Identitas dan nilai guna Al-Qur’an (4):
Petunjuk, Ketakwaan, Kebaikan dan Kemuliaan
Telah kita bahas Al-Qur’an sebagai petunjuk. Layaknya sebuah
kompas, akan berguna ketika kita menggunakan kompas sesuai tujuannya. Tidak
cukup kita memahami kompas sebagai petunjuk arah, namun kita tidak perman
memaksimalkan manfaat kompas itu sendiri.
Setiadknya ada tiga kondisi dalam menyikapi sebuah petunjuk: 1) kita akan mendapatkan petunjuk ketika kitadapat mendengar, melihat dan berfikir. Tak mungkin kita mendapatkan petunjuk ketika kita menutup pendengaran dan penglihatan juga memblok fikiran kita. 2)Kita tidak mengkin mendapatkan dan menggunakan petunjuk ketika kita bersikap sombong, angkuh, terlalu bangga dengan keakuan dan tidak membuka diri dan fikir. Dan ke 3) adalah mengikuti secara buta leluhur/nenek moyang kita ( seperti domba mengekor kepada domba-domba lain ). Hal ini akan akan menutup diri kita dari sebuah pembelajaran. Anak-anak dan orang dewasa yang mengatakan "OK ,Pak! ", “Baik, Pa!”, di kemudian hari mungkin menjadi orang populer. Sementara orang-orang yang mengatakan, "Saya akan berpikir, " atau “berikan saya waktu untuk berfikir!”, mungkin tidak akan menjadi orang populer. Namun demikian, mana yang lebih baik? Yang perlu diingat adalah bahwa perbedaan utama antara kita dan hewan adalah bahwa kita memiliki akal pikiran.
Sudah
dijelaskan bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk bagi orang bertaqwa. Siapakah orang
bertaqwa itu? Mari kita simak QS 2:177:
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke
arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan
itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan hamba sahaya – ar-riqab, mendirikan shalat,
dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah
orang-orang yang bertakwa." (QS 2:177)
Dari ayat di atas kita dapat
menyimpulkan adanya 2 unsur kriteria orang bertaqwa, yaitu keimanan dan
manifestasi dari iman itu sendiri, yaitu amal shaleh.
Lima unsur keimanan digariskan dalam
ayat di atas adalah: (1) Seseorang yang memiliki keyakinan pada Allah, (2) Hari
Akhir, (3) Malaikat, (4) Kitab Allah, dan (5) para Nabi. Sedangkan 5 unsur
Amalan shalihan, amalan sosial-kemasyarakatan, dan catatan saya adalah amalan
di atas bukan sekedar ritual “keagamaan”, yaitu: (1) Seseorang yang memberikan
kekayaan yang ia cintai, kepada: Keluarga dan kerabat, anak yatim, janda,
mereka tak berdaya di masyarakat (yatim), dan mereka yang susah payah dalam
menghasilkan pendapatan, gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka, mereka yang
telah terhenti menjalankan bisnis, yang yang telah kehilangan pekerjaan mereka,
yang hidupnya telah terhenti untuk alasan apapun, dinonaktifkan dari pekerjaan
(miskin), musafir yang membutuhkan, anak jalanan, gelandangan (ibnu sabil),
seseorang yang bepergian untuk bantuan, mereka yang meminta bantuan (sailin),
dan mereka yang leher dibebani dengan segala jenis perbudakan, penindasan,
lilitan hutang dan kesulitan mencari tenaga kerja (hamba sahaya/budakar-riqab).
(2) Orang-orang yang berusaha untuk mendirikan sistem shalat. Ingat bahwa efek
shalat adalah tanha ‘anil fahsya wal munkar, kegiatan amalan sholihan,
berkaitan dengan sosial-kemasyarakatan dalam misi penegakan hukum/sistem Ilahi.
(3) Membantu mengatur Sistem Ekonomi zakat. Zakat adalah domain otoritas sentra
“Allah dan Rasulnya” yang didelegasikan kepada Ulil Amri. Sementara infak
dan sedekah adalah amalan pribadi. Itulah sunnah yang telah berlaku. (4) Mereka
yang menepati janji. Janji kepada siapapun harus ditetapi. Janji adalah hutang
yang harus dibayar dalam pemenuhannya. Janji kepada Allah dalam bentuk sumpah,
ketika dilanggar terdapat hukuman/kompensasi yang mesti dipenuhi (5) mereka
yang tetap teguh ketika berada dalam kesulitan secar fisik atau emosional dan
pada saat bahaya. Itulah Shabar.
Dalam ayat tadi, didahului dengan
statement Allah yang jelas mengenai batasan sebuah kebaikan. “Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah...”
Dengan demikian orang-orang yang telah
menunaikan ke 10 poin di atas (5 points keimanan dan 5 points amalan shalihan),
Merekalah orang-orang yang telah membuktikan diri untuk menjadi yang BAIK, dan
itu adalah mereka yang hidup dengan BENAR. Dan ini pula yang kita sebut sebagai
orang berTAQWA.
Pamungkas... kebajikan, kebenaran dan
pengembangan eksponensial 'diri' (Al-Birru, righteousness), tidak tergantung
pada apakah Anda mengubah wajah Anda ke Timur atau Barat. Tapi kebaikan adalah ketakwaan
dan Ketakwaan adalah kemuliaan.
”inna akramakum 'indallahi atqakum”, yang
artinya: sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling
bertawa. (QS 49:13)
Jakarta,
22/12/2015
Bersambung ke bagian 5 (akhir)