Apelo, Masalah dengan Kafir?

Pernahkah kita bertanya, mengapa kita sebagai umat "Islam" lebih suka menyebut diri kita dengan panggilan Muslimin dibanding Muminin?

Dalam al-Quran, Nabiyullah Muhammad diperintahkan untuk mengikuti "Millah Ibrahim" (16:123), di mana Ibrahim sebagaimana nabi yang lain adalah mereka yang berserah diri (musliman) kepada Allah (3:67).

"Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). -QS 42:13-

Dalam QS 3:67, disebutkan:
"Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik."

Inilah, kiranya jawaban atas pertanyaan di atas. Dan, semoga keterangan di atas memberikan kesadaran dan pemahaman yang sama bahwa Muslim (orang berserah diri) dan Islam/penyerahan diri sebagai agama/ajaran (3:19), adalah bukan dimulai dari Nabiyullah terakhir, Muhammad Saw.

Penamaan agama/ajaran kepasrahan diri yang sesungguhnya telah berlaku di masa para Nabiyullah jauh sebelum N. Muhammas SAW sebagai "Islam" yang di era kini, hanya difahami berlaku bagi ummat N. Muhammad Saw, inilah yang pada akhirnya menyeret kepada polemik Islam versus kafir.

Terminologi kafir, dalam quran adalah merujuk kepada satu golongan orang beriman (mumin, tunggal. Jamak: Mu'minuun atau aamanu).

QS 64:2, cukup menjadi rujukan masalah kafir kontras mumin atau kufur lawan iman.
"Dialah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."

Golongan Kafir sendiri itu terdapat dalam golongan ahli kitab, yaitu golongan yang mendapatkan kitab suci sebelum Qur'an, yaitu Taurat dan Inzil, juga dari kalangan musyrik, yaitu yang mengadakan/menjadikan sesuatu selain Allah sebagai Tuhan.

QS 98:6, menjadi rujukan hal di atas:
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk."

Sudah menjadi ketetapan-Nya pula, bahwa sebagian besar manusia adalah KAFIR.
"Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman -- walaupun kamu sangat menginginkannya." (QS 12: 103)

Kasus kufur adalah penolakan sederhana terhadap Tuhan, atribut-Nya, utusan-Nya, kitab-kitab-Nya, dll.

Beberapa ayat dalam Qur'an di bawah ini dapat menjadi rujukan kriteria Kafir.
"Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat."

Kufur juga ditujukan bagi orang-orang yang menolak peraturan Allah, dan menentang sistem dan ajaran-Nya (5:44). Kufur juga adalah mereka yang mengatakan: "Tuhan itu trinitas!" (5:73)

Perlu difahami, kaum Kufur juga dikenal tidak hanya untuk penyangkalan kepada Allah atau wahyu-Nya, tetapi dalam kesombongan mereka, mereka juga terlibat dalam ejekan wahyu Allah atau umat beriman. (29:47)
Seperti para penyembah berhala, pembalasan bagi yang kufur adalah neraka  (33:64).

Berikutnya, alih-alih kita menyebut diri Muslim, apa yang saya fahami, kaum "muslim" ini tidak pernah diseru tuhan dalam KitabNya untuk sebuah perintah atau larangan.
Tuhan justru menyeru kepada manusia (An-Nas) dan orang-orang beriman (aamanu).

Mengapa kita tidak menamakan diri (karena beriman kepada Allah, hari akhir, utusanNya dan Kitab-kitab-Nya) sebagai kaum muminin, sehingga tepatlah dan tidak akan lagi dipertanyakan pemberian gelar kafir bagi mereka yang menolak Allah dengan segala attibut-Nya seperti dijelaskan di atas.

Terminologi kafir (disbeliever) nyatanya sudah umum diterima masyarakat internasional untuk membedakan dari kaum beriman (believer). Dan, tidak perlu lagi kiranya mereka-reka dengan alasan apapun untuk menggantikan istilah kafir (orang-orang yang tidak beriman, disbeliever) yang justru dikontraskan dengan Islam, sebagai non-muslim.

Di kalangan Kristiani, misalnya, disbeliever (kafir, arabic) adalah biasa digunakan, demikian juga di agama manapun. Kami yang tidak mengimani ajaran kristiani adalah kafir menurut kaum kristiani. Secara bahasa, apa yang salah?

Nah, jika Kafir menjadi lawan kata dari Non Muslim, sudah seharusnya kafir, secara bahasa dan istilah,  juga menjadi lawan kata Non Kristen, Non Hindu, Non Budha, dst.

Dengan demikian tidak ada masalah dengan kafir, toch?

Popular posts from this blog

Risalah Kebohongan: BAB II — KECELAKAAN BESAR BAGI PARA PEMBOHONG

Attitude, Aptitude dan Altitude

Al Fatihah dan AlFath: Membuka Kemenangan