Risalah Kebohongan: Bab VII, VIII, dan Bab IX
Bab VII
— Mereka yang Sibuk dengan Dirinya Sendiri
فَوَيْلٌ يَّوْمَىِٕذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَۙ – ١١
Frase mengenai kebinasaan para pembohong juga
ditemukan dalam QS (52) At-Tuur ayat 11. Semisal dengan di Surat Al-Mursalat,
frase ini didahului mengenai pesan ilahi (kitabullah, wahyu) dan fenomena
yang terjadi pada hari pembalasan (ayat 1-10). Pada ayat berikutnya setelah
frase di atas maka secara spesifik, al-Qur’an memberikan penjelasan siapa
mereka para pendusta kebenaran. Merekalah yang asyik masyuk dengan dunianya
sendiri, yaitu dunia kebatilan, berwacana kosong sebagaimana tipu daya syaithan
yang menggiring manusia kepada banyak imaginasi dan fantasi kosong.
“Maka kebinasaan yang besarlah pada hari itu
untuk orang-orang yang mendustakan kebenaran. Yaitu orang-orang yang
bermain-main dalam kepalsuan.” (tafsir Al-Misbah)
“semua
mereka yang [sepanjang hidup mereka] tetapi bermain-main dengan hal-hal yang
sia-sia.” (The Message of The Quran)
“Yang berada dalam wacana [kosong] menghibur diri mereka sendiri.” [1]
Sebagaimana
dalam beberapa surat yang pernah dikemukaan bahwa kebalikan dari kaum mukadzdzibbiin
ini, dalam surat 52 inipun dipertentangkan dengan kaum yang mendapatkan balasan
kenikmatan, yaitu merekalah yang sadar, tunduk-patuh dengan pesan-pesan ilahi
(QS 52:17).
Dengan
demikian kriteria lain dari al-mukadzdzibiin, selain sudah disampaikan
sebelumnya bertambah yaitu mereka yang dalam hidupnya dipenuhi dengan
kesia-siaan baik dalam betuk kebathilan, wacana kosong dan hiburan semata.
Tipologi
qarun (hubbudunya, mencintai dunia dan melupakan kebaikan), sebagaimana
dikisahkan dalam QS 28: 80, cukup mewakili bagaiman mereka menyatakan
keterkejutan dan pengakuan atas kekhilafannya.
Bab VIII — Para Pembohong yang Berdosa, Kafir dan Sesat
Hukum berbohong sudah difahami sebagai dosa (dalam ayat-ayat
sebelumnya digunakan kata atsim atau mujrim untuk menyebut para
pendosa ini), juga telah dipadankan dengan tindakan pemalsuan atau berpaling (‘afak)
penolakan (kafir) dan pembangkangan atau penentangan (‘ashau).
Salah satu tindakan dosa adalah kemunafikan, dan bohong
dikenal sebagai ciri orang munafik. Al-Qur’an menjelaskan bahwa orang-orang
munafik itu benar-benar orang pendusta, sebagaimana Firman-Nya: “Apabila orang-orang munafik datang
kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu
benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu
benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang
munafik itu benar-benar orang pendusta (lakadzibuun).”( QS 63:1). Orang munafik atas perilakunya, kelak, ditempatkan
di dasar neraka. Allah Berfirman: “Sesungguhnya orang-orang
munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah (fii darkil asfal)
dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi
mereka.” (QS 4:145).
Kemudian dalam
kaitannya dengan kekufuran, ayat-ayat di bawah ini menjelaskan bagaimana dusta
terkait dengan seorang yang kafir:
·
Dan apabila Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka tidak
(mau) bersujud. Bahkan orang-orang kafir itu mendustakan (nya). بَلِ
الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يُكَذِّبُوْنَۖ . Dan Allah lebih mengetahui apa yang
mereka sembunyikan (dalam hati mereka). (QS 84:21-23)
· “Orang yang mengadakan kebohongan adalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah. Mereka adalah para pendusta.” (QS an-Nahl: 105).
Satu istilah lagi yang sering digandengkan dengan dusta ini
adalah kesesatan (dhalan). Hubungan sikap mendustakan dengan
kesesatan ini, penulis sarikan dari QS Al-Waqiah (56). Dalam QS 56:61,
disebutkan di bawah ini:
ثُمَّ اِنَّكُمْ اَيُّهَا
الضَّاۤ لُّوْنَ الْمُكَذِّبُوْنَۙ - ٥١
“Kemudian
sesungguhnya kamu, wahai orang-orang yang sesat lagi mendustakan!”
Dalam QS 56 ini, sebelumnya dijelaskan perilaku sesat dan
dusta ini dalam kriteria:
·
Sesungguhnya mereka sebelum itu (dahulu) hidup
bermewah-mewah, (56:45)
·
dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa yang
besar (56:46)
· dan mereka berkata, “Apabila kami sudah mati, menjadi tanah dan tulang-belulang, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali? (56:47)
Selanjutnya
maka untuk kaum sesat lagi mendustakan, Allah memberikan gambaran kebinasaan
mereka (QS 56: 52-56). Dalam ayat 56: 82, setelah Allah menjelaskan mengenai
karunia Allah baik atas penciptaan manusia dan pengasuhan-Nya terhadap manusia
(56:57- 81), kembali Allah Swt menyampaikan peringatan-Nya atas tindakan
manusia yang mendustakan untuk rezeki/pengasuhan-Nya yang diterima manusia.
“dan kamu menjadikan rezeki yang kamu terima (dari Allah)
justru untuk mendustakan(-Nya).” (QS 56: 82).
Selanjutnya dijelaskan mengenai adanya golongan kanan yang mendapatkan kenikmatan dan sebaliknya golongan orang yang mendustkan dan sesat.
وَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنَ
الْمُكَذِّبِيْنَ الضَّاۤلِّيْنَۙ - ٩٢
“Dan adapun jika dia termasuk golongan orang yang mendustakan dan sesat.” (QS 56:92)
Ketika para pendusta adalah orang-orang yang sesat, maka
sebagaimana orang-orang sesat tidak mendapatkan hidayah-Nya, demikian juga
dengan mereka para pendusta.
“Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang melampaui
batas dan pendusta.” (QS Ghafir (40):28).
Orang yang berdusta adalah orang yang tidak beriman, sebagaimana Allah SWt berfirman:
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta. (QS 16:105)
Dusta atau bohong ini juga berlaku bagi orang yang
suka mengada-ngada termasuk mengada-ngadakan tuhan lain selain Allah (syirik).
Dan pekerjaan syirik (mempersekutukan Tuhan) adalah sebuah kesasatan,
sebagaimana Firman-Nya: “… Barangsiapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat
sejauh-jauhnya.” (QS 4:116)
Banyak ayat yang menjelaskan bahwa sembahan-sembahan yang
mereka ada-adakan itu justru akan menyesatkan manusia yang berlaku syirik dan
meninggalkan mereka, salah satunya seperti Firman Allah berikut ini: “Lihatlah bagaimana mereka telah berdusta
kepada diri mereka sendiri (kadzabu a’la
anfusahum) dan hilanglah (wa
dhollu) daripada mereka sembahan-sembahan yang dahulu mereka ada-adakan..(QS
6:24).
Mengenai kata dhollu,
banyak tafsir atau terjemah menjelaskan atau memadankan kata dhollu di sini sebagai bentuk kepalsuan
atau kebohongan dari tuhan-tuhan atau sembahan-semabahan mereka yang pada
akhirnya sembahan sembahan itu akan lenyap atau meninggalkan mereka. Untuk
lebih jelasnya bisa dibuka beberapa ayat lainnya yaitu dalam QS 40:74, 41: 48,
46:28, 7:53, 11:21, 16:87 17: 67, dan 28:75. Perliaku syirik ini dalam beberapa
ayat tersebut juga disamakan dengan perilaku membohongi diri sendiri (kadzabu
a’la anfusahum) dan merugikan diri sendiri (khusiru anfusahmu).
Hal ini ditegaskan Allah kepada Nabi Muhammad Saw
dalam Firman-Nya: “Katakanlah: "Sesungguhnya
aku dilarang menyembah tuhan-tuhan yang kamu sembah selain Allah".
Katakanlah: "Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk". (QS 6:56).
Jelas, bahwa selain bohong adalah sebuah perbuatan dosa, juga
bohong adalah bentuk lain dari pengingkaran (kafir) dari keimanan sebagaimana
perilaku syaithan, sehingga para pendusta itu sendiri adalah mereka yang sesat.
Akhirnya… “Celaka bagi orang yang pembohong dan pendosa.” (QS al-Jatsiyah:7).
Bab IX — Para Pembohong yang Tidak Pernah Bersyukur
Kata “kafir” dalam Al-Qur’an adalah lawan kata iman
sebagaimana dapat ditemukan dalam QS 2: 6, di bawah ini:
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.”
Kafir, berasal dari kata “kufr” (kaf, fa dan ra), mempunyai arti: to hide (menyembunyikan) atau to cover (menutupi)
Kata “kufur” juga ditemukan menjadi lawan kata
syukur, sebagaimana dalam QS 14:7 di bawah ini:
“..."Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu kufur (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."
Sudah disampaikan sebelumnya bahwa para
pendusta, salah satu kriterianya adalah mereka yang mengingkari rezeki atau
pengasuahan-Nya terhadap alam dan manusia. Dalam surat Ar-Rahmaan (55), terjadi
32 kali pengulangan frase: فَبِأَيِّ
آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ yang berarti: “Jadi
nikmat Tuhanmu manakah yang akan kamu ingkari/dustakan?”
Di setiap frase dalam surat 55 ini, Allah
senantiasa menjelaskan aspek rubbubiyah (pengasuhan, pemeliharaan dan
pembinaan) kepada makhluk-Nya termasuk manusia. Inilah yang menjadi satu
kesimpulan bahwa mereka, para pendusta adalah mereka yang mengingkari atau
mendustakan nikmat-Nya, dengan demikian para pendusta adalah bagian dari
orang-orang kafir.
Ketika para pendusta adalah bagian dari orang-orang
kafir, maka para pendusta ini mempunyai sifat sombong dan permusuhan.
بَلِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فِيْ عِزَّةٍ وَّشِقَاقٍ - ٢
“Tetapi orang-orang yang kafir (berada)
dalam kesombongan dan permusuhan.” (QS 38:2)
[1]
http://corpus.quran.com/wordmorphology.jsp?location=(52:12:5)