Risalah Kebohongan: BAB XI —BERMULA DARI PEMBOHONGAN KEPADA ALLAH DAN KEBENARAN

 

“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan (كَذِبًا) terhadap Allah atau mendustakan yang hak (كَذَّبَ بِالْحَقِّ) tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir?” (QS 29: 68)

Dari uraian yang menjadi fakta, keterangan atau bukti, dan ketetapan mengenai para pendusta, sikap dusta mereka berasal dari permulaan mengenai penolakan atau pengingkaran kepada Allah dan kebenaran (al-haq) itu sendiri. Penentangan kepada Allah akan membawa kepada penentangan kepada kebenaran itu sendiri.

Berikut adalah contoh penentangan langsung oleh Fir’aun terhadap Allah Swt, dengan menyebut dirinya sebagai tuhan, bahkan balik menuduh N. Musa dan N. Harun sebagai pendusta.


وَقَالَ فِرْعَوْنُ يٰٓاَيُّهَا الْمَلَاُ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرِيْۚ فَاَوْقِدْ لِيْ يٰهَامٰنُ عَلَى الطِّيْنِ فَاجْعَلْ لِّيْ صَرْحًا لَّعَلِّيْٓ اَطَّلِعُ اِلٰٓى اِلٰهِ مُوْسٰىۙ وَاِنِّيْ لَاَظُنُّهٗ مِنَ الْكٰذِبِيْنَ - ٣٨

Dan Fir‘aun berkata, “Wahai para pembesar kaumku! Aku tidak mengetahui ada Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah tanah liat untukku wahai Haman (untuk membuat batu bata), kemudian buatkanlah bangunan yang tinggi untukku agar aku dapat naik melihat Tuhannya Musa, dan aku yakin bahwa dia termasuk pendusta.” (28:38)

Ketika Allah menyatakan bahwa al-haq berasal dari Allah:

ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلْمُمْتَرِينَ

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS 2: 147 dan 3: 60), maka dapat difahami ketika semua kebenaran yang datang dari Allah akan didustakannya, seperti yang telah dijelaskan di bab-bab sebelumnya, mengenai:

·         Ayat-ayat Allah

·         Hari Akhir

·         Ad-diin (yang biasa diterjemahkan dengan agama)

·         Malaikat

·         Nabi dan Rasul    

·         Nikmat

Bohong adalah Rajanya Zhalim

Satu contoh ketika dalam QS 29: 68 di atas, menggandengkan dusta kepada Allah dan Al-Haq, maka dalam di bawah ini (QS 6:21) maka posisi “yang paling zhalim” adalah yang mengadakan hal bohong memgenai Allah dan ayat-ayat-Nya:

 

وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ كَذَّبَ بِاٰيٰتِهٖۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ - ٢١

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah, atau yang mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak beruntung.” (QS 6:21)

Dalam QS Al-an’am (6), terdapat pengulangan ayat ini atau semisal dalam ayat-ayat lainnya yaitu ayat 93, 144, dan ayat 157, juga di beberapa tempat dalam al-qur’an, seperti pada QS 11: 18, 18: 57, 29: 68,  32: 22,  61: 7, dan QS 7: 37.  

Demikian juga dusta mengenai Allah Swt juga akan berdampak kepada dusta kepada rasul-Nya.

 “Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat kebohongan (كَذَبَ) terhadap Allah dan mendustakan kebenaran (بِالصِّدْقِ) yang datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahanam tempat tinggal bagi orang-orang kafir?” (39:32)

“Dan orang yang membawa kebenaran (بِالصِّدْقِ) dan orang yang membenarkannya (وَصَدَّقَ), mereka itulah orang yang bertakwa.” (39:33)

Dari dua ayat di atas maka jelas bahwa kebenaran yang dibawa oleh Rasul-pun didustakan mereka sebagai akibat dari dusta kepada Allah Swt. Perlu diperhatikan di dua ayat di atas tidak digunakan kata الْحَقِّ (al-haq) yang merujuk kepada Allah Swt, namun الصِّدْقِ (Ash-shidq) yang merujuk kepada utusan-Nya.

Dari dusta kepada Allah ini pula, mereka para pendusta berkembang menjadi berbagai karakter yang jelek dan jahat seperti:

·         Musyrik/syirik

·         Kafir/kufur

·         Durhaka

·         Berdosa

·         Melampaui batas

·         Sesat

·         Membangkang

·         Sombong

·         Fasik

·         Buta hati; dan

·         Zhalim.

Berkaitan dengan sifat zhalim, sebagaimana dijelaskan dalam ayat pembuka bab ini, disebutkan bahwa para pendusta (kepada Allah dan al-haq) adalah mereka yang paling zhalim. Frase “Paling zhalim” (superlative) ini menunjukkan bahwa ada kezhaliman lain namun tingkatan tertinggi dari banyak tindakan zhalim adalah DUSTA itu sendiri.

Berikut, penulis mencoba menuliskan berbagai aspek kaum zhalimiin sebagaimana al-Qur’an meberikan penjelasan bagi mereka.

Secara bahasa, zhalim atau azh zhulmu artinya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. (Purnama, 2019). Definisi ini bersesuaian dengan Raghib yang menyatakan bahwa Zalim: it means not to keep somethimg in proper plaace, either by decreasing or increasing it or removing it from its proper place or time (itu berarti tidak menyimpan sesuatu pada tempatnya, baik dengan mengurangi atau menambahnya atau memindahkannya dari tempat atau waktu yang semestinya). Raghib juga memberikan penjelasan bahwa Zhalim disamakan dengan mengganggu keseimbangan sesuatu. (Parwez, 2015)

 Sebagaimana pendusta yang telah dinyatakan sesat (lihat bab 1), seorang zhalim pun dinyatakan sebagai sebuah kesesatan (71:24) dan akan mendapatkan siksa kelak di yaumul akhir. Orang Zalim pun mendapatkan dampak yang sama. Allah Swt berfirman,”Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong selain Allah.” (QS 71:25). Di ayat lain Allah Berfirman,”Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras” (QS. 11: 102).

Perbuatan Zalim juga adalah hal yang dilaknat oleh Allah, sebagaimana Allah Swt berfirman: “Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim” (QS. 11: 18).

Zhalim, kaum kafir, orang-orang yang melampaui batas, pendusta (dan juga fasik) adalah sebuah kesesatan. Kesesatan orang-prang Zhalim, sebagaimana dijelaskan dalam QS 71:21 – 25 adalah akibat serangkaian perbuatan, yiatu:

·         Durhaka kepada Nabi (71:21)

·         Mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya hanya menambah kerugian baginya, (71:21)

·         Melakukan tipu daya yang sangat besar (dalam hal penyembahan kepada Tuhan). (71:22-23)

·         Menyesatkan banyak orang (71:24)

Maka selanjutnya Nabi Nuh memohon kepada Allah sebagaimana tercantum dalam QS 71:24 disampaikan,”… dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan (illa dholala).” Maka, disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong selain Allah. (71:25)

Demikian juga kesesatan kaum zhalimiin ini, semisal dalam QS Nuh (71) di atas, dijelaskan kembali dalam QS Hud (11) ayat 18-21. Perilaku Zhalim dalam QS Hud ini disebabkan perilaku:

·         Mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah?  (11:18)

·         Menghalangi dari jalan Allah dan menghendaki agar jalan itu bengkok. (11:19)

·         Tidak percaya adanya hari akhirat. (11:19)

Dusta sebagai pemuncak zhalim adalah hal yang sangat berbahaya dan merugikan bagi mereka dan ini dapat difahami ketika seorang yang zhalim dijelaskan sebagai yang tuli dan buta, merugikan dirinya sendiri dan semua amalan kebaikannya akan lenyap. 

 “Mereka tidak mampu menghalangi (siksaan Allah) di bumi, dan tidak akan ada bagi mereka penolong selain Allah. Azab itu dilipatgandakan kepada mereka. Mereka tidak mampu mendengar (kebenaran) dan tidak dapat melihat(nya). Mereka itulah orang yang merugikan dirinya sendiri, dan lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. (11-20-21)

Berikut adalah beberapa contoh lain dari perbuatan Zhalim yang digambarkan dalam Al-Qur’an.

Orang yang menjadikan kawan dari orang-orang yang memusuhi menentang Islam, mengusir kaum muslimin dari negerinya. Allah berfirman,Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS 60:1). Senada dengan ayat ini, pelanggaran atas menjadikan kaum kafir sebagai wali, ini juga dipandang sebagai sebuah perilaku zhalim. Allah berfirman, “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS 9:23)

Kebohongan, selain dinyatakan sebagai perilaku fasik, juga termasuk perilaku zhalim.  Allah berfirman, “Maka barangsiapa mengada-adakan dusta terhadap Allah sesudah itu, maka merekalah orang-orang yang zalim.”QS 3:94. Demikian juga dalam QS Az-zumar (32), Allah berfirman,“Maka nyatalah bahwa tidak ada yang lebih zhalim dari orang yang mereka-reka perkara-perkara yang dusta terhadap Allah, dan mendustakan sebaik-baik saja kebenaran itu disampaikan kepadanya. Bukankah (telah diketahui bahwa) dalam neraka jahanam tersedia tempat tinggal bagi orang2 kafir?” (Q. S. Az-Zumar: 32).

Sebagaiman Kafir dan Fasik, maka kaum Zhalim pun ditandai dengan tidak berhukum kepada Kitab-Nya. Allah berfirman,”Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS 5:45). Ayat ini juga berkaitan dengan pelanggaran atas hukum-hukum Allah (hududullah).  Hal yang sama ketika hokum-hukum Allah dilanggar, maka mereka termasuk kaum zhalim, sebagaimana Firman-Nya,” Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (2:229)

 Berikutnya adalah perilaku zhalim ketika kita bersikap ragu dalam kebenaran. Selengkapanya dapat disimak dalam Firman Allah, “Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (24:50)

 Terakhir adalah berkenaan dengan perilaku bersosial atau berkomunikasi kita di masyarakat secara rinci Allah memberikan batasan atau peringatan jangan sampai terjerumus ke dalam kaum zhalimin. Perilaku itu adalah:

·         Saling merendahkan kelompok satu dengan lainnya.

·         Mencela diri sendiri

·         Memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.  (QS 49:11)

 

Antara Bohong, Rugi dan Zhalim

Telah disejelaskan bahwa dusta akan mengantarkan kepada karakter buruk lainnya. Dusta sebagai sebuah tindakan berdosa juga akan menggiring kepada dosa lainnya. Dusta selain membawa dampak buruk kepada orang lain, seperti pada kasus: fitnah, menggunjing dan mencela juga berlaku mendustakan atau mengada-adakan dusta kepada Allah dengan segala impact kekuasaanNya, seperti ayat-ayat Allah, malaikat, rasul dan nabi, nikmat dan juga hari akhir. Jangan dilupakan bahwa dusta pun berlaku untuk dirinya sendiri, mendustasi diri sendiri yang pada akhirnya merugikan diri sendiri bahkan berlaku aniaya (zhalim) bagi diri sendiri.

Dalam pembahsan sebelumnya telah dsampaikan ayat yang berhubungan dengan berdusta kepada diri sendiri, sebagaimana Firman-Nya:

ٱنظُرْ كَيْفَ كَذَبُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ ۚ وَضَلَّ عَنْهُم مَّا كَانُوا۟ يَفْتَرُونَ

“Lihatlah, bagaimana mereka berbohong terhadap diri mereka sendiri. Dan sesembahan yang mereka ada-adakan dahulu akan hilang dari mereka.” (QS 6:24. Lihat )  

 

Ayat ini didahului dengan kisah ummat Nabi Muhammad yang mengenal N. Muhammad namun mendustakannya termasuk kitab yang dibawanya, dan mereka ini disebutkan sebagai orang-orang yang merugikan dirinya sendiri (خَسِرُوْٓا اَنْفُسَهُمْ) dan mereka juga tidak termasuk orang-orang yang beriman (QS 6: 20). Kemudian ayat selanjutnya disebutkan bahwa musyrik (mengadakan suatu kebohonan terhadap Allah) adalah tindakan ter-zhalim dan merugikan (tidak menguntungkan, اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ) : Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah, atau yang mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak beruntung.”(QS 6: 21). Selanjutnya, kelak, Allah akan mengumpulkan mereka semua kemudian Allah menanyai kaum musyrikin:, “Di manakah sembahan-sembahanmu yang dahulu kamu sangka (sekutu-sekutu Kami)?” (QS 622). Kemudian tidaklah ada jawaban bohong mereka, kecuali mengatakan, “Demi Allah, ya Tuhan kami, tidaklah kami mempersekutukan Allah.” (QS 6.23).

Dari rangkaian ayat ini memahamkan kita bahwa tindakan menudustakan Allah pada hakikatnya adalah tindakan berdusta kepada diri sendiri, yang berujung kepada kerugian dan menganiaya diri sendiri.

Masih dalam Surat Al-An'am (6), yaitu ayat 12, pembaca budiman akan menjumpai pokok fikiran yang sama dengan QS 6: 20-24 di atas. Kemudia dalam QS Surat Al-A'raf (7) ayat 9, dijelaskan bahwa mereka yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah. Hal yang sama dijelaskan dalam QS 7 ayat 53 ketika al-Qur’an dan rasul-nya didustakan maka Allah menutup ayat ini dengan firman-Nya: Sungguh mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.

Semisal dengan ayat QS 6: 24 di atas, mengenai mengadakan dusta terhadap Allah dengan mengada-adakan sesembahan, dan kelak sesembahan itu akan lenyap, dusta mereka sama saja dengan medustai diri sendiri (كَذَبُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ ), maka dalam Surat Hud (11) ayat 21 frase “kadzabu anfusahum” digantikan dengan frase “khasiru anfusahum” , Allah berfirman:

أُو۟لَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ وَضَلَّ عَنْهُم مَّا كَانُوا۟ يَفْتَرُونَ

“Mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, dan lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan.” (QS 11: 21).

Dengan demikian membohongi diri sama saja dengan merugikan diri sendiri. Dan terkait dengan kemusyrikan yang mereka perbuat tersebut dalam QS Surat Az-Zumar (39) ayat 15, Allah berfirman:

فَٱعْبُدُوا۟ مَا شِئْتُم مِّن دُونِهِۦ ۗ قُلْ إِنَّ ٱلْخَـٰسِرِينَ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ ٱلْقِيَـٰمَةِ ۗ أَلَا ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْخُسْرَانُ ٱلْمُبِينُ

Maka sembahlah olehmu (hai orang-orang musyrik) apa yang kamu kehendaki selain Dia. Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat”. Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. (lihat juga QS  Asy-Syura (42) ayat 45)

Dalam QS Fathir (35) ayat 32, Allah berfirman:

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.

Dari ayat di atas, diesebutkan bahwa salah satu yang pewaris Kitabullah adalah mereka yang zhalim terhadap diri sendiri. Zhalim dalam ayat ini jika diperiksa dalam ayat-ayat lain adalah sikap mendustkan ayat-ayat Allah, sebagaimana dapat ditemukan dalam QS 7: 177: Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. Atau dalam QS 7:37 di bawah ini:

“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Orang-orang itu akan memperoleh bahagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab (Lauh Mahfuzh); hingga bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya, (di waktu itu) utusan Kami bertanya: "Di mana (berhala-berhala) yang biasa kamu sembah selain Allah?" Orang-orang musyrik itu menjawab: "Berhala-berhala itu semuanya telah lenyap dari kami," dan mereka mengakui terhadap diri mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.” (QS 7: 37)

Bohong adalah Ujian

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

“sungguh telah kami uji orang-orang sebelum mereka, agar Allah mengetahui orang yang jujur dan mengetahui orang yang dusta” (QS. Al Ankabut (29): 3).

Ayat ini didahului dengan pernyataan-Nya:

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?” (29: 2)

Dari pembahasan topik dusta sebelumnya, dengan merujuk kepada dua ayat dalam surat 29 di atas, kita bisa memahami dusta adalah ujian bagi kaum yang beriman. Allah menguji kaum beriman dan pada akhirnya Allah Swt mengetahui siapa hamba-Nya yang benar-benar beriman dan siapa yang dipenuhi dengan kepalsuan.

Dalam QS 29: 4-7, selanjutnya Allah menegaskan sekaligus bagi penulis, ayat-ayat ini mengonfrimasi pembahasan sebelumnya mengenai kadar keimanan seseorang harus dibuktikan dalam segala perbuatannya. Bahwa kaum beriman harus memahami “hukum pembalasan” untuk setiap tindakan benar/baik dan salah/jahat dari kita termasuk akan ditegakkannya hari perhitungan.

Untuk itulah Allah Swt menegaskan paket iman dan amal kebaikan:

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, pasti akan Kami hapus kesalahan-kesalahannya dan mereka pasti akan Kami beri balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.” (QS 29: 7)

Ketika pernyataan keimanan kepada Allah akan diuji-Nya, maka lolos tidak nya dari ujian adalah ditentukan dengan dua kriteria kejujuran (ash-shidq) dan kebohongan (al-kadzib). Disinilah iman tidak cukup dinyatakan namun harus dibuktikan. Berbagai ujian Allah akan siapakan bagi orang-orang yang telah menyatakan keimanan dan berharap akan masuk surga dengan mudah, sebagaimana Allah telah berfirman:

“Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. “ (QS 2: 214)

Untuk itulah dusta menjadi parameter keimanan, sebagaimana Allah berfirman: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong.” (QS 16: 105).

Telah dinyatakan dalam bahasan sebelumnya bahwa dari kebohongan akan mendatangkan banyak perilaku-perilaku atau karakter jahat lainnya yang bersumber darinya.

Pada akhirnya, inilah balasan bagi para pendusta:

وَيَوْمَ الْقِيٰمَةِ تَرَى الَّذِيْنَ كَذَبُوْا عَلَى اللّٰهِ وُجُوْهُهُمْ مُّسْوَدَّةٌ ۗ اَلَيْسَ فِيْ جَهَنَّمَ مَثْوًى لِّلْمُتَكَبِّرِيْنَ - ٦٠

“Dan pada hari Kiamat engkau akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, wajahnya menghitam. Bukankah neraka Jahanam itu tempat tinggal bagi orang yang menyombongkan diri?” (QS 39:60)

Demikian juga pembaca budiman bisa memeriksa kesesuaian siksaan bagi mereka yang mendustakan Allah ini dengan kecelakaan (wailun) yang telah dibahas sebelumnya pada bab II.

Ringkasan Duta:

Ringkasan Duta

Bersambung ke Halaman Lampiran





Popular posts from this blog

Risalah Kebohongan: BAB II — KECELAKAAN BESAR BAGI PARA PEMBOHONG

Attitude, Aptitude dan Altitude

Al Fatihah dan AlFath: Membuka Kemenangan