Risalah Kebohongan: BAB XI —BERMULA DARI PEMBOHONGAN KEPADA ALLAH DAN KEBENARAN
“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan (كَذِبًا) terhadap Allah atau mendustakan yang hak (كَذَّبَ بِالْحَقِّ) tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir?” (QS 29: 68)
Dari uraian yang menjadi fakta, keterangan atau bukti, dan
ketetapan mengenai para pendusta, sikap dusta mereka berasal dari permulaan
mengenai penolakan atau pengingkaran kepada Allah dan kebenaran (al-haq) itu
sendiri. Penentangan kepada Allah akan membawa kepada penentangan kepada
kebenaran itu sendiri.
Berikut adalah contoh penentangan langsung oleh Fir’aun terhadap Allah Swt, dengan menyebut dirinya sebagai tuhan, bahkan balik menuduh N. Musa dan N. Harun sebagai pendusta.
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يٰٓاَيُّهَا الْمَلَاُ مَا عَلِمْتُ
لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرِيْۚ فَاَوْقِدْ لِيْ يٰهَامٰنُ عَلَى الطِّيْنِ
فَاجْعَلْ لِّيْ صَرْحًا لَّعَلِّيْٓ اَطَّلِعُ اِلٰٓى اِلٰهِ مُوْسٰىۙ وَاِنِّيْ
لَاَظُنُّهٗ مِنَ الْكٰذِبِيْنَ - ٣٨
Dan Fir‘aun berkata, “Wahai para pembesar kaumku! Aku tidak mengetahui ada Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah tanah liat untukku wahai Haman (untuk membuat batu bata), kemudian buatkanlah bangunan yang tinggi untukku agar aku dapat naik melihat Tuhannya Musa, dan aku yakin bahwa dia termasuk pendusta.” (28:38)
Ketika Allah menyatakan bahwa al-haq berasal
dari Allah:
ٱلْحَقُّ مِن
رَّبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلْمُمْتَرِينَ
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu
jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS 2: 147 dan 3: 60), maka dapat difahami
ketika semua kebenaran yang datang dari Allah akan didustakannya, seperti yang
telah dijelaskan di bab-bab sebelumnya, mengenai:
·
Ayat-ayat Allah
·
Hari Akhir
·
Ad-diin (yang
biasa diterjemahkan dengan agama)
·
Malaikat
·
Nabi dan Rasul
·
Nikmat
Bohong adalah Rajanya
Zhalim
Satu contoh ketika dalam QS 29: 68 di atas, menggandengkan
dusta kepada Allah dan Al-Haq, maka dalam di bawah ini (QS 6:21) maka
posisi “yang paling zhalim” adalah yang mengadakan hal bohong memgenai Allah
dan ayat-ayat-Nya:
وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرٰى عَلَى اللّٰهِ كَذِبًا اَوْ كَذَّبَ
بِاٰيٰتِهٖۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ - ٢١
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada
orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah, atau yang
mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak
beruntung.” (QS 6:21)
Dalam QS
Al-an’am (6), terdapat pengulangan ayat ini atau semisal dalam ayat-ayat
lainnya yaitu ayat 93, 144, dan ayat 157, juga di beberapa tempat dalam
al-qur’an, seperti pada QS 11: 18, 18: 57, 29: 68, 32: 22,
61: 7, dan QS 7: 37.
Demikian
juga dusta mengenai Allah Swt juga akan berdampak kepada dusta kepada
rasul-Nya.
“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang
yang membuat-buat kebohongan (كَذَبَ)
terhadap Allah dan mendustakan kebenaran (بِالصِّدْقِ) yang datang kepadanya? Bukankah di
neraka Jahanam tempat tinggal bagi orang-orang kafir?” (39:32)
“Dan orang yang membawa kebenaran (بِالصِّدْقِ) dan orang yang membenarkannya (وَصَدَّقَ), mereka itulah orang yang bertakwa.” (39:33)
Dari dua ayat di atas
maka jelas bahwa kebenaran yang dibawa oleh Rasul-pun didustakan mereka sebagai
akibat dari dusta kepada Allah Swt. Perlu diperhatikan di dua ayat di atas
tidak digunakan kata الْحَقِّ (al-haq) yang merujuk kepada Allah Swt,
namun الصِّدْقِ (Ash-shidq) yang
merujuk kepada utusan-Nya.
Dari dusta kepada Allah ini pula, mereka para pendusta
berkembang menjadi berbagai karakter yang jelek dan jahat seperti:
·
Musyrik/syirik
·
Kafir/kufur
·
Durhaka
·
Berdosa
·
Melampaui batas
·
Sesat
·
Membangkang
·
Sombong
·
Fasik
·
Buta hati; dan
·
Zhalim.
Berkaitan dengan sifat zhalim,
sebagaimana dijelaskan dalam ayat pembuka bab ini, disebutkan bahwa para
pendusta (kepada Allah dan al-haq) adalah mereka yang paling zhalim. Frase “Paling
zhalim” (superlative) ini menunjukkan bahwa ada kezhaliman lain namun
tingkatan tertinggi dari banyak tindakan zhalim adalah DUSTA itu sendiri.
Berikut, penulis mencoba menuliskan berbagai
aspek kaum zhalimiin sebagaimana al-Qur’an meberikan penjelasan bagi
mereka.
Secara bahasa, zhalim atau azh zhulmu artinya
meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya.
Sebagaimana pendusta yang telah dinyatakan sesat (lihat bab 1),
seorang zhalim pun dinyatakan sebagai sebuah kesesatan (71:24) dan akan
mendapatkan siksa kelak di yaumul akhir. Orang Zalim pun mendapatkan
dampak yang sama. Allah Swt berfirman,”Disebabkan kesalahan-kesalahan
mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak
mendapat penolong selain Allah.” (QS 71:25). Di ayat lain Allah Berfirman,”Dan
begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang
berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras”
(QS. 11: 102).
Perbuatan
Zalim juga adalah hal yang dilaknat oleh Allah, sebagaimana Allah Swt
berfirman: “Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim”
(QS. 11: 18).
Zhalim,
kaum kafir, orang-orang yang melampaui batas, pendusta (dan juga fasik) adalah
sebuah kesesatan. Kesesatan orang-prang Zhalim, sebagaimana dijelaskan dalam QS
71:21 – 25 adalah akibat serangkaian perbuatan, yiatu:
·
Durhaka
kepada Nabi (71:21)
·
Mengikuti
orang-orang yang harta dan anak-anaknya hanya menambah kerugian baginya,
(71:21)
·
Melakukan
tipu daya yang sangat besar (dalam hal penyembahan kepada Tuhan). (71:22-23)
· Menyesatkan banyak orang (71:24)
Maka
selanjutnya Nabi Nuh memohon kepada Allah sebagaimana tercantum dalam QS 71:24
disampaikan,”… dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim
itu selain kesesatan (illa
dholala).” Maka, disebabkan
kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka,
maka mereka tidak mendapat penolong selain Allah. (71:25)
Demikian
juga kesesatan kaum zhalimiin ini, semisal dalam QS Nuh (71) di atas, dijelaskan
kembali dalam QS Hud (11) ayat 18-21. Perilaku Zhalim dalam QS Hud ini
disebabkan perilaku:
·
Mengada-adakan
suatu kebohongan terhadap Allah? (11:18)
·
Menghalangi
dari jalan Allah dan menghendaki agar jalan itu bengkok. (11:19)
·
Tidak
percaya adanya hari akhirat. (11:19)
Dusta
sebagai pemuncak zhalim adalah hal yang sangat berbahaya dan merugikan bagi
mereka dan ini dapat difahami ketika seorang yang zhalim dijelaskan sebagai
yang tuli dan buta, merugikan dirinya sendiri dan semua amalan kebaikannya akan
lenyap.
“Mereka tidak mampu menghalangi (siksaan Allah) di bumi, dan tidak akan ada bagi mereka penolong selain Allah. Azab itu dilipatgandakan kepada mereka. Mereka tidak mampu mendengar (kebenaran) dan tidak dapat melihat(nya). Mereka itulah orang yang merugikan dirinya sendiri, dan lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. (11-20-21)
Berikut
adalah beberapa contoh lain dari perbuatan Zhalim yang digambarkan dalam
Al-Qur’an.
Orang
yang menjadikan kawan dari orang-orang yang memusuhi menentang Islam, mengusir
kaum muslimin dari negerinya. Allah
berfirman, “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu
menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan
mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan
barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim.” (QS 60:1). Senada dengan ayat ini,
pelanggaran atas menjadikan kaum kafir sebagai wali, ini juga dipandang sebagai
sebuah perilaku zhalim. Allah berfirman, “Hai
orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu
menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan
siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim.” (QS 9:23)
Kebohongan, selain dinyatakan sebagai
perilaku fasik, juga termasuk perilaku zhalim.
Allah berfirman, “Maka barangsiapa mengada-adakan dusta terhadap
Allah sesudah itu, maka merekalah orang-orang yang zalim.”QS 3:94. Demikian
juga dalam QS Az-zumar (32), Allah berfirman,“Maka nyatalah bahwa tidak ada
yang lebih zhalim dari orang yang mereka-reka perkara-perkara yang dusta
terhadap Allah, dan mendustakan sebaik-baik saja kebenaran itu disampaikan
kepadanya. Bukankah (telah diketahui bahwa) dalam neraka jahanam tersedia
tempat tinggal bagi orang2 kafir?” (Q. S. Az-Zumar: 32).
Sebagaiman Kafir dan
Fasik, maka kaum Zhalim pun ditandai dengan tidak berhukum kepada Kitab-Nya.
Allah berfirman,”Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS 5:45).
Ayat ini juga berkaitan dengan pelanggaran atas hukum-hukum Allah (hududullah). Hal yang sama ketika hokum-hukum Allah
dilanggar, maka mereka termasuk kaum zhalim, sebagaimana Firman-Nya,” Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah
kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.”
(2:229)
Berikutnya adalah perilaku zhalim ketika kita
bersikap ragu dalam kebenaran. Selengkapanya dapat disimak dalam Firman Allah, “Apakah (ketidak datangan mereka itu karena)
dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena)
takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya,
mereka itulah orang-orang yang zalim.” (24:50)
Terakhir adalah berkenaan dengan perilaku
bersosial atau berkomunikasi kita di masyarakat secara rinci Allah memberikan
batasan atau peringatan jangan sampai terjerumus ke dalam kaum zhalimin.
Perilaku itu adalah:
·
Saling merendahkan
kelompok satu dengan lainnya.
·
Mencela diri sendiri
·
Memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. (QS
49:11)
Antara Bohong, Rugi
dan Zhalim
Telah disejelaskan
bahwa dusta akan mengantarkan kepada karakter buruk lainnya. Dusta sebagai
sebuah tindakan berdosa juga akan menggiring kepada dosa lainnya. Dusta selain
membawa dampak buruk kepada orang lain, seperti pada kasus: fitnah, menggunjing
dan mencela juga berlaku mendustakan atau mengada-adakan dusta kepada Allah
dengan segala impact kekuasaanNya, seperti ayat-ayat Allah, malaikat,
rasul dan nabi, nikmat dan juga hari akhir. Jangan dilupakan bahwa dusta pun
berlaku untuk dirinya sendiri, mendustasi diri sendiri yang pada akhirnya
merugikan diri sendiri bahkan berlaku aniaya (zhalim) bagi diri sendiri.
Dalam pembahsan
sebelumnya telah dsampaikan ayat yang berhubungan dengan berdusta kepada diri
sendiri, sebagaimana Firman-Nya:
ٱنظُرْ كَيْفَ
كَذَبُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ ۚ وَضَلَّ عَنْهُم مَّا كَانُوا۟
يَفْتَرُونَ
“Lihatlah, bagaimana mereka berbohong terhadap diri mereka
sendiri. Dan sesembahan yang mereka ada-adakan dahulu akan hilang dari mereka.”
(QS 6:24. Lihat )
Ayat ini didahului dengan kisah ummat Nabi
Muhammad yang mengenal N. Muhammad namun mendustakannya termasuk kitab yang
dibawanya, dan mereka ini disebutkan sebagai orang-orang yang merugikan dirinya
sendiri (خَسِرُوْٓا
اَنْفُسَهُمْ) dan mereka juga tidak termasuk orang-orang yang beriman (QS 6:
20). Kemudian ayat selanjutnya disebutkan bahwa musyrik (mengadakan suatu
kebohonan terhadap Allah) adalah tindakan ter-zhalim dan merugikan (tidak
menguntungkan, اِنَّهٗ لَا
يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ) : “Dan
siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan
terhadap Allah, atau yang mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang
yang zalim itu tidak beruntung.”(QS 6: 21). Selanjutnya, kelak, Allah akan mengumpulkan mereka semua
kemudian Allah menanyai kaum musyrikin:, “Di manakah sembahan-sembahanmu
yang dahulu kamu sangka (sekutu-sekutu Kami)?” (QS 622). Kemudian
tidaklah ada jawaban bohong mereka, kecuali mengatakan, “Demi Allah, ya Tuhan kami,
tidaklah kami mempersekutukan Allah.” (QS 6.23).
Dari rangkaian ayat ini memahamkan kita bahwa
tindakan menudustakan Allah pada hakikatnya adalah tindakan berdusta kepada
diri sendiri, yang berujung kepada kerugian dan menganiaya diri sendiri.
Masih dalam
Surat Al-An'am (6), yaitu ayat 12, pembaca budiman akan menjumpai pokok fikiran
yang sama dengan QS 6: 20-24 di atas. Kemudia dalam QS Surat Al-A'raf (7) ayat
9, dijelaskan bahwa mereka yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah
orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu
mengingkari ayat-ayat Allah. Hal yang sama dijelaskan dalam QS 7 ayat 53
ketika al-Qur’an dan rasul-nya didustakan maka Allah menutup ayat ini dengan
firman-Nya: Sungguh mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan telah
lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.
Semisal
dengan ayat QS 6: 24 di atas, mengenai mengadakan dusta terhadap Allah dengan
mengada-adakan sesembahan, dan kelak sesembahan itu akan lenyap, dusta mereka
sama saja dengan medustai diri sendiri (كَذَبُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ ),
maka dalam Surat Hud (11) ayat 21 frase “kadzabu anfusahum” digantikan dengan
frase “khasiru anfusahum” , Allah berfirman:
أُو۟لَـٰٓئِكَ
ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ وَضَلَّ عَنْهُم
مَّا كَانُوا۟ يَفْتَرُونَ
“Mereka
itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri,
dan lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan.” (QS 11: 21).
Dengan
demikian membohongi diri sama saja dengan merugikan diri sendiri. Dan terkait
dengan kemusyrikan yang mereka perbuat tersebut dalam QS Surat Az-Zumar (39)
ayat 15, Allah berfirman:
فَٱعْبُدُوا۟
مَا شِئْتُم مِّن دُونِهِۦ ۗ قُلْ إِنَّ ٱلْخَـٰسِرِينَ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓا۟
أَنفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ ٱلْقِيَـٰمَةِ ۗ أَلَا ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْخُسْرَانُ
ٱلْمُبِينُ
Maka
sembahlah olehmu (hai orang-orang musyrik) apa yang kamu kehendaki selain Dia.
Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang
merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat”. Ingatlah yang
demikian itu adalah kerugian yang nyata. (lihat juga QS Asy-Syura (42) ayat 45)
Dalam
QS Fathir (35) ayat 32, Allah berfirman:
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.
Dari ayat di atas,
diesebutkan bahwa salah satu yang pewaris Kitabullah adalah mereka yang zhalim
terhadap diri sendiri. Zhalim dalam ayat ini jika diperiksa dalam ayat-ayat
lain adalah sikap mendustkan ayat-ayat Allah, sebagaimana dapat ditemukan dalam
QS 7: 177: Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. Atau dalam QS
7:37 di bawah ini:
“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Orang-orang itu akan memperoleh bahagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab (Lauh Mahfuzh); hingga bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya, (di waktu itu) utusan Kami bertanya: "Di mana (berhala-berhala) yang biasa kamu sembah selain Allah?" Orang-orang musyrik itu menjawab: "Berhala-berhala itu semuanya telah lenyap dari kami," dan mereka mengakui terhadap diri mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.” (QS 7: 37)
Bohong adalah
Ujian
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن
قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ
الْكَاذِبِينَ
“sungguh telah kami uji orang-orang sebelum mereka, agar Allah mengetahui orang yang jujur dan mengetahui orang yang dusta” (QS. Al Ankabut (29): 3).
Ayat ini didahului
dengan pernyataan-Nya:
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?” (29: 2)
Dari pembahasan
topik dusta sebelumnya, dengan merujuk kepada dua ayat dalam surat 29 di atas, kita
bisa memahami dusta adalah ujian bagi kaum yang beriman. Allah menguji kaum
beriman dan pada akhirnya Allah Swt mengetahui siapa hamba-Nya yang benar-benar
beriman dan siapa yang dipenuhi dengan kepalsuan.
Dalam QS 29: 4-7,
selanjutnya Allah menegaskan sekaligus bagi penulis, ayat-ayat ini mengonfrimasi
pembahasan sebelumnya mengenai kadar keimanan seseorang harus dibuktikan dalam
segala perbuatannya. Bahwa kaum beriman harus memahami “hukum pembalasan” untuk
setiap tindakan benar/baik dan salah/jahat dari kita termasuk akan
ditegakkannya hari perhitungan.
Untuk itulah Allah
Swt menegaskan paket iman dan amal kebaikan:
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, pasti akan Kami hapus kesalahan-kesalahannya dan mereka pasti akan Kami beri balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.” (QS 29: 7)
Ketika pernyataan keimanan kepada Allah akan
diuji-Nya, maka lolos tidak nya dari ujian adalah ditentukan dengan dua
kriteria kejujuran (ash-shidq) dan kebohongan (al-kadzib). Disinilah
iman tidak cukup dinyatakan namun harus dibuktikan. Berbagai ujian Allah akan
siapakan bagi orang-orang yang telah menyatakan keimanan dan berharap akan
masuk surga dengan mudah, sebagaimana Allah telah berfirman:
“Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. “ (QS 2: 214)
Untuk itulah dusta menjadi parameter keimanan, sebagaimana
Allah berfirman: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah
orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong.” (QS 16: 105).
Telah
dinyatakan dalam bahasan sebelumnya bahwa dari kebohongan akan mendatangkan
banyak perilaku-perilaku atau karakter jahat lainnya yang bersumber darinya.
Pada akhirnya,
inilah balasan bagi para pendusta:
وَيَوْمَ الْقِيٰمَةِ تَرَى الَّذِيْنَ كَذَبُوْا عَلَى اللّٰهِ وُجُوْهُهُمْ مُّسْوَدَّةٌ ۗ اَلَيْسَ فِيْ جَهَنَّمَ مَثْوًى لِّلْمُتَكَبِّرِيْنَ - ٦٠
“Dan pada hari Kiamat engkau akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, wajahnya menghitam. Bukankah neraka Jahanam itu tempat tinggal bagi orang yang menyombongkan diri?” (QS 39:60)
Demikian juga pembaca budiman bisa memeriksa kesesuaian siksaan
bagi mereka yang mendustakan Allah ini dengan kecelakaan (wailun) yang
telah dibahas sebelumnya pada bab II.
Ringkasan Duta:
Ringkasan Duta |
Bersambung ke Halaman Lampiran