Puasa dalam Persfektif Qur'an


Puasa di bulan Ramadhan Menurut Quran
Saya sampaikan tafsir QS 2:183-189 yang berkenaan dengan bulan puasa di bulan Ramadhan dengan sumber rujukan:

  1.  The Explanation of Holy Qur’an (G. PArwez)
  2.  Quran Explain Its Self (Shabir Ahmed)

QS 2:183-184
GA Parwez, mendefinisikan puasa sebagai Self Control (Pengendalian diri). Pengendalian diri adalah prasyarat baik untuk kesabaran dan ketabahan di dalam sebuah peperangan, serta untuk membangun sistem sosial-ekonomi yang adil dan merata. Senada dengan GA Parwez, Shabir Ahmed juga mendefinisikan puasa sebagai pengendalian diri. Menurutnya, dalam menciptakan masyarakat ideal membutuhkan disiplin dan pengendalian diri di antara individu-individu. Kita yang telah memilih untuk disemangati dengan keimanan, camkanlah bahwa “Latihan kolektif” berupa puasa atau kontrol diri diharuskan untuk kita sebagaimana adanya telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita sehingga kita diberdayakan dalam melawan kejahatan. Menurut Shabir Ahmad, ia telah menerjemahkan 'Saum' sebagai kontrol diri alih-alih 'puasa' karena melibatkan lebih dari puasa, seperti berpantang dari hubungan suami-istri yang intim. Saum yang berarti Kontrol diri atau Abstinensi merupakan Latihan Kolektif untuk menahan diri yang dilakukan Masyarakat dengan kata lain sebuah upaya kolektif sadar untuk berhenti dari kejahatan umum seperti ketidaksabaran, kemarahan, kritik yang tidak adil, iri hati, percakapan tidak sopan atau perilaku, dll. Sementara keluaran dari pengendalian diri ini adalah Taqwa, yait Perjalanan dalam keamanan, sikap berhati-hati, menghindari dari aktivotas melanggar hokum,  memperkuat dan menjaga diri sendiri dalam berperilaku yang baik.

Dengan pengendalian diri ini, jika terjadi konflik antara dorongan fisik (nafsu) kita dan nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi, kita harus menjunjung tinggi yang terakhir. Selain itu, kita harus membiasakan diri untuk menjalani kehidupan yang keras dan sulit. Untuk tujuan ini, puasa telah menjadi kewajiban bagi kita seperti halnya bagi komunitas sebelumnya, agar kita dapat hidup sesuai dengan hukum ilahi dan melindungi diri kita dari jebakan kehidupan. Puasa dijalani untuk beberapa hari yang ditentukan (karena penetapan waktu itu sendiri adalah upaya untuk kedisiplinan dalam kehidupan).  Jika selama Ramadhan (bulan puasa) ada di antara kita  dalam kondisi sakit atau dalam perjalanan (dan melewatkan beberapa puasa) ia harus menyelesaikan bilangan yang ditentukan dengan berpuasa pada hari-hari lainnya. Tetapi jika seseorang tidak sakit atau dalam perjalanan namun tidak dapat berpuasa kecuali dengan kesulitan besar dan, oleh karena itu, tidak dapat mengimbangi puasa yang terlewat, ia harus menyediakan makanan bagi seseorang yang membutuhkan sebagai pengganti daripadanya.

Jelaslah bahwa kondisi kategori orang yang disebutkan terakhir tidak dapat ditentukan oleh hukum. Ini berlaku untuk kita sendiri dalam menentukan apakah kita tidak dapat berpuasa kecuali dengan kesulitan besar. Jika menilai kondisi kita sendiri, kita berkesimpulan bahwa kemungkinannya kita kuat menjalaninya, maka lebih baik bagi kita untuk berpuasa walaupun itu (relatif) sulit bagi kita, karena tujuan yang dilayani oleh puasa tidak dapat dicapai dengan menyediakan makanan kepada orang lain, asalkan Kita memahami alasan puasa.

QS 2:185
Di sini muncul pertanyaan mengapa bulan Ramadhan (bulan puasa) dipilih untuk latihan kolektif ini (juga individu) dalam disiplin diri. Jawabannya adalah Ramadhan adalah bulan di mana wahyu (Al-Quran) dimulai yang menunjukkan kepada semua umat manusia jalan yang jelas menuju tujuan akhir, mengungkapkan nilai-nilai permanen di mana seseorang dapat membedakan kebenaran dari kepalsuan. Disiplin yang dipelajari melalui puasa adalah pelatihan tahunan untuk tetap dalam keadaan siap untuk pencapaian program yang tinggi ini. Karenanya seseorang yang berada di rumah selama bulan ini harus berpuasa. Jika seseorang sakit atau dalam perjalanan, ia harus, sebagaimana telah disebutkan, menyelesaikan puasa yang ditentukan dengan berpuasa pada hari-hari lain. Allah ingin membuat segalanya mudah bagi Kita dan tidak ingin membuat Kita kesulitan dan kesulitan. Puasa bukanlah ritus belaka. Tujuannya adalah untuk memungkinkan Kita membangun di satu sisi supremasi hukum-hukum ilahi di dunia, dalam kejelasan bimbingan yang diberikan kepada Kita (9:33), dan di sisi lain untuk memungkinkan Kita memelihara potensi Kita sendiri. Karena bimbingan itulah maka kita mengaungkan Allah, memujiNya dan bersyukur kepada-Nya.

QS 2:186
Dalam konteks kewajiban puasa, jangan berpikir bahwa dengan membatasi pemenuhan kebutuhan manusia pada waktu yang ditentukan dan dengan tidak melakukan kesenangan material, seseorang mencapai kedekatan dengan Allah (sebagaimana diyakini sebagai kasus di antara para pemujaan monastic = praktik keagamaan berupa tindakan menafikan segala hasrat keduniawian dengan maksud membaktikan hidup semata-mata untuk tujuankerohanian). (Wahai Rasool) Ketika para penyembah-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, katakan kepada mereka bahwa aku dekat dengan mereka setiap saat. (Ini artinya) ketika seseorang memanggil-Ku untuk membimbingnya ke jalan yang benar, Bimbingan Allah yang dinyatakan dalam Alquran itulah jawabannya. Karena itu, beri tahu mereka bahwa cara untuk mencapai kedekatan Allah adalah dengan mematuhi hukum-hukum-Ku sepenuhnya, percaya secara implisit dalam validitas mereka (Liat QS 7:56, 8:24, 32: 15-16, 40:60, 42:26). Dengan mengikuti hukum-hukum ini mereka akan dapat berjalan dengan kuat di jalan kehidupan yang benar.

QS 2:187
Perhatikan bahwa puasa hanya dari waktu fajar hingga malam. Selama jam-jam lainnya, makan, minum atau melakukan hubungan seksual dengan istri seseorang tidak dilarang. Hubungan antara kedua pasangan adalah yang paling intim. Monastisisme melahirkan konsep selibasi (membujang seumur hidup) sebagai sarana untuk mencapai kedekatan dengan Allah, tetapi  Allah sangat menyadari pentingnya hubungan intim antara pasangan dalam memenuhi kebutuhan manusia, dan (adalah) penyimpangan, fantasi dan penipuan diri yang menyebabkan penolakan dari hubungan pernikahan (57:27). Manusia dapat menetapkan batasan yang tidak wajar pada diri mereka sendiri, tetapi hukum Allah berjalan di atas semua batas seperti itu, menghilangkan keraguan dan kecemasan Kita dan menjelaskan bahwa pada jam-jam dari malam hingga fajar, kita diizinkan untuk hidup bersama dengan istri kita, serta menikmati makanan dan minuman. Dari waktu fajr hingga malam kita diharuskan berpuasa. Jika setelah malam kita melakukan ‘itikaf (pelatihan atau aktivitas mis., di Masjid) secara berurutan untuk merenungkan atau menyelesaikan beberapa masalah atau masalah penting, maka kita harus mencurahkan seluruh perhatian kita pada tugas yang ada dan jangan pulang.
Ini adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah mengenai hal-hal yang telah dibahas di atas. Kita harus mematuhinya. Allah menjelaskan hukum-hukum-Nya dengan jelas sehingga orang dapat sepenuhnya memahami dan mengikutinya.

QS 2:188 - 189
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, selalu mengingat fakta ini bahwa tujuan puasa adalah untuk menciptakan disiplin diri dalam diri kita yang dengannya kita dapat membedakan antara mana yang sah dan melanggar hukum di semua bidang kehidupan dan untuk menolak yang terakhir. Tidak peduli seberapa kuat kita tertarik padanya. Misalnya, jangan mengambil milik orang lain atau menyuap pejabat untuk memberi Kita apa yang menjadi milik orang lain ketika Kita mengetahui konsekuensi yang timbul dari jalan memperoleh sesuatu dengan cara  tidak adil. Dengan demikian, tujuan puasa adalah mengembangkan kepribadian Kita dengan cara yang dijelaskan di atas.
Allah telah menyatakan sebelumnya bahwa puasa adalah selama bulan Ramadhan. Ini membuat beberapa orang berpikir bahwa beberapa bulan menguntungkan dan ada yang tidak menguntungkan dan mereka telah merujuk masalah tersebut kepada Kita. Wahai Rasul! Katakan kepada mereka bahwa itu adalah takhayul belaka untuk menyebut beberapa bulan (atau beberapa hari) menguntungkan atau tidak menguntungkan. Padahal, spesifikasi waktu hanya untuk menentukan kalender. Keuntungan memiliki kalender jelas - misalnya, memungkinkan kita untuk mengetahui kapan ibadah haji  (konvensi internasional tahunan) akan dilaksanakan. Katakan dengan jelas kepada mereka bahwa takhayul tidak memiliki tempat di dalam Ad-din (agama; cara hidup). Misalnya, kepercayaan bahwa selama haji (konvensi internasional tahunan), baitullah harus dimasuki dari belakang, dan bukan dari pintu depan hanyalah sebuah takhayul. Kebenaran tidak terkait dengan ritual semacam itu. Itu hanya berkaitan dengan sejauh mana kita mematuhi hukum-hukum ilahi dan dengan keagungan karakter kita. Oleh karena itu, enyahkan praktik-praktik bodoh seperti itu dan masuklah ke baitullah selama haji (Pilgrimage tahunan) seperti yang dilakukan pada hari-hari lainnya.
Ikuti hukum ilahi dan hiduplah sesuai dengan rutinitas normal kita. Ini adalah cara untuk mencapai kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidup.

Catatan  tentang Itikaf
 ‘Itikaf = Tugas khusus = Untuk didelegasikan = Tugas ekstra = Penugasan unik = Tugas Penting.
‘Aakifoon = Yang ada dalam kata  I'tikaaf. Sayangnya, di bawah pengaruh Ajami (alien/asing), konsep yang diberikan kepada I'tikaaf telah mengurangi Keagungan ini. Ordonansi untuk isolasi asketis (Kerahiban) dan ritualistik selama sepuluh hari di sebuah masjid pada bagian ketiga Ramadhan. Jelas, praktik yang ditemukan ini melanggar Perintah Al-Quran terhadap monastisisme dan hak asasi manusia. (sumber rujukan yang digunakan adalah QS 57:27).


Popular posts from this blog

Risalah Kebohongan: BAB II — KECELAKAAN BESAR BAGI PARA PEMBOHONG

Attitude, Aptitude dan Altitude

Al Fatihah dan AlFath: Membuka Kemenangan