Fa'aina Tazhabun? (Bagian 2)

image ini mungkin punya hak cipta
Gantungkan cita-citamu sejauh bintang di langit? Begitu proklamator kita menanamkan spirit akan nilai sebuah cita-cita. Apakah itu cita-cita? Cita sungguhan atau cita-cita-an. Aku ingin jadi peragawati! Aku ingin jadi pilot! Aku ingin jadi presiden! Kira-kira itulah cita-cita. Dan realitanya (diwakili/ditunjukkan) oleh sebuah iklan televise itulah gambaran cita-cita (bagi anak-anak, karena model iklannya bukan kita-kita). Peragawati adalah representasi dari dunia gemerlap bagi kaum hawa dengan segala keindahan liuk tubuhnya berusaha memasarkan suatu produk, dan juga mungkin dirinya… Pilot, simbol kegagahan bagi kaum adam dengan pakaian necisnya, siap mengudara menantang angkasa sana. Presiden, entah kenapa walaupun dari hampir 200 juta penduduk Indonesia ini, rata-rata tiap 5 tahun hanya satu presiden, tetapi anak-anak yang berhasrat ingin jadi presiden adalah tidak sedikit. Simbol apakah gerangan?

Entah apa kata-kata yang terlontar sekiranya produk tadi menggunakan model iklan dari kalangan kita-kita, mahasiwa. Adalah hal yang bukan tidak mungkin kata-kata yang keluar hanyalah raut muka yang kosong? Atau tersipu malu…atau dengan beringasnya berseru: Aku ingin bunuh semua koruptor…!

Cita-cita, layak kiranya kita kembali mempertanyakan lagi, apa cita-cita kita?
Katanya, pengusaha sukses, negarawan sukses, mungkin koruptor suksespun mempunyai suatu kesamaan dalam hal dia atau mereka adalah orang-orang yang memiliki visi (tinjauan ke depan), visioner, katanya…. Bagaimana orang hidup tanpa sebuah cita-cita? Harapan, keinginan, hasrat, desire, apalah ekuivalensinya… semua membawa kita ke dalam sebuah mimpi dalam dunia ini. Bukankah dibalik studi kita pun terkandung sebuah asa?

Roja’, istilah ‘arabnya, adalah suatu pengharapan, d
an Islam melihat roja’ ini dengan gagasan: Bertemu dengan-Nya, kelak. Tidak ada lagi roja’ lain bagi seorang muslim/mah selain bertemu dengan-Nya.
Manifestasi roja’ ini dalam kehidupan yang membumi adalah dengan sebuah cita-cita yang sering didengungkan oleh para aktivis dan mujahid Islam, hidup mulia atau mati syahid.
Hidup mulia, seperti apakah itu? Apakah hidup ditengah keberlimpahan harta? Atau keluasan kekuasaan? Atau Berjejernya pangkat dan gelar? Atau dikelilingi oleh wanita cantik? Atau ketenaran layaknya sang maha bintang?
Mati Syahid, mati seperti apakah? Mati di medan pertempuran, membela bangsa & Negara? Mati dalam kelelahan mencari nafkah untuk anak istri? Mati, tertabrak Mercedes seri terbaru (seri berapa, yach?) atau Mati, di laboratorium karena menghirup benzene?

Yang jelas cita-cita, menurut saya adalah sebuah idealisasi, suatu yang ideal, yang mungkin tidak pernah tercapai, tetapi kita selalu focus, konsisten dan berkomitmen dalam penempuhannya…. Sekiranya cita-cita kita terlalu gampang diraih, katakanlah lulus dari kampus farmasi ini tepat waktu dengan predikat cum laude (gampang nggak, sih?), Tamatlah riwayat hidup kita… hidup tak perlu diteruskan, toh cita-cita kita telah tercapai.

Fa’aina tadzhabun?

Belum ada jawaban? baca lagi artikel sebelumnya. hehe

(Garut 2004)

Comments

Popular posts from this blog

Risalah Kebohongan: BAB II — KECELAKAAN BESAR BAGI PARA PEMBOHONG

Attitude, Aptitude dan Altitude

Al Fatihah dan AlFath: Membuka Kemenangan