Fenomena Politician Actress: Antara Berfikir Sederhana dan Kerinduan akan Perubahan

Oleh: Setiadi Ihsan

Untuk satu hal Parpol gandeng artis sudah banyak dibahas dan cenderung ulasannya mengarah kepada adanya indikasi ketidak-pecaya diri-an dari PARPOL dalam menghadapi pertarungan di arena PILKADA. Dengan kata lain parpol dilanda krisis kepercayaan diri. Adalah Di Jawa Barat dan Banten fenomena keartisan begitu kentara, dimulai dari Marissa Haque (Banten), Rano Karno (Tangerang) dan kini di Serang dan Subang dengan munculnya suami goyang gergaji, Saiful Jamil dan sang Jagoan Panji, 'Primus Yustisio'

Berbeda dengan Saiful Jamil dan Primus yang digandeng oleh partai politik, maka di Garut, Dicky Chandra tampil berpasangan dengan Ceng Fikri sebagai calon independent.
Sampai dengan tulisan ini dibuat, dari berita on-line, Kompas.com, 27 Oktober 2008, pukul 14 Wib, diperoleh perhitungan hasil sementara bahwa dari total perolehan suara sementara mencapai 995.465 suara atau 62,9 persen dari jumlah pemilih sah sebanyak 1.581.504 orang pemilih, pasangan ini tampil sebagai runner up dengan perolehan suara 202.143 suara (20,3 persen) di bawah koalisi Golkar - PDIP, Rudy Gunawan-Oim Abdurohim, sebanyak 227.916 suara (22,9 persen). Sementara itu lima pasangan Bupati dan Wabup lainnya berada di bawah kedua pasangan di atas.

Selain Tasik, di Jawa Barat, Garut dikenal juga sebagai kota Santri. Dan ini juga ditunjukkan dalam PILKADAL 2008, setidaknya tiga dari tujuh pasang kental dengan darah pesantrennya, sebut saja Ceng Wahdan yang berpasangan dengan tokoh muda dari PKS, dr. Helmy, Abdul Halim, untuk tokoh yang satu ini, semua dari kalangan pesantren dan dunia pendidikan dapat diapstikan mengenal Ketua MUI Garut-ini, juga terakhir adalah Ceng Fikri, pasangan dari Artis serba bisa, Dicky Chandra.
Nampaknya, andai pasangan Ceng Fikri -Dicky ini terus melaju, dan kalau sesuai skenario para pengamat akan maju ke babak kedua serta berhasil unggul, maka sebutan Kota Artis (dalam hal ini pemerintahan di bawah artis) dapat memperkaya sebutan untuk Garut, selain sebutan yang sudah ada: Dodol Garut, Jeruk Garut dan Garut Kota Intan.

Adalah menarik hadirnya calon wakil Bupati (Cawabup) dari artis ini. Hasil Pilkadal Garut, di atas walaupun bersifat sementara kian menegaskan bahwa Artis memang diposisikan sebagai vote getter baik yang digandeng Parpol ataupun dari independen. Pertanyaannya adalah fenomena apa ini? Pertanyaan ini bukan ditujukan kepada Parpol sebagaimana banyak dibahas, tetapi justru kepada para pemilih. Mengapa masyarakat (Garut) lebih percaya memilih pasangan berlabel artis dibandingkan dengan politisi sungguhan bahkan Kyai sekali-pun?.
Akan pertanyaan ini banyak yang mengajukan jawaban sedikit sinis bahwa itulah kenyataan masyarakat kita, termasuk di Garut yang masih berfikir sederhana (kalau tidak dibilang non educated). Menurut pendapat ini masyarakat hanya memilih figur yang mereka kenal, dan pilihannya jatuh kepada Dicky Chandra yang sering nonghol di TV. Satu analisis, yang menurut saya juga sederhana. Anda masih ingat idiom, "tak kenal maka tak sayang?". Ya itulah logika dari jawaban masalah di atas.

Saya sendiri mencoba mendalami fikiran yang timbul di masyarakat (bisa terjadi di saya juga), ketika para elit penguasa tidak lagi memainkan sebagaimana tuntutan perannya dalam mensejahterakan masyarakatnya. Yang timbul adalah keengganan masyarakat untuk mengandalkannya lagi. Prilaku elit yang tidak pro rakyat telah menjadikan masyarakat kebingungan dan mencari alternatif. Masyarakat kini rindu akan perubahan. Perubahan dari dunia kolusi, korupsi dan nepotisme ke arah yang lebih baik. Perubahan dari seramnya premanisme PEMDA menuju kepada kesederhanaan 'sang kabayan' dalam menghadapi hidup.

Sebelum menulis artikel ini saya merasa bahwa pasangan Ceng Fikri dan Dicky Chandra ini adalah hanya penggembira kalau tidak saya sebut sebagai pasangan dagelan. Sangatlah berdasar, wong Dicky sendiri yang suka bikin pemirsa TV terbahak-bahak dan terbehek-behek, sampai ka ngacay.
Tapi, hasil sementara sontak mengubah fikiran saya sebelumnya. Pasangan ini adalah bukan pasangan dagelan. Ini fenomena serius. Istri saya sampai bilang, "Mau dibawa kemana Garut ini? "Ketika orang yang hanya pandai melucu memimpin rakyat ini", tandasnya. Walau sudah saya jelaskan bahwa 'melucu'nya Dicky hanya sebagai tuntutan peran, sulit kiranya merubah kesan bahwa dunia Dicky dalam sinetron dan Film adalah Dunianya kelak ketika (misal) jadi Wabup. Hal ini sesulit merubah kesan masyarakat bahwa dia harus memilih tokoh atau figur yang dia kenal, kenal dalam arti sesungguhnya mengenal wajah. Dicky-lah yang melalui media TV dia telah merebut hati rakyat. Dia-lah yang sering menunjukkan wajahnya kepada pemirsa, dialah yang sering berkomunikasi dengan masyarakat, dan dia pula yang untuk sesaat dapat melupakan masyarakat dari kesulitan ekonomi yang menghimpit.

Dan sekali lagi para elit hanya berusaha merebut apa yang didekatnya, apa yang ada di kisarannya, yaitu: keuasaan, proyek, uang, kekuasaan, dan proyek serta uang.

Wallohu 'alam


Jakarta, 27 Okt 2008

Popular posts from this blog

Attitude, Aptitude dan Altitude

Risalah Kebohongan: BAB II — KECELAKAAN BESAR BAGI PARA PEMBOHONG

Al Fatihah dan AlFath: Membuka Kemenangan