Risalah Kebohongan: BAB I — PENGGUNAAN KATA “BOHONG” DALAM AL-QUR’AN
Bab I — Penggunaan
Kata “Bohong” dalam Al-qur’an
Makna Bohong Secara Bahasa
Bohong atau dusta dalam Al-qur’an dinyatakan
dalam kata yang tersusun dalam tiga hurup: kaf
dzal ba (ك ذ ب),
kadzaba (كَذَبَ),
terjadi sebanyak 282 kali[1], dalam
sembilan bentuk turunan:
1.
11 kali sebagai bentuk kata kerja pertama kadzaba
(كَذَبَ)
2.
176 kali sebagai bentuk II kata kerja: kadzdzaba
(كَذَّبَ)
3.
Lima kali sebagai nominal kadzdzaab (كَذَّاب)
4.
33 kali sebagai kata benda kadzib (كَذِب)
5.
32 kali sebagai active participle, kaadzib
(كَٰذِب)
6.
sekali sebagai passive participle, makdzuub
(مَكْذُوب)
7.
sekali sebagai bentuk II kata benda, takdziib
(تَكْذِيب)
8.
dua kali sebagai bentuk II kata benda verbal
kidzdzaab (كِذَّاب)
9.
21 kali sebagai bentuk II active participle,
mukadzdzibiin (مُّكَذِّبِين)
Dari sumber
qorpus.quran.com sebagaimana dicantumkan dalam catatan kaki di bawah ini, kata kadzaba
dalam berbagai variasi kata yang digunakan dalam al-quran dapat berarti berbohong
atau berdusta, menolak, memalsukan dan menyangkal tergantung kepada konteks
kalimatnya.
Selain kata “kadzaba”, dalam
al-Qur’an, kata bohong juga dipakai dengan diksi “‘afaka”, hamzah fa kaf (أ ف ك), yang juga berarti dusta atau menipu atau berpaling, seperti dalam ayat di bawah ini:
Wailul likulli affaakin asiim
Artinya:
"Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang
banyak berdusta (‘afakin) lagi
banyak berdosa (atsiimin)." (QS 45:7)
Dari sumber yang sama, akar
triliteral hamzah fa kaf (أ ف ك) muncul 30 kali dalam Al-Qur'an, dalam
empat bentuk turunan, yaitu:
·
16 kali sebagai
bentuk I kata kerja ufika (أُفِكَ)
·
sembilan kali
sebagai kata benda if'k (إِفْك)
·
dua kali sebagai
active participle affāk (أَفَّاك)
·
tiga kali sebagai
bentuk VIII active participle mu'tafikat (مُؤْتَفِكَة)
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), bohong mempunyai dua penjelasan, yaitu:
1) tidak sesuai dengan hal (keadaan dan sebagainya) yang
sebenarnya; dusta
2) bukan yang sebenarnya; palsu (biasanya mengenai permainan)
Dalam bahasan kali
ini kita akan melihat penggunaan kata kadzaba yang berarti bohong dalam
konteks judul tulisan ini: “Para pembohong”.
Siapakah Para Pembohong yang Disebutkan dalam Al-Qur’an?
Dusta mempunyai
kedekatan dengan makna zhalim (berlaku aniaya), ketika Allah Swt
menyebutkan dusta sebagai peringkat tertinggi dari kezhaliman -azhlamu- (QS
2: 140, 6: 21, 93, 144, 157; 7: 37; 10:17; 11: 18; 18: 15, 57; 29: 68; 32: 22; 39: 32; 61:7).
Kebohongan yang disebutkan dalam ayat-ayat di atas adalah mendustakan atau
mengadakan kedustaan kepada atau berkenaan dengan Allah Swt, ayat-ayat-Nya, al-haq
atau ash-shidq (kebenaran). Bentuk kedustaan lain yang dibahas dalam
al-Qur’an adalah mendustakan hari akhir, para nabi dan rasul, ad-diin,
dan nikmat-Nya. Insyaa Allah, ke-7 topik kedustaan ini akan dibahas dalam
bab-bab selanjutnya.
Dusta, bohong, dikenal
sebagai ciri orang munafik. Al-Qur’an menjelaskan bahwa orang-orang munafik itu
benar-benar orang pendusta, sebagaimana Firman-Nya: “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata:
"Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta
(lakadzibuun).” QS (63:1). Orang munafik atas perilakunya, kelak,
ditempatkan di dasar neraka. Allah Berfirman: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada
tingkatan yang paling bawah (fii darkil asfal) dari neraka. Dan kamu
sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS 4:145)
Orang yang berdusta adalah orang yang tidak
beriman kepada ayat-ayat Allah, sebagaimana Allah SWt berfirman: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan,
hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka
itulah orang-orang pendusta. (QS 16:105).
Dusta atau bohong ini juga berlaku
bagi orang yang suka mengada-ngada termasuk mengada-ngadakan tuhan lain selain
Allah (syirik). Dan pekerjaan syirik (mempersekutukan Tuhan) adalah sebuah
kesesatan, sebagaimana Firman-Nya: “… Barangsiapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat
sejauh-jauhnya.” (QS 4:116)
Banyak ayat yang menjelaskan bahwa
sembahan-sembahan yang mereka ada-adakan itu justru akan menyesatkan manusia
yang berlaku syirik dan meninggalkan mereka, salah satunya seperti Firman Allah
berikut ini: “Lihatlah bagaimana mereka
telah berdusta kepada diri mereka sendiri (kadzabu a’la anfusahum) dan
hilanglah (wa dhollu) daripada mereka sembahan-sembahan yang dahulu mereka
ada-adakan. (QS 6:24).
Mengenai kata dhollu, banyak tafsir atau terjemah menjelaskan atau memadankan
kata dhollu di sini sebagai bentuk
kepalsuan atau kebohongan dari tuhan-tuhan atau sembahan-semabahan mereka yang
pada akhirnya sembahan sembahan itu akan lenyap atau meninggalkan mereka. Untuk
lebih jelasnya bisa dibuka beberapa ayat lainnya yaitu dalam QS 40:74, 41: 48,
46:28, 7:53, 11:21, 16:87 17: 67, dan 28:75. Perilaku syirik ini dalam beberapa
ayat tersebut juga disamakan dengan perilaku membohongi diri sendiri (kadzabu
a’la anfusahum) dan merugikan diri sendiri (khusiru anfusahmu).
Hal ini ditegaskan Allah kepada
Nabi Muhammad Saw dalam Firman-Nya: “Katakanlah:
"Sesungguhnya aku dilarang menyembah tuhan-tuhan yang kamu sembah selain
Allah". Katakanlah: "Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika berbuat
demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang yang mendapat
petunjuk". (QS 6:56).
Sampai di sini, sebagaimana halnya
dengan tindakan melampaui batas, maka kebohongan juga erat hubungannya
dengan keimanan. Para pembohong juga adalah mereka yang sesat dan tidak akan
mendapatkan hidayah dari-Nya.
Kebohongan
Berupa Fitnah, Prasangka, dan Gosip
Fitnah, adalah bentuk kebohongan
lainnya. Setiap tuduhan yang tidak berdasar, bahkan hanya bersifat prasangka atau
dugaan, gossip/bergunjing, termasuk membuat
perumpamaan-perumpamaan dan perbandiangan-perbandingan yang jelek yang tidak bisa dibuktikan adalah
kebohongan. Beberapa ayat di bawah ini adalah bentuk kebohongan lain:
“Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal
mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka kesaksian
masing-masing orang itu ialah empat kali bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa
sesungguhnya dia termasuk orang yang berkata benar. Dan (sumpah) yang kelima
bahwa laknat Allah akan menimpanya, jika dia termasuk orang yang berdusta.”
(QS 24 6-7). Inilah salah satu contoh fitnah yang membedakan dengan tuduhan
yang berdasar.
Allah berfirman: “Lihatlah bagaimana mereka membuat
perumpamaan-perumpamaan terhadapmu; karena itu mereka menjadi sesat dan tidak
dapat lagi menemukan jalan (yang benar).” (QS 17:48). Penjelasan bahwa ayat ini berkaitan dengan tuduhan tidak
berdasar dapat disimak dari pnejelasn dalam Tafsir Jalalin di bawah ini:
(Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan terhadap
dirimu) yaitu dengan menuduhmu sebagai orang yang terkena sihir, juru peramal,
dan seorang penyair (karena itu mereka menjadi sesat) dari jalan hidayah (dan
tidak dapat lagi menemukan jalan) yang benar untuk mencapai hidayah. (Jalalain,
17:48)
Karena perbuatan seperti ini pula mereka diancam-Nya tidak akan
menemukan jalan kebenaran (falaa
yastathi'una sabila). Demikian juga berlaku perilaku mereka itu kepada
orang-orang Mukmin, Allah Berfirman, “Dan
apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan: “Sesungguhnya
mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat” (QS 83:32) (lihat lagi surat
83 dan 25 serta 17)
Berikutnya adalah contoh perilaku
tuduhan tak berdasar atau kebohongan lain yang digambarkan dalam Al-Qur’an.
Allah berfirman: “Sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman
(berbuat zina), mereka kena la’nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka adzab
yang besar, pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas
mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Pada hari itu, Allah akan
memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka,
bahwa Allah-lah Yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut
hakikat yang sebenarnya).” (QS.
An-Nur : 23-25).
Selanjutnya:
“Wahai orang yang beriman jauhilah
kebanyakan dari prasangka, (sehingga
kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah
sebagian kamu menggunjing
setengahnya yang lain. Apakah seseorang dari kamu suka memakan daging
saudaranya yang telah mati? (Jika demikian kondisi mengumpat) maka sudah tentu
kamu jijik kepadanya. (Jadi patuhilah larangan-larangan tersebut) dan
bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.” (Q. S.
Al-Hujarat : 12).
Dusta juga adalah penyakit:
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu
ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka
berdusta. dan bila dikatakan kepada
mereka: ’Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.’ Mereka menjawab:
“Sesungguhnya Kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (Q. S. Al
Baqarah 2: 10-11).
Kebohongan, dusta, prasangka, dan
gossip/gunjingan, dan ejekan yang dilakukan mereka dianggapnya sebagai hal
biasa (not big deal), namun di sisi
Allah adalah hal yang besar dan harus dipertanggungjawabkan, kelak, atas dosa
yang mereka lakukan. (dapat diperiksa dalam QS 24:15). Sebaliknya ketika
kebohongan, dusta, prasangka, dan gossip/gunjingan menimpa kita, biasanya
dirasakan sebagai sesuatu yang tidak mengenakkan atau menyakitkan. Namun Allah
mengingatkan kita untuk berlapang dada atas tindakan mereka semua. Allah
Berfirman, “…. Janganlah kamu mengira
berita (bohong) itu buruk bagi kamu, bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang
dari mereka akan mendapatkan dosa yang diperbuatnya ….” (QS 24: 11).
Syaithan Sangat Dekat dengan Pembohong
Mari simak
ayat di bawah ini:
“Maukah Aku beritakan kepadamu, kepada
siapakah syaitan-syaitan itu selalu turun? Mereka turun ke tiap-tiap pendusta yang berdosa, yang mendengar
sungguh-sungguh (apa yang disampaikan oleh syaitan-syaitan itu) sedangkan
kebanyakan beritanya adalah dusta.” (Q.
S. Asy-Syuras : 221-223).
Dusta yang erat hubunganya dengan keimanan,
sesat dan tidak akan mendapatkan petunjuk-Nya dapat difahami ketika dusta
adalah perilaku yang datang dari syaithan.
Kedustaan
mereka, pada akhirnya diikuti dengan keberpalingan (‘aradha, shadafa,
yalu-tawalla), menyembunyikan (katama), melupakan (nasiya),
melalaikan (ghafala), menyesatkan (yudhilla). Demikian juga,
selain dusta adalah perbuatan zhalim, al-Qur’an menjelaskan dusta ini
dengan kondisi berdosa (jaroma-mujrim, atsiim), kufur-kafir (tidak
beriman), fasiq, melampaui batas (thagau, musrif), buta/tertutup
hati, durhaka (‘ashau), khianat, dan munafiq.
Dusta dan
keterkaitan dengan karakter lain inilah yang akan menjadi topik bahasan dalam
risalah ini. Beberapa surat yang banyak mengulas mengenai kondisi dusta (kadzib)
ini, seperti surat Al-Mursalat (77), Ar-Rahman (55), Al-An’am (6), Al-‘araf (7),
dan Al-Maun adalah hal yang menarik, ketika dusta adalah menjadi salah satu issue
(utama) dalam al-Qur’an.