Risalah Kebohongan: BAB X — JASMERAH: JANGAN MENDUSTAKAN SEJARAH


Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah atau disingkat Jasmerah adalah judul yang diberikan oleh Kesatuan Aksi terhadap pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1966. Nah, dalam Bab ini berlaku juga JASMERAH yang berarti JAangan Sekali-kali MEndustakan sejaRAH.

Kembali kepada Surat Al-Mursalat (77), ayat 16 -18, sebagaimana di bawah ini:

 

أَلَمْ نُهْلِكِ الْأَوَّلِينَ

16. Bukankah Kami telah membinasakan orang-orang yang dahulu?

ثُمَّ نُتْبِعُهُمُ الْآخِرِينَ

17. Lalu Kami iringkan (azab Kami terhadap) mereka dengan (mengazab) orang-orang yang datang kemudian.

كَذَٰلِكَ نَفْعَلُ بِالْمُجْرِمِينَ

18. Demikianlah Kami berbuat terhadap orang-orang yang berdosa.

وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ

19. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.

Banyak dalam ayat al-Qur’an kita diminta oleh-Nya untuk belajar dari sejarah, perjalanan orang-orang terdahulu yang mendustakan, menolak, mengingkari dan menentang Allah dengan segala atribut dan pekerjaan-Nya.

Ayat di bawah ini adalah satu contoh yang terkait dengan perbuatan dusta:

ٱنظُرْ كَيْفَ يَفْتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ ۖ وَكَفَىٰ بِهِۦٓ إِثْمًۭا مُّبِينًا 

Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan dusta (al-kadziba) terhadap Allah? Dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka). (QS 4: 50)

Ayat di atas, setidaknya diawali dengan sejarah di masa Nabiyullah Muhammad Saw, ketika orang-orang Yahudi yang tidak taat (kafir) kepada N. Muhammad Saw (QS 4: 46), kemudian seruan untuk mengimani al-Qur’an (QS 4: 47), pernyataan-Nya bahwa Allah tidak mengampuni dosa syirik (4: 48), perilaku orang yahudi dan nashara yang sok suci (4:49). Perilaku inilah yang dikategorikan sebagai bentuk dusta sekaligus dosa yang nyata. Mereka itulah orang-orang yang dilaknat Allah. Dan barangsiapa dilaknat Allah, niscaya engkau tidak akan mendapatkan penolong baginya.” (QS 4:52)

Ayat di bawah ini adalah contoh lain ketika sebagian ummat N. Nuh mendustakannya dan bagaimana Allah memberikan pelajaran kepada mereka:

فَكَذَّبُوهُ فَنَجَّيْنَـٰهُ وَمَن مَّعَهُۥ فِى ٱلْفُلْكِ وَجَعَلْنَـٰهُمْ خَلَـٰٓئِفَ وَأَغْرَقْنَا ٱلَّذِينَ كَذَّبُوا۟ بِـَٔايَـٰتِنَا ۖ فَٱنظُرْ كَيْفَ كَانَ عَـٰقِبَةُ ٱلْمُنذَرِينَ

Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu. (QS 10: 73)

Pembaca dapat juga membaca peristiwa sejarah ini, lagi-lagi Allah memperingatkan kita untuk “menjadikannya sebagai pelajaran” dalam QS 37: 72-82, mengenai Nabi Nuh dan ummatnya yang mendustakannya dan akhirnya ditenggelamkan-Nya.

فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُنْذَرِيْنَۙ - ٧٣

“Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu.” (QS 37: 73).

Selanjutnya masih di surat  yang sama QS Ash-Shaffat (37), ayat 83- 98, Allah menyelamatkan Ibrahim dan menghinakan kaum yang mendustakan Ibrahim.

فَاَرَادُوْا بِهٖ كَيْدًا فَجَعَلْنٰهُمُ الْاَسْفَلِيْنَ - ٩٨

“Maka mereka bermaksud memperdayainya dengan (membakar)nya, (namun Allah menyelamatkannya), lalu Kami jadikan mereka orang-orang yang hina.” (QS 37: 98)

 

Selanjutnya, secara berturut Allah mengisahkan tentang keturunan N. Ibrahim, yaitu: N. Ismail, N. Ishaq, N. Musa dan Harun, kemudian N. Ilyas, N. Luth.

وَاِنَّ لُوْطًا لَّمِنَ الْمُرْسَلِيْنَۗ - ١٣٣

“Dan sungguh, Lut benar-benar termasuk salah seorang rasul.” (37:133) 

اِذْ نَجَّيْنٰهُ وَاَهْلَهٗٓ اَجْمَعِيْۙنَ - ١٣٤

“(Ingatlah) ketika Kami telah menyelamatkan dia dan pengikutnya semua,” (37:134)

اِلَّا عَجُوْزًا فِى الْغٰبِرِيْنَ - ١٣٥

“kecuali seorang perempuan tua (istrinya) bersama-sama orang yang tinggal (di kota).”

( 37:135)

ثُمَّ دَمَّرْنَا الْاٰخَرِيْنَ - ١٣٦

“Kemudian Kami binasakan orang-orang yang lain.”( 37:136)

  

Kemudian kisah di atas berlanjut kepada Nabi Yunus dan Nabi Muhammad Saw. Dan umatnya. Semuanya mengisahkan bagaimana akhir dari kaum yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya dan sebaliknya kaum yang beriman.

Di bagian akhir Surat ini, Allah kembali menegaskan:

وَتَوَلَّ عَنْهُمْ حَتّٰى حِيْنٍۙ - ١٧٨

Dan berpalinglah engkau dari mereka sampai waktu tertentu. (37:178) 

وَّاَبْصِرْۗ فَسَوْفَ يُبْصِرُوْنَ - ١٧٩

Dan perlihatkanlah, maka kelak mereka akan melihat (azab itu).( 37:179) 

سُبْحٰنَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَۚ - ١٨٠

Mahasuci Tuhanmu, Tuhan Yang Mahaperkasa dari sifat yang mereka katakan. (37:180) 

وَسَلٰمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَۚ - ١٨١

Dan selamat sejahtera bagi para rasul. (37:181) 

وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ ࣖ - ١٨٢

Dan segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam. (37:182)

 

Pembaca budiman, semoga masih mengingat keterkaitan antara bohong atau dusta dengan keberpalingan (tawalla). Dalam QS 37: 178 di atas, Allah menegaskan mengenai perilaku berpaling dari sebagai akibat dari mendustakan yang diikuti dengan hasil berupa azab, dan sebaliknya justru keselamatan dan kesejahteraan bagi kaum yang membenarkan dan beriman.

Dalam surat –surat lainnya ibrah (pelajaran) dari kesudahan mereka para pendusta dapat kita ikuti juga, missal dalam QS Al-Qashash (28), Allah menjelaskan dengan teperinci mengenai Nabi Musa dan saudaranya N. Harun. Kisah Nabi Musa ini Allah ulangi dalam banyak surat lainnya, seperti dalam Al-Baqarah (2), An-Nisa (4), Al-Maidah (5), Al-An’am (6), Al-‘araf (7), dan seterusnya. Penyebutan Musa dalam al-Qur’an sampai dengan 136 kali, telah menempatkan sebagai Nabi yang paling banyak disebutkan dalam al-Qur’an. Pengulangan, menjadi satu metode Allah Swt dalam memberikan pengajaran kepada manusia, sebagaimana Allah berfirman:

اَللّٰهُ نَزَّلَ اَحْسَنَ الْحَدِيْثِ كِتٰبًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَۙ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُوْدُ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ۚ ثُمَّ تَلِيْنُ جُلُوْدُهُمْ وَقُلُوْبُهُمْ اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ هُدَى اللّٰهِ يَهْدِيْ بِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَمَنْ يُّضْلِلِ اللّٰهُ فَمَا لَهٗ مِنْ هَادٍ - ٢٣

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur'an yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka ketika mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan Kitab itu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk.”

Inilah salah satu pelajaran dari ayat-ayat Allah yang mestinya kita renungkan. Mengapa Allah terus-menerus menyampaikan kisah umat terdahulu, missal untuk kasus N. Musa dan N. Harun termasuk ummatnya baik yang beriman ataupun yang mendustakannya. Pelajaran yang dapat diambil berdasarkan ayat di atas adalah:

·         Bagi orang-orang yang takut kepada Tuhannya, maka mereka akan gemetar.

·         Menjadi penenang hati dengan mengingat Allah; dan 

·         Menjadi Petunjuk Allah

Ayat ini dikonfirmasi dalam QS Thah (20): 113 di bawah ini:

 وَكَذٰلِكَ اَنْزَلْنٰهُ قُرْاٰنًا عَرَبِيًّا وَّصَرَّفْنَا فِيْهِ مِنَ الْوَعِيْدِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ اَوْ يُحْدِثُ لَهُمْ ذِكْرًا - ١١٣

“Dan demikianlah Kami menurunkan Al-Qur'an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menjelaskan berulang-ulang di dalamnya sebagian dari ancaman, agar mereka bertakwa, atau agar (Al-Qur'an) itu memberi pengajaran bagi mereka.”

 

Dari ayat 113 surat 20 ini, penjelasan al-Qur’an (secara berulang) dapat diterima sebagai:

·         Ancaman agar mereka bertaqwa

·         Menjadi pelajaran

Inilah, mengapa Allah memberikan ancaman berupa kecelakaan yang besar bagi mereka kaum mukadzibin ketika mereka tidak dapat mengambil pelajaran, yaitu mendustakan ayat-ayat Allah khususnya mengenai targedi dari ummat yang mendustakan Allah dan al-haq.

Senada dengan QS 39: 23 dan 20: 113 di atas, ayat di bawah ini kembali menegaskan:

اُنْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُوْنَ 

“Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kekuasaan Kami) agar mereka memahami(nya).” (QS 6: 65)

 

وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِيْ هٰذَا الْقُرْاٰنِ لِيَذَّكَّرُوْاۗ وَمَا يَزِيْدُهُمْ اِلَّا نُفُوْرًا - ٤١

Dan sungguh, dalam Al-Qur'an ini telah Kami (jelaskan) berulang-ulang (peringatan), agar mereka selalu ingat. Tetapi (peringatan) itu hanya menambah mereka lari (dari kebenaran). (QS 17: 41)

 

وَلَقَدْ اَهْلَكْنَا مَا حَوْلَكُمْ مِّنَ الْقُرٰى وَصَرَّفْنَا الْاٰيٰتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ - ٢٧

Dan sungguh, telah Kami binasakan negeri-negeri di sekitarmu dan juga telah Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran Kami), agar mereka kembali (bertobat). (QS 46: 27)

Sekali lagi, penulis sampaikan, tujuan penejlasan yang berulang ini adalah supaya, manusia:

1.      Mendapatkan pelajaran (ingat kepada-Nya)

2.      Memahami ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah, dan

3.      Kembali kepada-Nya.

 

Inilah inti dari bagaimana seharusnya manusia dalam menyikapi ayat-ayat Allah.

Allahpun memberikan jaminan bahwa pemahaman ini akan berlaku bagi mereka yang mau bersyukur (QS 7: 58):

وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهٗ بِاِذْنِ رَبِّهٖۚ وَالَّذِيْ خَبُثَ لَا يَخْرُجُ اِلَّا نَكِدًاۗ كَذٰلِكَ نُصَرِّفُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّشْكُرُوْنَ ࣖ - ٥٨

Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin Tuhan; dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya yang tumbuh merana. Demikianlah Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.

Namun alih-alih dapat mengambil pelajaran, memahami serta bersyukur, tapi kebanyak manusia justru mengingkarinya.

Allah berfirman:

وَلَقَدْ صَرَّفْنٰهُ بَيْنَهُمْ لِيَذَّكَّرُوْاۖ فَاَبٰىٓ اَكْثَرُ النَّاسِ اِلَّا كُفُوْرًا - ٥٠

Dan sungguh, Kami telah mempergilirkan (hujan) itu di antara mereka agar mereka mengambil pelajaran; tetapi kebanyakan manusia tidak mau (bersyukur), bahkan mereka mengingkari (nikmat). (25:50).

Bersambung ke Bab IX: Bermula dari Pembohongan kepada Allah dan Kebenaran

Popular posts from this blog

Risalah Kebohongan: BAB II — KECELAKAAN BESAR BAGI PARA PEMBOHONG

Attitude, Aptitude dan Altitude

Al Fatihah dan AlFath: Membuka Kemenangan