyakinan... Mohon maaf, apakah Aa Gym dengan tindakannya mau berpromosi? mengajak orang untuk berpoligami? Saya yakin ada niatan baik... daripada yang direndahkan para penentangnya. Bagaimana dengan para suami dari istri yang menentang poligami? Apakah tidak terpikirkan atau terbayangkan sedikitpun oleh para suami tadi keinginan berpoligami atau mungkin berselingkuh? minimal tertarik untuk itu? he...he... Who Knows...

Comments

Popular posts from this blog

Risalah Kebohongan: BAB II — KECELAKAAN BESAR BAGI PARA PEMBOHONG

Attitude, Aptitude dan Altitude

Al Fatihah dan AlFath: Membuka Kemenangan