Risalah Kebohongan: Bab IV, V dan VI

 

Bab IV — Pembohong atas Nabi dan Rasulullah

Ketika kebohongan mereka adalah menolak dan menentang kebenaran, maka selain ayat-ayat Allah, pesan ilahi, kitabullah yang menjadi sasaran pembangkangan, mereka juga mendustakan para nabi dan rasulullah. QS 25: 27-30, memahamkan kita mengenai paket pembohongan mereka terhadap al-Qur’an dan rasulullah, sampai-sampai Rasulullah “mengeluhkan” hal ini, kelak di yaumul akhir.

Banyak pesan ilahi yang menjelaskan persoalan mendustakan Nabi dan Rasul. Salah satu ayat kami tampilkan terjemahannya sebagai berikut:

Dan jika mereka (orang-orang musyrik) mendustakan kamu, maka sesungguhnya telah mendustakan juga sebelum mereka kaum Nuh, 'Aad dan Tsamud, (QS 22:42).

Dalam ayat ini selain kepada nabi Muhammad juga telah terjadi penolakan kepada nabi-nabi yang terdahulu (lihat juga ayat 3:184). Hal ini dikonfirmasi dengan beberapa ayat lain seperti para pembohong kepada para utusan Allah dari kaum nabi Nuh (QS 26:105, 38:12, 40:5, 54:9), kaum ‘Aad (26:123, 38:12), kaum Tsamud (26: 141), kaum Luth (26:160), Firaun (38:12), Kaum Rass (QS 50: 12), dan kaum Aikah (26:176), Madyan (7:92) . Demikina juga sebagian dari bangs Arab kepada Rasulullah Muhammad Saw (9:90).

Berikut adalah ayat yang menjelaskan bagaimana mendustakan rasul (Muhammad Saw) yang dimulai dengan mendustakan Allah dan Kebenaran (Shidq).

 فَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللّٰهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ اِذْ جَاۤءَهٗۗ اَلَيْسَ فِيْ جَهَنَّمَ مَثْوًى لِّلْكٰفِرِيْنَ - ٣٢

“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat kebohongan (كَذَبَ) terhadap Allah dan mendustakan kebenaran yang datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahanam tempat tinggal bagi orang-orang kafir?” (39:32)

وَالَّذِيْ جَاۤءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهٖٓ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ - ٣٣

“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan orang yang membenarkannya, mereka itulah orang yang bertakwa.” (39:33)

Telah dijelaskan bahwa dusta sering dipadankan dengan kata berpaling, memalsukan dan membangkang atau menentang. Penentangan pada Nabi dan rasulpun dapat ditemukan dalam al-Qur’an antara lain di ayat berikut ini:

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS 4: 115.)

Dalam ayat ini digunakan kata “syiqaq”, syin qaf qaf (ش ق ق), yang berarti menentang.

Di ayat lain hubungan dengan nabi atau rasul ini digunakan kata kafir (menolak atau tidak mempercayai) dan ‘ashau, ain ṣhad ya (ع ص ي) yang berarti durhaka atau tidak menurut/mengikuti, sebagaimana dijelaskan dalam QS  An-Nisa (4) ayat 42 di bawah ini:

يَوْمَئِذٍۢ يَوَدُّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَعَصَوُا۟ ٱلرَّسُولَ لَوْ تُسَوَّىٰ بِهِمُ ٱلْأَرْضُ وَلَا يَكْتُمُونَ ٱللَّهَ حَدِيثًۭا

“Di hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul, ingin supaya mereka disamaratakan dengan tanah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadianpun.”

Begitupun dalam ayat di bawah ini:

وَيَقْتُلُونَ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ

“Yang demikian itu karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi, tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS 3:112). Lihat juga ayat 2: 87, 5:70.

 

Di ayat ini kedurhakaan mereka bahkan dilanjutkan dengan tindakan pembunuhan kepada para nabi.

Akhirnya…adzablah bagi mereka yang zhalim karena mendustakan Rasul.

وَلَقَدْ جَاۤءَهُمْ رَسُوْلٌ مِّنْهُمْ فَكَذَّبُوْهُ فَاَخَذَهُمُ الْعَذَابُ وَهُمْ ظٰلِمُوْنَ - ١١٣

Dan sungguh, telah datang kepada mereka seorang rasul dari (kalangan) mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya, karena itu mereka ditimpa azab dan mereka adalah orang yang zalim. (QS 10:113)


Bab V — Pembohong atas Tegaknya Hari Pembalasan Ad-diin

Sebagaimana telah dijelaskan dalam  Surat Al-Mursalat, bahwa para pendusta berhubungan dengan penyangkalan atas kebenaran akan tegaknya hari akhir atau hari keputusan yang dalam istilah lain disebut sebagai al-waqi’ah (kejadian) yang tidak dapat disangkal atau didustakan kehadirannya, kelak atau dipastikan terjadi (QS 56: 1-2).

 Dalam QS (83) Al-Muthaffifin ayat 10, frase: وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ   kembali ditegaskan dengan penjelasan pada ayat-ayat berikutnya:

الَّذِيْنَ يُكَذِّبُوْنَ بِيَوْمِ الدِّيْنِۗ, yaitu) orang-orang yang mendustakannya (hari pembalasan). (11)

Dan tidak ada yang mendustakannya - يُكَذِّبُ بِهٖٓ  - (hari pembalasan) kecuali setiap orang yang melampaui batas dan berdosa, (12)

yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berkata, “Itu adalah dongeng orang-orang dahulu.” (13)

Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka. (14) Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhannya. (15)

Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka. (16)

ثُمَّ يُقَالُ هٰذَا الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهٖ تُكَذِّبُوْنَۗ - ١٧

Kemudian, dikatakan (kepada mereka), “Inilah (azab) yang dahulu kamu dustakan. (17)

Sebagaimana disebutkan sebelumnya dalam Surat al-mursalat, istilah yaumuddin, dijelaskan dengan istilah pembohongan terhadap padanan kata yaumuddin, seperti: yaumul fasl (QS 77: 14), demikian juga dalam QS 30:16 yang telah disampaikan di atas, digunakan istilah liqaa al akhirah (menemui hari akhirat) atau liqa Allah (6:31), yaumul akhir (QS 58:22), as-sa’ah (QS25: 11) dan yaumul qiyamah (QS 10: 60).

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya mengenai wailun yang menyiratkan kekagetan, maka hal ini ditunjukkan dengan keterkejutan mereka ketika menyadari hari akhir akan tiba (21: 97) dan ketika mereka ditimpa sedikit azab dari Allah (21: 46).

 

Bab VI — Pembohong Ad-diin

Frase yaumiddin,  يَوْمِ الدِّيْن , sering diterjemahkan sebagai hari pembalasan agama. Dalam 2 Bab sebelumnya, ciri mereka disampaikan sebagai orang-orang yang melampaui batas dan berdosa dan menolak bahkan menentang ayat-ayat Allah. Dalam risalah lainnya, penulis pernah menyampaikan perbedaan antara agama dan ad-diin. Salah satunya adalah mengenai aspek ad-ddin yang lebih luas dari sekedar agama yang lebih berorientasi kepada aspek-aspek ritual dalam kaitannya dengan penghambaan dari kepada Tuhan. Namun Ad-ddin adalah code of life, the way of life, sebuah tatatanan kehidupan yang multi aspek. Hal ini, dalam kaitannya dengan para pendusta, ditegaskan dalam kaitannya dengan “pendusta ad-diin” itu sendiri, يُكَذِّبُ بِالدِّينِ , sebagaimana dijelaskan dalam QS (107) Al-Ma’un.

Menarik apa yang disampaikan oleh Aurangzaib Yousufzai, alih-alih pendusta agama sering merujuk kepada kepribadian/karakteristik secara personal, maka dalam penjelasannya, beliau lebih memberikan pengertian kepada penyelenggara urusan publik (pemerintah). Selengkapnya, penulis sampaikan di sini:

Terjemah DEPAG RI

Aurangzaib Yousufzai

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?

(Berbicara kepada Utusan Suci) “Apakah Anda sudah memperhatikan mereka yang secara praktis memalsukan (yukadzdzibu) Modus Perilaku Ilahi (Ad-Diin)?

Maka itulah orang yang menghardik anak yatim,

Jadilah dipahami sekali untuk semua bahwa ini adalah orang-orang yang mengusir (yadu'u) segmen masyarakat yang tidak berdaya (al-yatim),

dan tidak mendorong memberi makan orang miskin

dan tidak memprakarsai skema kesejahteraan (yahudhdhu) untuk orang miskin dan kelas tidak punya uang (Tha 'aam-il-Miskiin).

Maka celakalah orang yang salat,

" Menerapkan hukuman (wayilun) pada kategori pejabat yang bertanggung jawab (Musalliin)

(yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya,

yang ternyata melakukan kelalaian berat (sahun) dalam menjalankan tugasnya (salaati-him);

yang berbuat ria,

yang hanya menunjukkan status atau posisinya (hum yuraa’uun),

dan enggan (memberikan) bantuan.

tetapi sebenarnya menghalangi (yamna’uun) aliran bantuan, bantuan, kebaikan dan kesejahteraan (al-Maa’un) kepada orang-orang.

 

Bagi penulis, baik itu ditujukan kepada pribadi (person) maupun kepada institusi pengayom publik, maka dua hal penulis sampaikan bahwa: Pertama, kriteria para pembohong ad-diin adalah mereka yang lalai, melampaui batas dan berdosa dengan tidak melakukan pengabdian seabagaimana mestinya, baik secara ritual ataupun sosial. Kedua, Kecelakaan, musibah, kebinasaan berlaku dalam kaitannya dengan mendustakan ad-diin adalah diwakili bagi mereka yang lalai bagi mushallin (oarng yang shalat). Dalam pengertian umum shalat adalah ibadah ritual, namun secara filosofis shalat adalah sebagaimana telah banyak diutarakan oleh banyak ulama bahwa penegakkan shalat adalah penegakkan nilai-nilai dinul islam dalam keseharian, keterhubungan seorang muslim dengan ajaran-ajaran Allah Swt dalam kehidupannya.[1]

Mengenai mushalliin, Al-Qur’an juga memberikan penjelasan dalam QS 70 23-35, sebagai beriut:

اِلَّا الْمُصَلِّيْنَۙ – ٢٢, kecuali orang-orang yang melaksanakan salat (yaitu):

·         mereka yang tetap setia melaksanakan salatnya, (70:23)

·         dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, (70:24)

·         bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta, (70:25)

·         dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, (70:26)

·         dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya, (70:27)

·         sesungguhnya terhadap azab Tuhan mereka, tidak ada seseorang yang merasa aman (dari kedatangannya), (70:28)

·         dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, (70:29)

·         Kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka tidak tercela. (70:30)

·         Maka barangsiapa mencari di luar itu (seperti zina, homoseks dan lesbian), mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (70:31)

·         Dan orang-orang yang memelihara amanat dan janjinya, (70:32)

·         dan orang-orang yang berpegang teguh pada kesaksiannya, (70:33)

·         dan orang-orang yang memelihara salatnya. (70:34)

·         Mereka itu dimuliakan di dalam surga. (70:35)

Kriteria musholliin dalam QS (70) Al-maarij ini berkesesuaian dengan Surat (107) Al-Ma’un juga dengan Surat sebelumnya yaitu surat (83) Al-Muthafifin dan QS (77) Al-Mursalat baik tentang para pendusta hari akhir (yaumuddin) dan pendusta ayat-ayat Allah. Kriteria para pemelihara tegaknya shalat juga dicirikan dengan serangkaian amalan shaleh baik yang berlaku dalam pengembangan diri ataupun penyelesaian masalah-masalah sosial. Inilah ad-ddiin dan Inilah sekaligus gambaran pembohong besar dalam hal agama, ad-diin.

Mari kita menyimak juga ayat lain yang berhubungan dengan pendusta ad-diin, yaitu pada surat At-ttin, QS 95:7: فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِٱلدِّين (fa maa yukadzdzibuka ba’du biddziin): Maka apa yang menyebabkan (mereka) mendustakanmu terhadap ad-diin (biddiin)?[2]

Dalam surat 95 ini, pertanyaan mengenai mendustakan agama didahului dengan keterangan mengenai at-tiin, az-zaituun, at-thuur dan al-balad, kemudian diikuti dengan proses penciptaan manusia yang sebaik-baiknya yang kemudi jatuh ke posisi yang terhina kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh. Iman dan amal shaleh adalah sari dari mode perilaku ad-diin itu sendiri. Untuk itulah setelah Allah menganugerahkan ad-diin kepada manusia, maka manusia ditantang oleh-Nya: Maka apa yang menyebabkan (mereka) mendustakanmu terhadap ad-diin (biddiin)? Yang selanjutnya dinyatakan bahwa “bukankah sekarang terbukti bahwa Allah (Tuhan) Yang memegang otoritas tertinggi.” (QS 95: 8)

Bersambung ke Bab VII: Mereka yang Sibuk dengan Dirinya Sendiri

[1] "assholatu imaduddin, faman aqamaha fakad aqamaddin, waman adamaha faqadadamaddiin" (H.R Bukhari dari Umar R.A)

[2] Banyak tafsir al-Qur’an yang menerjemahkan ayat ini dengan mendustakan hari akhir. Penulis di sini menggunakan terjemahan dari Aungrajeb dalam installment nya mengenai surat At-tiin: http://quranstruelight.com/the-verses/chapter-95-at-tin-the-fig?highlight=Wzk1XQ==

Popular posts from this blog

Risalah Kebohongan: BAB II — KECELAKAAN BESAR BAGI PARA PEMBOHONG

Attitude, Aptitude dan Altitude

Al Fatihah dan AlFath: Membuka Kemenangan