Al Fatihah dan Pendidikan (1)
gambar ini diambil dari halaman google |
Kembali kita bertaddabur dengan Qur’an,
khususnya Surat Al-Fatihah.
Al-Fatihah yang berarti pembukaan dan
juga kemenangan, secara etimologi, mengisyaratkan kepada kita bahwa dengan
pemahaman akan pembukaan kitabullah, Qur’an, yaitu Suratul Fatihah, di sana terdapat pengharapan akan sebuah kemenangan. Insyaa Allah penulis akan mencoba melihat
arti kemenangan dalam makna etimologis Al-Fatihah dengan Suratul Fath (Surat
ke 48) dalam taddabur lain.
Sumber
tulisan yang menjadi referensi utama adalah skripsi Mhd. Mirza Munandar Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Prodi
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh, yang berjudul Nilai-nilai Pendidikan dalam
Al-Quran Surat Al-Fatihah.
Telah dikemukakan dalam tulisan sebelumnya mengenai nama-nama lain Al-Fatihah.
Beberapa nama memahamkan kita bahwa dalam Surat Al-Fatihah mengandung
pokok-pokok pikiran dari Quran itu sendiri. Dengan demikian, dapat kita
memahami Skripsi dari Mhd. Mirza Munandar ini, yang membedah
aspek pendidikan (didaktik) dalam Surat Al-Fatihah tentunya dengan subjek kandungan
utama Qur’an, yaitu: Akidah (Tauhid), Ibadah, akhlak dan ilmu pengetahuan itu
sendiri.
Tuhan, mengenalkan diriNya dengan nama Allah sekaligus sifatnya, itulah
aspek pendidikan Tauhid pertama. Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan
Penyayang. Dengan Nama Allah sebagai Ar-rahmaan dan Ar-rahiim. Inilah tarjamah lafadz
basmallah: bismillahirrahmaanirrahiim. Dalam tulisan lain, saya pernah menyampaikan satu kajian mengenai
Ar-rahmaan yang sangat erat kaitannya dengan keMahaKuasaan-Nya Allah. Dengan
merujuk kepada Surat Arrahmaan (surat ke 55), disana dapat kita kaji bahwa
Ar-rahmaan banyak terhubung dengan kekuasaanNya.
Dalam ayat pertama Al-Fatihah ini juga, telah menjadi landasan pendidikan
dalam ibadah, ketika lafadz basmallah menjadi hal yang dibiasakan untuk
digunakan dalam memulai setiap aktivitas menyertai niat. Tak ada lain motivasi
dan tujuan yang ingin dicapai kecuali diniatkan karena-Nya dan mengharap ridhoNya. Inilah yang menjadi dasar
ibadah, yaitu keyakinan bahwa apapun pengabdian kita hanya ditujukan kepadaNya.
Ini juga yang kita kena sebagai tauhid ILAHIYAH.
Tauhid Ilahiyah dalam Al-fatihah dilanjutkan kepada keyakinan bahwa
kebesaran itu hanya kepunyaan Allah, untuk itulah kita bertahmid, memujiNya:
Alhamdulillah. "hamd" dari ayat ke-2 surat Al-Fatihah ini menjadi konsep dasar yang menurut G.A Parwez dalam
memberikan keterangannya menjelaskan sbb:
“Konsep Hamd biasanya diterjemahkan sebagai Puji(an), tetapi ini adalah
terjemahan yang sangat sederhana. Faktanya, hamd adalah ekspresi dari perasaan
penghargaan yang mendalam dan intens yang muncul secara spontan ketika
seseorang melihat sesuatu yang sangat indah dan unik. Tujuan mengucapkan Hamd
(mis. Untuk mengatakan Al Hamdulillah) adalah untuk mengakui kebesaran siapa
pun yang menciptakan objek kekaguman yang diberikan. (9: 112, 35: 27-28)
Orang yang dinyatakan memperoleh kemenangan besar Al-Fauzul ‘Azhiim
(9:111), salah satu cirinya adalah mereka yang terbiasa mengekpresikan perasaan
penghargaan mendalam (Hamd):
“Mereka itu adalah
orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang
ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan
yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.
Mari kita cermati juga konsep Hamd dalam QS 35:27-28
(27) Tidakkah Anda melihat bagaimana air turun dari awan, mennumbuhkan
buah-buahan berbeda dari berbagai warna yang dihasilkan (semua buah dan tanaman
tidak sama)? Dan lihatlah pegunungan. Meskipun Anda mengamati garis-garis putih
dan berbagai nuansa merah serta lainnya yang hitam pekat, pegunungan ini pada
dasarnya sama.
(28) Hal yang sama berlaku untuk manusia, binatang dan ternak dari
berbagai jenis. Ciptaan alam semacam itu adalah bukti hidup dari pekerjaan
hukum ilahi. Namun, hanya mereka yang merenungkannya dengan akal dan akal budi
tunduk kepada-Nya. Hanya mereka yang pantas disebut cendekiawan, dan hanya
mereka yang bisa memahami betapa terlalu kuatnya hukum Allah. Siapa pun yang
hidup sesuai dengan itu diberikan sarana perlindungan yang memadai.
Nyata, bagi kita bahwa konsep Hamd, bukan hanya sekedar dalam
pelafalan/pengucapan, namun hasil dari sebuah perenungan.
Pendidikan Tauhid berikutnya, masih dalam ayat-ke-2 adalah Tauhid
Rubbubiyah. Keyakinan akan Tuhan sebagai Pengatur, Pemberi Perawatan dalam system semesta. Semua berjalan
dalam hukumNya, sunnatullah. Rabb, Tuhan Semesta Alam.
Didalam Sistem ini, semua hal akan diputuskan sesuai dengan hukum ilahi
(17: 111, 43:84, 82: 18-19), dan inilah sistem yang mana akhirnya harus dan
pasti menggantikan semua sistem buatan manusia (9:33).
“Dialah yang mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk dan system yang
benar untuk dimenangkanNya atas segala system, walaupun orang-orang musyrik
tidak menyukainya.” (9:33).
Selanjutnya, Al-Fatihah mengajarkan kita akan system ketundukkan kepada Allah
berikut system Ilahi. Iyya ka na’budu wa iyyaka nasta’iin (ayat 4).
Ketaaatan atau ketundukan inilah yang akan diperliatkan nanti dalam hari
pembalasan (Yaumuddin), dengan pengakuan berikutnya, bahwa Allah sebagai Raja
diraja (Malik). Dalam ilmu Tauhid, dikenal sebagai Tauhid Mulkiyah, bahwa
Pengadil Utama kelak adalah Allah Swt. Maa liki yaumiddin (ayat 3).
Sitem Ilahi lah yang bergerak dalam alam semesta dan semuanya kelak akan
diputuskan oleh yang Maha Memutuskan, ialah empunya system, Sang Raja, Al-Maalik.
Bersambung… ke part 2