Fa'aina Tadzhabun? (Bagian I)

Sumber: Google
Fa’aina tadzhabun?, hendak kemana kita pergi?, begitulah kira-kira terjemah bebas dari frase bahasa Arab yang saya temukan dan kutip dari gerbang sebuah mesjid, tempat persinggahan para pengguna jalan raya, tepatnya di Nagreg. Frase tadi cukup singkat namun akan menjadi renungan yang panjang bagi kita semua yang sama-sama sedang menempuh perjalanan besar di dunia ini.
Kemana kita akan melangkah? Mau jadi apa kita kelak? Pekerjaan seperti apa yang kita akan tuju? Pertanyaan-pertanyaan ini, menurut saya senilai dengan ungkapan bahasa arab: Fa’aina tadzhabun?

Setelah tamat kuliah, Nah…mau apa kita?
Al-Qur’an telah mengingatkan kepada kita untuk memperhatikan dan mempersiapkan hari esok (Q.S Al-Hasyr-18). Bagi kita yang sedang menempuh pendidikan Farmasi, tentunya akan terbayang sebuah aktivitas kelak yang sangat relevan dengan apa yang sedang kita pelajari sekarang. Mungkin kita telah mempersiapkan studi lanjutan Apoteker atau mungkin S-2-nya Farmasi. Sebagian dari kita mungkin dari sekarang sudah kena vertigo syndrome (pusing tujuh keliling) pekerjaan apa kelak yang cocok? Bahkan juga sebagian dari kita telah berfikir ekstrim (semoga bukan wujud dari rasa frustasi) apakah kita nanti laku di bursa kerja?

Bagi muslim/mah, percaya bahwa tujuan hidup itu harus satu: Mardlotillah (berharap keridloan-Nya). Kalimat yang juga singkat, padat, mudah diucapkan namun tidak gampang untuk dilaksanakan. Pengujiannya sangat sederhana. Ketika kita sekarang masih pusing berfikir akan masa depan, katanya itu berarti pemahaman kita akan mardlotillah hanya pas diberikan nilai D kalau bukan E. Apakah sesederhana itu?

Seandainya semua manusia diberikan ‘ilmu weruh’ (mengetahui akan masa depan), tentunya tidak akan kena vertigo syndrome. Namun belum tentu, lho… Ketika kita mengetahui masa depan kita suram (madesu), apa jadinya? Mungkin pilihan mengakhiri hidup adalah bukan mustahil, artinya untuk apa hidup ini diteruskan kalau memang masa depan kita tidak gemilang alis madesu. So… Mengetahui kondisi masa depan pada masa sekarang, pun belum tentu merupakan kondisi yang mengenakkan.

Layaknya umur/usia kita… Tidak ada satupun manusia secara persis dan akurat dapat menentukan kapan dan di mana serta dalam kondisi apa kita mati? Pun demikian dengan usaha bunuh diri, ketika Yang di Atas Sana, belum memberikan izin, banyak peristiwa usaha bunuh diri berbuntut kegagalan. Mengapa Islam memandang haram hukumnya bunuh diri?

Setidaknya orang yang berusaha dan bertahan hidup, semiskin dan sehina apapun dia, kondisinya jauh lebih mulia dari orang yang bunuh diri. Tepatlah lirik dari musisi senior kita, Iwan Fals: “ Tujuan bukan utama, yang utama adalah prosesnya” Proses bertahan dalam hidup jauh lebih bernilai dari upaya mengakhiri hidup. Bunuh diri adalah symbol ketidakberdayaan dan keputus-asaan. Tidak kuat menanggung beban ekonomi, bunuh diri. Tidak sanggup menanggung malu, bunuh diri. Tidak kuasa menerima kenyataan dicampakkan sang pacar atau pasangan, bunuh diri. Tidak puas akan sang penguasa, bunuh diri. Kelihatannya hebat, berani, kuat, dan ksatria. Padahal bunuh diri dalam bentuk apapun , dengan alasan apapun tetap merupakan tindakan dari seorang pecundang, Bukankah binatang melata yang terbatas geraknya pun masih mampu berjuang?

Mahasiswa adalah harapan bangsa.
Kedengarannya klise, kuno dan mungkin ba…si… Namun sejarah telah berkata dengan jujur. Di tangan mahasiswalah pergantian era/generasi di bumi Indonesia ini adalah buah karya mahasiswa. Tidak tanggung-tanggung Dua Presiden besar di negeri ini telah jatuh di tangan mahasiswa. Berpindahnya orla ke orba, orba ke reformasi merupakan karya besar mahasiswa.
Kedua peralihan generasi tadi bukan persoalan kecil, sangat..sangat menentukan perjalanan negeri ini. Dan hebatnya mahasiswa mampu menyelesaikannya dengan baik.

Cintailah diri kita sendiri
Kegalauan calon sarjana dalam menyongsong hari esok adalah wajar. Namun apakah akan berubah menjadi lebih baik ketika kita terpaku dalam kegalauan? Layaknya kebimbangan dalam mengungkapkan gregetnya hati kita kepada someone, I like him/her, akan selesai dengan sebuah tindakan menuju kepastian ya atau tidak. Masalah selesai, closed case. Kejadian cinta ditolak dukun bertindak adalah hal lain.

Berhenti dalam kegalauan tidak pernah menyelesaikan masalah, do it! Pastikan masa depan, oleh kita, dan untuk kita. Masa depan kita bukan untuk balas jasa kepada orang-orang yang telah mengasihi kita. Masa depan kita adalah untuk kita dan oleh karenanya kita yang harus menentukannya.

Blessing in the guise, katanya. Di satu sisi kita penuh dengan nilai-nilai egosentris. Asal kita menang, asal kita untung, asal kita…. Namun di sisi lain sering kita tidak bisa menyayangi diri sendiri dalam hal pilihan-pilihan hidup lainnya. Mencintai atas dasar kasihan, menghindari sesuatu karena takut menyinggung perasaan orang lain, berbuat baik karena pamrih, atau berbuat jahat karena lingkungan. Dimana adanya diri kita?

Katanya, enam pilar kefarmasian, adalah pekerjaan seorang farmasis. Namun jatuhnya pilihan kepada salah satu pilar kefarmasian itu adalah sepenuhnya hak kita, termasuk tidak memilih satupun.

Bagaimana persoalan (besar) masa depan, kita pecahkan? Sama halnya dengan bagaimana cara memakan gajah? Jawabnya sedikit-sedikit. Persoalan besar tidak akan selesai dengan membayangkan kerumitannya, tetapi harus dengan memulai untuk mengurainya….

Fa’aina tadzhabun? (Bersambung)

(Garut, 2004)

Comments

Anonymous said…
set...
masih ingat aku gak?
tahu2 dah rajin nulis, nech!

Popular posts from this blog

Risalah Kebohongan: BAB II — KECELAKAAN BESAR BAGI PARA PEMBOHONG

Attitude, Aptitude dan Altitude

Al Fatihah dan AlFath: Membuka Kemenangan